CHAPTER 03

66 13 0
                                    

CHAPTER 03 || RAIN

***

Suasana kelas F-8 terasa tegang. Di depan, Pak Anton, guru fisika, sedang menjelaskan materi dengan serius. Tak ada yang berani bersuara sedikit pun. Entah mereka paham atau tidak, semua siswa tetap fokus memperhatikan penjelasan Pak Anton.

Sudah jadi rahasia umum, Pak Anton dikenal sebagai salah satu guru paling killer di SMA Xenon. Dia tak segan-segan mengirim murid ke BK jika melanggar aturan, sehingga tak ada yang berani berbuat ulah saat berhadapan dengan guru fisika ini.

"Kecepatan total atau Vt bisa dihitung dengan mengakarkan hasil penjumlahan dari kuadrat kecepatan pada sumbu x (Vx) dan kuadrat kecepatan pada sumbu y (Vy). Dari nilai Vy dan Vx, kalian juga bisa menghitung sudut elevasi. Rumusnya sudah saya tulis di papan tulis."

Kring ... kring ... kring

Seluruh siswa menarik napas lega begitu mendengar bel istirahat berbunyi.

"Baik, kita akhiri pelajaran hari ini. Tugas sudah saya kirimkan, jangan lupa dikerjakan karena lusa akan saya cek satu per satu."

Setelah Pak Anton keluar dari kelas, suasana kelas langsung ramai. Banyak siswa yang bergegas menuju kantin, termasuk Zeya dan kedua sahabatnya. Mereka berjalan beriringan di koridor, sementara Jissa terus mengomel tentang materi fisika tadi.

"Sumpah, anjir! Gue bener-bener muak sama fisika. Bisa gak sih tuh mata pelajaran dihapus aja dari muka bumi?" ujar Jissa dengan nada penuh frustrasi.

Tawa Chenzi menggema, membuat Jissa semakin kesal, sementara Zeya hanya bisa menggelengkan kepala.

"Udah, Jiss, diem dulu. Ntar kedengaran sama anak emas nya pak Anton bisa di cepu in lo," tegur Zeya.

Jissa langsung menutup mulutnya rapat-rapat. Benar juga, dia lupa kalau mereka masih di luar kelas.


Tiba-tiba, Chenzi menepuk pundak Zeya, membuatnya menoleh. "Tuh, gebetan lo," tunjuk Chenzi ke arah lapangan basket.

Zeya langsung memandang ke arah Revan yang sedang bermain basket. Dia meletakkan telapak tangannya di dada sebelah kiri, merasakan jantungnya berdegup kencang. Pesona Revan memang selalu berhasil membuatnya terpana.

Jissa hanya memutar bola matanya dengan malas. "Ayo cepetan ke kantin. Lo kalo lagi jatuh cinta suka bego, tau nggak," kata Jissa sambil menarik tangan Zeya, diikuti Chenzi yang tertawa di belakangnya.

"Ih, Jissa! Gue kan masih pengen liatin Revan!" protes Zeya.

"Enggak, enggak! Mending kita makan dulu. Mana kenyang kalau cuma liatin cowok doang," balas Jissa tegas.

Zeya pun hanya bisa pasrah saat Jissa menariknya menjauh dari lapangan.


✩₊˚.⋆☾⋆⁺₊✧



Revan meneguk air mineral yang ia bawa tadi, lalu memilih duduk di kursi pinggir lapangan. Matanya menatap kedua temannya yang sedang bermain basket.

"Emm... Kak Revan?"

Revan menoleh, mendapati seorang siswi berkacamata tebal berdiri di depannya. Ia melirik nametag di seragam siswi tersebut.

Echoes of Love (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang