"Kamu adalah orang baik dan kamu pantas untuk bahagia."
.
.
.Malam sudah larut. Lelaki dengan kaos polos berwarna biru, lebih tepatnya selalu berwarna biru, gelisah tak karuan. Ia menunggu dua adiknya yang sampai sekarang tidak kunjung pulang.
Kejadian ini selalu terjadi berulang kali, semenjak wanita hebat mereka terbaring tak berdaya di rumah sakit. Mungkin bagi sebagian orang akan terbiasa dan tidak akan se-gelisah atau khawatir berlebihan. Tapi, bagi lelaki itu, hal ini sangat menakutkan. Dante khawatir, ia takut terjadi sesuatu terhadap kedua adiknya. Jika sampai hal itu terjadi, lebih baik ia enyah dari dunia ini. Lelaki itu takut tidak bisa menjaga amanah terakhir sang ayah.
"Adik mana, kenapa mereka gak pulang-pulang?" Monolognya sembari menatap jendela.
Dante menggigit bawah bibirnya, kedua tangannya memukul-mukul kepala berulang kali.
"Adik, gak pergi ninggalin aku kan?" Tanyanya pada diri sendiri.
Netra basah itu seketika membulat setelah melihat sesuatu dari jendela, salah satu adiknya pulang. Dante buru-buru membuka pintu, menyambut kedatangan adiknya dengan senyum sumringah.
"Galen, kenapa kamu baru pulang, kamu dari mana dan kena–"
"Banyak tanya lo, keponya udah kayak emak-emak aja," Galen melangkah masuk dan diikuti Dante yang kini mengekorinya.
Galen duduk di kursi, dada lelaki itu naik turun, ia lelah sekali. Dengan penuh perhatian, Dante memberi segelas air untuk diteguk oleh adiknya.
Dante menatap khawatir adiknya, "kamu gapapa?" Galen hanya mengangguk sebagai jawaban. Dante menggeleng tidak setuju, batinnya merasakan sesuatu gejolak. Ia merasa bahwa adiknya berbohong. Dante kembali bertanya, "tapi kenapa muka kamu pucet, Kamu sakit?"
"Abang belum pulang?" Tanya Galen mengalihkan pembicaraan.
"Belum."
Lelaki itu mengangguk sebagai balasan. Ia sengaja bertanya, supaya bisa menghindar dari pertanyaan terakhir Dante. Lagipun, Galen tahu kakaknya masih diluar sana, menjadi pedagang kaki lima di jalanan yang kebetulan sedang ramai orang yang menikmati malam minggu.
Galen melenggang pergi ke kamar meninggalkan Dante yang berdiam diri memikirkan sesuatu. Kamar miliknya tidak terlalu luas, dipenuhi buku-buku komik serta foto-foto majalah menghiasi dinding. Tak lupa juga Gitar akustik pemberian sang ayah yang tergeletak ditempat tidur.
Ia merebahkan tubuhnya yang lelah, ia menarik nafas dalam-dalam. Pikirannya mulai melayang, seketika Galen teringat dengan cewek yang menolongnya di rumah sakit. Ia merasa tak asing dengan wajah itu, Galen berusaha mengingat kembali, ia merasa pernah bertemu dengan perempuan itu sebelumnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kisah Singkat Untuk Gante
Teen Fiction⚠️ WAJIB FOLLOW AKUN AUTHOR! JUDUL AWALNYA CANDALA + Belum Direvisi "Tidak perlu kata-kata ketika hati benar, karena cinta dapat didengar bahkan dalam kesunyian yang paling mematikan." Ditinggal mati oleh sang Ayahanda, serta sang Ibunda yang lagi b...