"Kamu harus makan, biar cepat sembuh." Kata Gante sembari menyendok makanan khas rumah sakit kemulut Nazwa, "buka mulutnya, Nazwa."
Bibir Nazwa terkatup rapat, mengisyaratkan bahwa ia menolak makanan itu. Meskipun menerima penolakan, Gante tetap sabar merawat gadisnya.
"Aku gak selera makanan rumah sakit. Hambar." Cicit perempuan itu dengan pandangan kearah sudut ruangan, berpikir wajahnya sudah menghadap tepat didepan Gante. "Oke, kamu mau makan apa?"
Senyuman tipis terbit, membuat Gante mencubit gemas pipi Nazwa. "Hayo mau apa? Bilang aja Wawa."
"Aku takut kamu gak bolehin." Ungkap Nazwa.
"Gapapa, asalkan makanan yang masih wajar untuk kondisi kamu. Biar aku beli diam-diam, hehehe ..."
"Serius?"
"Hmm, yang penting pacar aku gak kelaparan." Ucapan Gante membuat Nazwa manyun. "Kamu masih mau sama aku? Aku kan buta."
Gante mengusap surai Nazwa dengan lembut, "Jawabannya sama dengan jawaban kamu pas aku nanya alasan kamu mau sama aku." Nazwa hanya terkekeh mendengar itu. "Aku sebenarnya lapar, tapi enek sama makanan rumah sakit!"
"Jadi kamu mau makan apa?"
"Euuumm, bakso boleh?"
Sebenarnya Gante bingung mau mengiyakan permintaan Nazwa apa tidak. Pasalnya bakso itu bukan makanan yang pantas dikonsumsi Nazwa disaat kondisinya lagi begini.
"Gak ada yang lain, Wa?"
"Kata kamu gapapa asalkan aku makan," Wajah Nazwa terlihat sedih.
"Bakso itu gak sehat," balas Gante.
"Tapi baksonya kan buatan kamu."
Oke, katakan Gante menyerah. Ia tak sanggup melihat Nazwa bersedih hanya karena perihal bakso. Biarlah ia mengalah, lagipula baksonya higenis dan tak mengandung pengawet sama sekali. Karena ia sendiri yang buat.
"Oke bakso, nanti aku suruh Galen bungkusi satu buat kamu. Bentar lagi pesanan akan diantar." Ucap Gante seraya mengirim pesan kepada adiknya, untungnya Galen online jadi bisa langsung membalas pesan cowok itu.
Nazwa tertawa riang, sudah tak sabar mencicipi bakso dimulutnya. Gante tersenyum senang, keceriaan kecil yang Nazwa perlihatkan membuat hati Gante sedikit menghangat.
Tangan Nazwa bergerak perlahan, hendak menyentuh wajah Gante namun tak kunjung ketemu. Melihat itu, Gante langsung mengarahkan tangannya kewajahnya. Nazwa tersenyum manis meraba wajah tampan Gante.
"Hidung mancung." Nazwa meraba permukaan hidup Gante.
"Bibir tebal."
"Ada kumisnya dikit, haha."
"Belum cukuran juga."
"Rahangnya tegas."
Nazwa mengusap rambut halus Gante, "rambutnya agak panjang dan kriwil, terasa lembut dan berponi." Gante terkekeh begitu Nazwa menyebutkan rambutnya kriwil.
Tangan Nazwa bergerak menuju area mata. Gante menatap was-was, takut-takut jika Nazwa kembali mencolok matanya.
"Matanya dua."
"Ya iyalah dua, masa satu. Minions lah aku."
Ketawa Nazwa mengudara, Gante memang paling jago membuat suasana cair. Nazwa sempat berpikir mendaftar lelaki itu ke ajang stand up comedy. Kali-kali menang.
"Kenapa kamu sebut itu semua?" Gante tidak mengerti, apa maksud Nazwa meraba wajahnya dan mengucapkan karakteristik wajah tampannya.
"Biar aku bisa selalu ingat wajah kamu, karena mulai hari ini aku tidak bisa melihat wajah kamu lagi." Ucap Nazwa terdengar lirih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kisah Singkat Untuk Gante
Fiksi Remaja⚠️ WAJIB FOLLOW AKUN AUTHOR! JUDUL AWALNYA CANDALA + Belum Direvisi "Tidak perlu kata-kata ketika hati benar, karena cinta dapat didengar bahkan dalam kesunyian yang paling mematikan." Ditinggal mati oleh sang Ayahanda, serta sang Ibunda yang lagi b...