CHAPTER 06

42 8 0
                                    

Zeya melempar tasnya sembarangan, lalu merebahkan diri di sofa apartemen. Pikirannya kembali ke permintaan Pak Sobri tadi. Kenapa dia malah menerimanya? Dengan frustrasi, Zeya mengacak-acak rambutnya.

"Harusnya gue tolak aja tadi, kenapa gue malah nerima?" gumamnya.

Sebenarnya, Zeya bukan tidak ingin ikut olimpiade, hanya saja... entah. Ia sendiri bingung dengan perasaannya. Yang jelas, sekarang dia menyesal telah menerima permintaan itu. Zeya memutuskan untuk menemui Pak Sobri besok. Semoga saja keputusannya bisa dibatalkan.

Drttt ... Drttt

Suara ponselnya yang berdering menyela lamunan. Saat melihat nama 'Haren' tertera di layar, Zeya langsung menggeser tombol hijau.

"Halo?"

"...."

"Hah? Iya ini gue otw kesitu sekarang."

Sambungan telepon terputus begitu saja. Dengan cepat, Zeya mengganti seragamnya, lalu buru-buru turun ke basement untuk mengambil mobilnya. Tanpa banyak basa-basi, ia mengendarai mobil dengan kecepatan di atas rata-rata.

Sepuluh menit kemudian, Zeya tiba di sebuah rumah bergaya klasik dengan pepohonan besar yang mengelilinginya. Banyak motor terparkir rapi di halaman. Zeya melangkah masuk dan segera menuju ruang tamu.

"Mana Haren?" tanyanya tegas.

Sekumpulan pemuda di ruang tamu menoleh. Salah satu dari mereka, seorang pemuda bernama Alfa, mendekati Zeya.

"Itu, Kak. Di sofa," Alfa menunjuk Haren yang tergeletak babak belur di sana.

Zeya mendesah kesal dan segera menghampiri adiknya yang terkapar. Alfa memberi kode kepada teman-temannya untuk meninggalkan ruang tamu, menyisakan Zeya dan Haren berdua.

"Sekarang apa lagi?" Zeya bertanya, nadanya datar tapi penuh amarah tertahan.

"Tadi dikeroyok anak-anak Spenja," jawab Haren cepat. "Sumpah, Kak, kali ini bukan gue yang mulai duluan!" lanjutnya dengan nada panik saat melihat tatapan tajam dari Zeya.

Haren, adik kandung Zeya yang baru kelas 9 SMP, memang sering membuat masalah. Tawuran, balapan liar, bahkan pernah tertangkap minum alkohol hingga membuat orang tua mereka marah besar. Zeya sudah lelah mengurus tingkah laku Haren yang seolah tidak kapok meski sering dihukum.

"Ayo, pulang," ucap Zeya tegas, lalu berjalan keluar diikuti Haren di belakangnya. Saat keluar, Zeya melihat teman-teman Haren sudah banyak yang pergi, hanya tersisa beberapa motor.

"Gue tunggu di mobil," katanya sebelum masuk ke dalam mobil.

Alfa menghampiri Haren. "Udah mau pulang?"

"Iya, gue cabut duluan. Nitip salam buat Nico sama yang lain," kata Haren sambil high-five dengan Alfa.

Setelah berpamitan, Haren masuk ke mobil Zeya. Zeya mulai melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Saat menyadari arah yang dituju, Haren menoleh panik ke arah Zeya.

"Please, Kak, jangan pulang ke rumah papa mama," pintanya dengan nada memelas.

Zeya mendesah pelan tapi tegas. "Jangan jadi pengecut, Ren. Mama sama papa berhak tahu masalah lo ini. Jadi cowok harus gentle."

"Tapi, Kak, gue gak siap dihukum papa. Ayolah—"

"Kalo gak mau dihukum, jangan bikin masalah."

Echoes of Love (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang