Gerimis hujan membasahi bumi yang sedang berduka. Gante dan kedua saudaranya nyaris tidak bisa bernafas. Sesak, dada terasa terhimpit kendati jantung berdebar tidak normal kali ini. Entah sudah beberapa tetes air mata itu turun, mungkin tak terhitung.
Sulit sekali bagi mereka untuk menerima fakta memilukan hari ini, bunda mereka Arin Sanjaya sudah berpulang secara mendadak, meninggalkan luka tak kasat mata kedua kalinya.
Tiada percakapan, Gante dan Galen hanya diam dengan pikiran masing-masing. Hanya Dante yang menangis hebat, meraung memanggil bundanya dari bawah sana. Tidak ada yang bisa saling menguatkan, karena detik ini mereka sama-sama hancur.
"BUNDA! JANGAN PERGI, JANGAN PERGI! TOLONG KEMBALI BUNDAAAA, DANTE MOHON!" Raung Dante terdengar memilukan.
"Bang ... udah." Ucap Gante dengan suara serak. Pandangannya terus tertuju pada gundukan tanah yang basah itu.
Sedangkan Galen hanya diam membisu, wajahnya sembab kendati pikirannya terus bertanya-tanya perihal kematian ibunda yang terasa janggal. Padahal seingat Galen, beberapa hari yang lalu bundanya dikabarkan kondisinya sudah mulai membaik, bahkan bunda sadar meskipun hanya beberapa jam saja.
Kematian yang mendadak ini membuat Galen berpikir negatif. Apa ada sesuatu yang membuat bundanya meninggal? Apa jangan-jangan kematian itu disengaja?
.
.
.Satu minggu kelas dilalui tanpa kehadiran Gante. Terasa membosankan, satu hari tanpa lelaki itu rasanya tidak epic. Banyak yang kangen sama cowok itu. Mereka paham Gante sedang berduka, bahkan satu kelas ikut hadir saat pemakaman berlangsung.
"Njir kelas ini tumben sepi, jadi horor kan kesannya." Ucap Zidan sembari mengedarkan pandangannya kepada murid-muridnya yang asik dengan ponsel masing-masing. "Gak bisa dibiarin nih, kita harus bertindak!" Timpal Galih seraya memandang Zidan yang ikut memandangnya.
"Gimana caranya, cok. Gue orangnya introvet jadi gak ahli dalam urusan ginian." Timpal Zidan.
Geram dengan ucapan Zidan, Galih menempeleng kepala cowok itu hingga membuat Zidan sedikit oleng. "Introvet gigi lo! Kayak monyet hamil anak kungkang iya!"
Pintu kelas yang tadinya tertutup rapat seolah menolak kehadiran tamu, tiba-tiba saja dibuka oleh seseorang yang selama ini mereka kangenin. Satu kelas kompak melotot kearah pintu, memandangi Gante yang penampilannya tampak kusut dan lusuh.
"Gante!" Kompak mereka seraya beranjak dari tempat duduk masing-masing. "Gue kangen lo, bro." Ujar Rangga memeluk Gante yang tampak berbeda hari ini. "Gue rindu banget sama lo, Nte. Meski lo kadang rada nyebelin." Ucap Asyifa memeluk cowok itu dari belakang. Cahyo yang melihat itu, lantas menarik Asyifa agar berhenti memeluk Gante.
"Gue juga kangen kalian." Ucap Gante dengan senyuman yang dipaksakan. Nazwa yang sedikit jauh dari kerumunan, hanya tersenyum penuh arti. Dirinya ikut senang melihat Gante bisa tersenyum walaupun terpaksa.
"Gue turut berdukacita ya ... Sorry gue gak bisa dateng waktu itu." Kata Tio sambil menepuk-nepuk bahu Gante. "Iya, gapapa gue paham kok."
Mereka langsung mempersilahkan Gante untuk duduk di kursinya. Tak lama lagi bel pelajaran pertama akan berbunyi, namun Gante merasa ada yang kurang disini. Ia mengedarkan pandangannya, hingga akhirnya ia tersadar bahwa Syahrul tidak hadir disini.
Dimana tuh anak?
Gante menyenggol sikut Rangga, hingga membuat Rangga menoleh menatapnya. "Syahrulkhan mana?" Tanya Gante. Rangga menghela nafas pendek, tangannya tergerak membenarkan kacamatanya yang merosot. "Tiga hari lalu dia cidera di pergelangan kakinya saat turnamen bola."
Tentu Gante terkejut, bisa-bisanya ia baru mengetahui kabar ini sekarang. Ia merasa tak berguna sebagai sahabat. Rangga yang menyadari perubahan raut wajah Gante, lantas berkata "Sorry, gue gak bermaksud untuk gak ngasih tau lo. Syahrul sendiri yang nyuruh gue untuk gak cerita dulu tentangnya sama lo, takut lo kepikiran."
.
.
.Kondisi Galen kian parah, sehingga membuat cowok itu dilarikan kerumah sakit pasca mengeluh sakit didadanya dan berujung pingsan. Gante sungguh panik, melihat kondisi sang adik yang buruk padahal seingat Gante adiknya itu tak pernah mengeluh sakit apapun.
Galen sedang diperiksa didalam, entahlah namun saat Gante melihat dari balik kaca, kondisi adiknya itu terlihat sangat parah. Sebenarnya ada apa? Apa lagi-lagi Galen menyembunyikan sesuatu?
Seorang dokter keluar dari ruangan, ia tersenyum menyapa Gante yang kelihatan panik dan gelisah. "Dok, gimana keadaan adik saya?" Dokter Maya langsung mengisyaratkan Gante untuk ikut masuk kedalam ruangannya, Maya hendak berbicara empat mata dengan kakak dari pasiennya tersebut.
Sesampainya diruang dokter Maya, wanita itu langsung mengeluarkan kertas hasil sinar X paru-paru Galen. "Saya sudah lama mengenal Galen, dia salah satu pasien saya." Gante mengernyit kebingungan, apa maksud dari pasien lama? Apa adiknya selama ini pasien rumah sakit?
"Saya tidak tahu apakah Galen bercerita pada keluarganya mengenai kondisi kesehatannya."
"M-maksud dokter?" Jantung Gante berdegup kencang, wajahnya dengan serius menelisik gambar paru-paru adiknya dari sinar X.
"Kondisi adik kamu semakin parah, kemungkinan resiko yang tak inginkan semakin kuat. Gak ada hal yang bisa dilakukan selain melaksanakan donor paru-paru untuk adik kamu." Timpal Maya.
Mata Gante berkaca-kaca mendengar semua penjelasan dokter maya. Tenggorokannya seolah kelu, bak ditikam seribu belati, rasa sakit menyerang Gante secara bertubi-tubi kala mendengar ucapan dokter Maya setelah itu.
"Galen mengidap kanker paru-paru stadium tiga."
.
.
.Aku tuh sebenernya gak tega sama Galen😭 tapi mau bagaimana lagi udah takdir Author 😭🙏
Mianee:-)
KAMU SEDANG MEMBACA
Kisah Singkat Untuk Gante
Ficção Adolescente⚠️ WAJIB FOLLOW AKUN AUTHOR! JUDUL AWALNYA CANDALA + Belum Direvisi "Tidak perlu kata-kata ketika hati benar, karena cinta dapat didengar bahkan dalam kesunyian yang paling mematikan." Ditinggal mati oleh sang Ayahanda, serta sang Ibunda yang lagi b...