CHAPTER 38 (END)

10 5 0
                                    

Sudah hampir dua minggu Zeya berada di rumah sakit. Gadis itu sadar tiga hari setelah operasi dan sekarang sedang berjuang pulih dari cedera tulang belakang. Meski terlihat membaik, Zeya masih harus menghadapi rasa sakit dan keterbatasan geraknya. Untungnya, kedua sahabatnya, Jissa dan Chenzi, selalu setia menemani.

"Sayang banget lo nggak bisa ikut wisuda waktu itu," ujar Jissa sambil memandang Zeya penuh rasa iba.

"Iya, padahal gue pengen banget lihat Revan pakai tuxedo," gumam Zeya pelan, namun masih terdengar jelas oleh kedua sahabatnya.

"Eh, ngomong-ngomong soal Revan," sela Jissa, "lo udah tahu belum kalau dia juga dirawat di sini? Waktu lo diculik, dia kecelakaan. Rem mobilnya blong."

"Hah? Terus dia gimana sekarang? Baik-baik aja kan?" tanya Zeya cemas.

"Katanya, sih, beberapa hari lalu dia udah sadar," jawab Chenzi.

"Oh gitu... Gue mau jenguk dia, dong. Di ruangan mana dia dirawat?"

Tak lama kemudian, ketiganya berjalan menuju ruang rawat Revan. Saat berdiri di depan pintu, Zeya terlihat ragu. Kedua sahabatnya memberi anggukan menyemangati, membuatnya menarik napas dalam-dalam sebelum akhirnya membuka pintu.

Di dalam, Revan terlihat sedang bersandar pada sandaran tempat tidur, menatap Zeya dengan tatapan yang terasa asing. Wajahnya yang biasanya penuh kehangatan kini tampak dingin.

"Lo siapa?" Itulah pertanyaan pertama yang keluar dari mulut Revan.

Zeya terdiam. Sebelumnya Alice sudah memberitahunya bahwa Revan mengalami amnesia pasca operasi, namun tetap saja rasanya menyakitkan saat menghadapi kenyataan ini. Orang yang ia cintai tidak mengenalinya lagi.

"Gue Zeya. Gue dirawat di ruangan sebelah lo, jadi sekalian mampir buat jenguk," ujarnya berusaha santai, menutupi kekecewaannya.

Revan hanya menatapnya dengan ekspresi dingin. Ini benar-benar bukan Revan yang ia kenal. Seolah ada dinding tebal yang memisahkan mereka sekarang.

"Oh... thanks," balas Revan singkat.

Zeya memaksakan senyum. "Kalau gitu, gue balik dulu, ya." Saat ia berbalik hendak pergi, pintu terbuka dari luar. Alice masuk ke dalam ruangan dengan senyum hangat.

"Eh, Zeya!" seru Alice. "Revan, kamu nggak inget sama pacar kamu ini? Eh, maaf, maksudnya mantan pacar," tambahnya dengan canggung.

Zeya hanya bisa menunduk, bingung harus bereaksi seperti apa saat Revan menatapnya dengan tatapan yang seolah menilainya dari ujung rambut hingga ujung kaki.

"Aku nggak ingat," ujar Revan singkat, dan kalimat itu seperti duri tajam yang menancap di hati Zeya.

"Nggak apa-apa, Tan," ucap Zeya, berusaha terdengar tegar. "Mungkin memang ini jalan takdir kita." Ia segera berbalik dan melangkah keluar ruangan, menahan rasa sakit yang semakin berat di dadanya.

Alice menatap Revan penuh harap. "Semoga ingatan kamu cepat pulih, ya, Van."





✩₊˚.⋆☾⋆⁺₊✧



"Aku akan membawa Zeya ke Jogja," ujar Eyang Putri, yang akrab dipanggil Eyang Ti oleh cucu-cucunya.

Kedua orang tua Zeya sempat ragu, tapi mereka tahu keputusan Eyang Ti selalu yang terbaik. Walau setengah hati, mereka akhirnya menyetujui.

Zeya sendiri tidak keberatan. Kedua sahabatnya telah pergi untuk kuliah di luar negeri, meninggalkannya sendirian. Lagipula, dia bisa melanjutkan kuliah di Jogja.

"Kita akan berangkat minggu depan, persiapkan dirimu dengan baik, Zeya," pesan Eyang Ti sebelum meninggalkan kamar Zeya. Ia sudah diperbolehkan pulang dari rumah sakit.

Echoes of Love (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang