CHAPTER 05

46 9 0
                                    

"Jika kamu ingin bahagia, jangan biarkan masa lalu mengusikmu. Kamu boleh melihat ke belakang, namun jangan membawanya kembali."

.
.
.
.

Revan melangkahkan kakinya di koridor dengan kedua tangan di saku celana. Matanya lurus menatap ke depan, namun segera tertuju pada dua sosok berbeda gender yang berjalan beriringan tak jauh darinya.

Tangannya mengepal kuat saat melihat mereka tertawa bersama. Alisnya menukik, merasakan panas yang menjalar dalam tubuhnya. Tatapan Revan mengungkapkan kecemburuannya yang dalam.

"Revan?" Ana memanggil setelah menyadari kehadirannya.

Keinginan kuat muncul dalam hati Revan untuk menarik Ana kembali kepadanya. Namun, niat itu ia urungkan saat cowok di samping Ana—Gala—menggenggam tangan Ana dengan percaya diri. Gala menatap Revan dengan penuh permusuhan, seolah ingin menegaskan kekuasaannya atas Ana.

"Jangan ganggu Ana. Dia pacar gue sekarang!" kata Gala tegas.

Revan dan Gala kini saling berhadapan. Revan yang lebih tinggi dua senti dari Gala menatapnya dengan tatapan dingin, sebelum tertawa pelan. Pernyataan Gala terasa konyol baginya. Ana hanya ingin membuatnya cemburu, begitu pikirnya. Tidak mungkin Ana begitu cepat melupakannya setelah setahun pacaran, apalagi mengingat betapa dalam perasaan Ana terhadapnya dulu.

"Secepat itu lo lupain gue, Na?" Revan bertanya dengan nada dingin.

"Why not? Hidup gue gak selalu berporos di lo doang, Van. Dan ya, stop ngajakin gue balikan karena gue udah punya pacar," balas Ana sambil merangkul lengan Gala.

Sebelum pergi, Gala menyeringai ke arah Revan, membuat kemarahan Revan semakin memuncak. Setelah mereka beranjak, Revan meninju tembok di sampingnya untuk melampiaskan emosinya.

"Hari gini masih gamonin mantan?" Suara seorang gadis menyadarkannya.

Revan menoleh dan melihat Zeya bersandar di tembok, menatapnya dengan tatapan prihatin. Ia mendekat dan mencengkeram tangan Zeya erat.

"Maksud lo apa natap gue pake tatapan kaya gitu?" desis Revan.

Zeya hanya terkekeh, bukannya merasa terancam. "Kasian aja ngeliat lo. Gamon setengah mati, eh yang di-gamonin udah punya yang baru."

Jika kedua sahabatnya mendengar itu Zeya yakin mereka akan mengumpati Zeya dengan kata-kata 'minimal ngaca'. Tapi karena hanya ada mereka berdua, Zeya merasa aman mengatakan itu. Namun, Revan tersenyum sinis.

"Minimal ngaca, bukannya lo juga gitu?"

Hah?

Zeya terperanjat mendengar kata-kata Revan. Bagaimana Revan bisa tahu soal masa lalunya? Selama ini, Revan terkenal cuek dan tidak peduli dengan urusan orang lain. Gadis itu tersentak ketika cengkeraman Revan semakin kuat, membuatnya meringis. Dia baru menyadari betapa menakutkannya Revan saat marah.

"Tangan lo luka, harus diobatin sebelum infeksi," ujar Zeya berusaha mengalihkan perhatian.

Revan melirik tangan kanannya yang berdarah, lalu menatap Zeya kembali. Senyuman miring muncul di wajahnya. "Kalau gitu, obatin tangan gue."

Echoes of Love (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang