Walaupun tengah jam kosong, kelas F-8 terlihat lebih tenang daripada biasanya. Banyak siswa yang memilih tidur daripada membuat gaduh, sementara beberapa dari mereka terlihat fokus mengerjakan tugas. Zeya adalah salah satunya.
Gadis itu mengerjakan tugas Bahasa Indonesia sembari mendengarkan musik lewat earphone-nya. Hanya lima soal, tapi jawabannya bisa beranak. Tenang saja, mereka sudah kebal kok. Pusing sedikit, enggak ngaruh.
"Guys, bisa minta waktunya sebentar?"
Semua pasang mata menatap ke arah depan, di mana sang ketua kelas berada. Abiyyu berdiri di depan kelas sambil membawa beberapa tumpukan kertas. Ia kemudian melihat sekeliling; setelah dirasa semua memperhatikan, ia pun mulai berbicara kembali. "Ada yang minat jadi panitia Dies Natalis, nggak? Selain anggota OSIS," tanya Abiyyu.
"Lo aja lah, Yu."
"Gue kan anggota MPK, jadi udah masuk panitia. Jadi, gimana? Ada yang minat, nggak?" Abiyyu menatap satu per satu teman sekelasnya.
Dengan kompak, mereka menoleh ke arah Zeya, yang ternyata masih sibuk menulis dengan earphone yang sudah ia lepas. Merasa kelas menjadi hening, Zeya mendongakkan kepalanya dan menaikkan sebelah alis kala semua pasang mata tertuju padanya.
Di depan sana, Abiyyu tersenyum cerah. "That's right! Zey, lo jadi panitia, ya?"
"Kenapa gue? Yang lain aja lah," tolak Zeya mentah-mentah.
"Kan Jissa nggak ada, lo aja yang gantiin," usul Ega, yang disetujui oleh semua.
Zeya menghela napas panjang, kemudian mengangguk mengiyakan. Biasanya, Jissa yang selalu menjadi perwakilan kelas. Berhubung dia sedang tidak ada, maka tugas itu akan diambil alih oleh Zeya—dengan terpaksa. Alasannya simpel, Zeya sangat malas bertemu dengan para anggota OSIS.
"Oke, udah gue catet. Jangan lupa, nanti habis istirahat pertama langsung ke ruang meeting," pesan Abiyyu sebelum dirinya meninggalkan kelas.
✩₊˚.⋆☾⋆⁺₊✧
Dan disinilah Zeya berada. Sesuai pesan Abiyyu, Zeya kini sudah berada di ruang meeting bersama anggota OSIS, anggota MPK, dan satu perwakilan siswa dari setiap kelas. Mungkin lebih dari tiga puluh orang yang berada di sini. Zeya tidak tahu pasti karena malas menghitung.
Ruang meeting SMA Xenon kurang lebih terlihat seperti auditorium, tapi dalam versi minimalis. Zeya duduk di meja deret ketiga, dengan Kinan di sebelah kanannya. Sementara sebelah kirinya terdapat seorang siswi perwakilan dari kelas F-7, yang jika tidak salah nama dia adalah Rosita.
"Tumben lo mau jadi panitia?" tanya Kinan.
"Kalo bukan karena terpaksa, gue juga ogah kali."
Kinan mangut-mangut mengerti. "Gak papa, panitia cowoknya banyak yang ganteng. Jadi, nggak rugi-rugi amat, kan?" ucap Kinan dengan berbisik.
Zeya hanya mengangguk menyetujui. Ya, not bad.
Tak berselang lama, datanglah sosok ketua OSIS yang akan memimpin rapat hari ini. Ketua OSIS tidak sendiri; ia datang bersama wakil ketos, ketua MPK dan wakilnya, serta seorang sekertaris OSIS.
Dari tempat duduknya, Zeya menyangga dagu menggunakan tangan kanan, memperhatikan Ketua OSIS yang sudah berdiri di podium. Cowok dengan gaya rambut comma hair itu terlihat berwibawa dan tegas. Jiwa seorang pemimpin memang melekat padanya.
"Sebelumnya, gue mau ucapin terima kasih buat kalian yang udah dateng ke sini. Seperti yang kita tahu, seminggu lagi merupakan acara Dies Natalis sekolah. Kalian yang ada di sini bakal jadi panitia, gue harap kalian bisa menjalankan tugas dengan sepenuh hati," jelas Ketua OSIS sembari tersenyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
Echoes of Love (END)
Подростковая литератураsiapa pemenangnya? orang lama atau orang baru? ketika dua insan yang memiliki kisah masa lalu yang belum usai harus bertemu pada ketidaksengajaan yang tak terduga. zeya yang jatuh hati pada pandangan pertama dengan seorang cowok bernama revan bertek...