CHAPTER 18

40 6 0
                                    

"Sudah berapa kali kalian melanggar aturan? Rupaknya hukuman kemarin belum membuat kalian jera, ya?" Suara Pak Ben yang tegas terdengar di tengah lapangan sekolah yang panas. Di hadapannya berdiri dua belas murid, termasuk Zeya yang kali ini ikut berbaris karena tidak membawa name tag-nya.

Zeya sebenarnya selalu tertib dalam hal berpakaian, tapi hari ini name tag-nya mendadak hilang, dan sialnya, sekolah sedang mengadakan razia mendadak. Zeya hanya bisa pasrah.

"Zeya Adyssa, dimana name tag kamu?" tanya Pak Ben saat gilirannya tiba untuk diinterogasi.

"Saya juga gak tahu, Pak," jawab Zeya jujur.

Pak Ben hanya menggeleng, lalu beralih ke murid berikutnya. Wakil Ketua OSIS yang bertugas mencatat poin pelanggaran menatap Zeya.

"Lo dapet 10 poin untuk semester ini," katanya tanpa ekspresi.

Zeya hanya mengangguk. Masih lebih baik daripada tahun lalu, ketika ia mendapat 25 poin karena sering membolos. Tahun lalu Zeya sering merasa kelelahan karena jadwal les yang padat, membuatnya sulit tidur, dan berujung pada kebiasaan bolos ke perpustakaan untuk tidur sejenak.

Ketika bel istirahat berbunyi, barisan pun dibubarkan. Beberapa murid yang melakukan pelanggaran berat dikenai hukuman membersihkan area gedung C, tetapi Zeya dan dua murid lainnya dibebaskan dari hukuman.

"Gila, panas banget!" keluh Zeya sambil mengipasi wajahnya dengan tangan saat ia duduk di taman belakang sekolah. Ia benar-benar kelelahan karena berdiri lama di bawah terik matahari.

Tiba-tiba sesuatu yang dingin menyentuh pipinya. Zeya menoleh dan melihat Revan menyodorkan minuman dingin ke arahnya. Tanpa pikir panjang, Zeya menerimanya dengan senang hati.

"Thanks," ucap Zeya sebelum membuka tutup botol dan meminum isinya. Saking hausnya, ia meminum setengah isinya dalam sekali teguk.

"Pelan-pelan, nanti keselek," tegur Revan sambil menahan tawa melihat Zeya yang hampir tersedak.

"Kok bisa ilang?" tanya Revan kemudian, membuat Zeya mengerutkan dahi bingung.

"Name tag lo," lanjut Revan sambil melirik ke arah Zeya yang masih terlihat tidak mengerti.

"Oh, itu. Gak tahu, mungkin jatuh di kamar," balas Zeya cuek. "Cuma name tag, tinggal bikin baru aja."

Zeya lalu memutar tubuhnya menatap Revan, "Lo dari tadi merhatiin gue, ya?" tanyanya sambil menaik-turunkan alisnya, menggoda.

Revan langsung menjitak pelan dahi Zeya. "Sakit, tau!" seru Zeya sambil mengusap dahinya.

"Makanya, jangan geer. Gue cuma kebetulan lihat lo dari jauh, terus gue samperin."

Zeya mencibir pelan dalam hati. Padahal ia tadi sudah melihat Revan dari balkon lantai dua. Bisa-bisanya cowok itu bilang cuma kebetulan?

Tak ingin memperpanjang pembicaraan, Zeya berdiri dari duduknya dan bersiap kembali ke kelas.

"Mau ke mana?" tanya Revan sambil mengikuti gerakan Zeya.

"Ke kelas, lah. Bentar lagi bel," jawab Zeya malas.

Revan pun berdiri, berjalan lebih dulu sambil menggandeng tangan Zeya. Zeya membiarkannya, walaupun harus menahan rasa risih saat beberapa adik kelas mereka mencuri-curi pandang ke arah Revan. Ah, lebih tepatnya ke arah mereka berdua.

"Gak usah jealous gitu," goda Revan setelah mensejajarkan langkahnya dengan Zeya.

Zeya mendelik. "Siapa juga yang jealous? Enggak, tuh."

Revan hanya terkekeh. Wajah Zeya yang memerah membuat Revan senang menjahilinya.

Sesampainya di depan kelas F-8, Revan melepaskan genggaman tangannya. Dia mengusap lembut rambut Zeya, membuat gadis itu sedikit tertegun.

Echoes of Love (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang