Tak terasa, liburan panjang yang dinanti-nantikan akhirnya usai. Tahun ajaran baru, kelas baru, dan tantangan sebagai siswa kelas dua belas sudah menunggu di depan mata.
Zeya melangkahkan kakinya ke dalam kelas XII F8, merasa senang karena bisa bertemu kembali dengan teman-temannya. Di hari pertama, kelas sengaja dibiarkan kosong; sepertinya para guru ingin memberi waktu bagi siswa-siswa untuk beradaptasi dengan kelas baru mereka.
"Ega, nyalain AC dong, panas banget di sini," pinta Jissa pada Ega yang sedang berdiri di dekat meja guru.
Tanpa banyak bicara, Ega langsung mengambil remote dan menyalakan AC.
"Eh, Zey, libur kemarin lo beneran nggak healing?" tanya Jissa ingin memastikan.
Zeya mengangguk singkat. "Iya. Kenapa, emang?"
"Parah banget, sebulan libur nggak dipakai healing, rugi lo! Gue aja main ke Aussie," sahut Chenzi sambil menggeleng heran.
"Dengar ya, gue tuh nggak kayak kalian yang suka jalan-jalan ke luar kota, apalagi sampai ke luar negeri. Kalian tau lah, gue kan anaknya mageran," jawab Zeya.
Padahal, kedua orang tua Zeya sudah menawarkannya untuk pergi berlibur. Tapi, Zeya yang lebih suka bermalas-malasan di rumah memilih tetap tinggal dengan sesekali berkencan bersama Revan.
"Jamkos gini bikin gabut, sumpah," ujar Sello, yang duduk sebangku dengan Chenzi.
"Main UNO aja, yuk. Hel, bawa UNO nggak?" Jissa sedikit berteriak ke arah Helmi yang duduk di pojok.
"Ada dong!" seru Helmi, sambil berjalan menghampiri mereka.
Kini mereka duduk melingkar, dengan Fera dan Ega yang ikut bergabung. Mereka memainkan UNO dengan prinsip "beda tempat, beda rules" - alias, mereka main sesuai aturan masing-masing tanpa mempermasalahkan aturan umum.
Mereka tertawa dan menikmati permainan, hingga akhirnya bel istirahat kedua berbunyi dan mereka menghentikan permainan.
✩₊˚.⋆☾⋆⁺₊✧
Di rooftop sekolah, tiga pemuda berseragam dengan tampilan santai tampak berleha-leha di bangku yang tersedia di sana. Kemungkinan besar, bangku itu peninggalan dari kakak kelas sebelumnya, mengingat hanya siswa kelas dua belas yang sering nongkrong di area tersebut.
"Al, tb-in gue cepet! Gue dikeroyok, anjing!" seru Dipta panik.
"Sabar, Njir. Ultinya lagi cooldown, lo juga jangan asal maju!" balas Alvin dengan nada tak kalah heboh.
Revan hanya melirik kedua temannya yang asyik bermain game online di ponsel mereka. Memang begitulah gaya mereka saat nge-game-jika tidak saling berteriak, mereka pasti sibuk memaki-maki musuh yang mengepung mereka. Revan sendiri jarang ikut bermain, kecuali kalau sedang bosan.
Enggan mendengar ocehan kedua temannya lebih lama, Revan beranjak dari tempat duduknya dan berjalan menuju pagar pembatas rooftop, mengarahkan pandangan ke lapangan basket di bawah. Para siswa baru saat itu sedang melaksanakan MPLS di auditorium. Biasanya, pada hari ketiga mereka akan dibawa ke lapangan untuk aktivitas fisik yang dipimpin oleh OSIS. Dan seperti tradisi setiap tahun, OSIS pasti punya trik-trik jahil di masa MPLS ini.
Revan mempersempit pandangannya, memastikan bahwa ia tidak salah lihat. Di bawah sana, tampak sosok Zeya yang tengah bermain basket bersama Jeffrey, hanya dengan seragam putih abu-abunya.
Revan menatap dingin ke arah lapangan di bawah, fokusnya tertuju pada Zeya yang tampak asyik bermain basket bersama Jeffrey. Tanpa sepatah kata pun, ia berlalu menuruni tangga dengan langkah tegas, meninggalkan Dipta dan Alvin yang masih asyik dengan game mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Echoes of Love (END)
Teen Fictionsiapa pemenangnya? orang lama atau orang baru? ketika dua insan yang memiliki kisah masa lalu yang belum usai harus bertemu pada ketidaksengajaan yang tak terduga. zeya yang jatuh hati pada pandangan pertama dengan seorang cowok bernama revan bertek...