Hiruk-pikuk siswa-siswi yang tengah berlalu-lalang membuat acara Dies Natalis SMA Xenon semakin meriah. Banyak siswa dari sekolah lain turut hadir—baik sebagai perwakilan lomba maupun sekadar sebagai suporter.
Bazar yang diadakan oleh sekolah pun menarik perhatian publik. Tak hanya para murid, orang luar juga diperbolehkan menikmati bazar dan pameran seni yang diselenggarakan. Acara tahunan ini memang selalu menjadi daya tarik tersendiri. Biasanya, sekolah hanya memperbolehkan siswanya untuk menikmati acara, tetapi di Xenon, semua orang bisa menikmatinya.
Tidak perlu khawatir terjadi tindak kejahatan atau semacamnya, karena kepala sekolah turun tangan langsung meminta bantuan dari polres untuk menjaga keamanan dan ketertiban selama kegiatan berlangsung.
Zeya duduk anteng di kursi panitia. Sesekali, ia berkeliling untuk memantau bazar yang menjadi tanggung jawabnya. Sejauh ini, kondisi di area bazar masih kondusif, dan Zeya berharap tidak akan ada kegaduhan atau kejadian aneh di sini.
Namun, harapannya pupus seketika saat melihat keributan di stan nomor sepuluh antara siswa dari sekolah lain dengan panitia. Sebelum keadaan semakin runyam, Zeya segera menghampiri mereka.
"Ada apa?" tanya Zeya kepada siswi yang menjaga stan nomor sepuluh.
"Anak Hyuzi nggak sengaja numpahin es ke seragamnya Gala," jawab siswi tersebut.
Zeya mendecak kesal dan mendekati dua lelaki yang sedang beradu mulut di sana. Ia merasa sangat frustrasi dengan Gala yang tidak bisa bersikap tenang sebagai anggota OSIS. Beruntung, keributan mereka tidak dihiraukan orang lain; setidaknya ia bisa bernapas lega.
Melihat Gala yang sepertinya ingin menghajar cowok asing itu, Zeya dengan refleks menarik kerah belakang seragam Gala. "Lo bisa ngerusak citra anak OSIS kalau bertindak gegabah kayak gitu," ujarnya setelah memastikan Gala tidak akan menyerang kembali.
"Gak usah ikut campur!" sentak Gala.
Zeya menghela napas. Ia melirik seorang cowok dari SMA Hyuzi, yang mengenakan jersey putih—dipastikan dia adalah anggota klub basket. Ternyata, Gala sedang mencari ribut tanpa memperhatikan lawannya. Jika mereka benar-benar berkelahi, bisa-bisa acara ini rusuh.
"Gue udah minta maaf, tapi dia malah ngajak ribut," kata cowok itu membela diri.
"Lo duluan yang nyulut emosi gue, anjing!" seru Gala.
"Ucapan gue itu fakta, lo aja yang sensian."
"Brengsek!"
Kali ini, Zeya menarik kerah seragam Gala dengan lebih kencang hingga membuatnya mundur beberapa langkah. Zeya mengabaikan tatapan tajam dari Gala.
"Lo bisa pergi aja? Jangan buat rusuh di sini, atau gue panggil polisi buat nangkep kalian," Zeya menatap cowok asing itu dengan tatapan tajam.
Cowok itu melirik Zeya sejenak, lalu berbalik pergi meninggalkan keduanya. Zeya beralih menatap Gala. "Jangan seenaknya sendiri, ini bukan di luar sekolah." Setelah mengucapkan itu, Zeya kembali berjalan menuju tenda panitia.
Ia tidak peduli jika Gala memilih mengejar cowok asing itu dan menghajarnya di tempat lain. Yang terpenting, mereka tidak berkelahi di area bazar, di mana banyak pengunjung luar yang berlalu-lalang. Akan sangat merepotkan jika hal itu terjadi. Tugas panitia memang sangat menguras tenaga!
"Wow, that was awesome."
Zeya menoleh dan terkejut melihat Denzel berdiri di sampingnya. Demi apapun, ia tidak sadar jika aksi heroiknya tadi disaksikan oleh Denzel. Eh, tunggu! Jika begitu, mengapa Denzel tidak membantunya? Kalau dia turun tangan, pastilah kedua cowok tadi langsung terdiam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Echoes of Love (END)
Ficção Adolescentesiapa pemenangnya? orang lama atau orang baru? ketika dua insan yang memiliki kisah masa lalu yang belum usai harus bertemu pada ketidaksengajaan yang tak terduga. zeya yang jatuh hati pada pandangan pertama dengan seorang cowok bernama revan bertek...