"Masih aja ngerokok padahal ketos galak banget," komentar Ezra pada Leo yang tengah menghisap nikotin.
Gavin dan Ezra duduk bersila di lantai lapangan indoor, di depan Oliv dan Leo yang duduk di tribun paling bawah.
Gavin menjulurkan tangan ingin mengambil bungkus rokok dari tangan Leo, ingin ikut menghisap nikotin juga. Namun Leo menjauhkan tangannya, dan menggeleng. Melarang Gavin ikut merokok.
"Jangan disini," katanya lalu mengantongi bungkus rokok dan sebuah korek kembali. Gavin mendengus.
"Gue bilang juga apa sih, Vin. Mending tinggal bareng di apart gue," ujar Leo kemudian setelah menghembuskan asap tepat di wajah Ezra, iseng.
"Ya kalo gue tinggal sama lo, sia-sia dong perjuangan gue selama ini?"
Oliv mengeluarkan permen lolipop dari mulutnya, "Bodyguard. Gue taroh bodyguard di rumah lo, oke gak?"
Gavin menggeleng, "Gak perlu lah. Gak tiap hari juga"
Ezra menggelengkan kepala, "bandel banget heran"
Gavin menatap Ezra malas, "ngaca! Harusnya Ezra aja nih yg di kasih bodyguard"
"Badan kecil gitu nanti melayang kena bentakan nyonya"
Gavin meringis kemudian karena Ezra memukul punggungnya tidak main-main. Oliv tertawa, sementara Leo menghembuskan asap lagi ke arah Ezra, semakin memancing emosi cowok cantik itu. Tapi bukan Ezra namanya kalau tidak punya kesabaran setebal kamus KBBI.
"Call gue tiap mereka dateng, gimana?" Gavin dan Ezra menggeleng serentak. Oliv mendorong kepala si kapten basket.
"Kalo mereka kabur, nanti malah makin parah, tolol!" Gavin dan Ezra mengangguk bersamaan.
"Paling bener lapor pihak berwajib aja," Gavin dan Ezra hanya diam dan saling bertatapan. Bingung harus merespon bagaimana.
,—
Gavin hidup sendiri. Dirumah besar peninggalan ibunya. Ayahnya masih hidup, namun entah kini tinggal dimana, Gavin tidak tau. Beliau pergi setelah ibunya meninggal, lalu mendatangi Gavin tiba-tiba hanya untuk bertengkar dengan Gavin dan memaksanya untuk menyerahkan segala hal yang Gavin punya.
Kalau ditanya bagaimana dengan keluarga Gavin yang lain, Gavin juga tidak tau. Sedari kecil, Gavin hanya hidup dengan pertengkaran orang tuanya, tidak lebih. Ah, atau setidaknya juga dengan kasih sayang ibunya.
Gavin bekerja di cafe saat weekend bersama Ezra meskipun ibunya meninggalkan banyak tabungan.
Ngomong-ngomong soal Ezra, cowok cantik dan anggun kesayangan semua orang itu juga sama seperti Gavin. Broken home.
Hanya saja, kedua orang tua Ezra masih hidup. Meskipun Ezra juga seakan tak memiliki ayah karena tidak pernah bertemu, dan ibunya yang jarang pulang.
Takdir menyatukan mereka berdua yang kekurangan kasih sayang dengan Oliv dan Leo yang berlimpah kasih sayang. Kombinasi yang pas dan tidak terpisahkan. Mereka empat serangkai angkatan 22.
"Nanti langsung pulang aja, gausah basket dulu" Leo menyodorkan semangkuk bakso ke depan Oliv.
Setelah Leo menghabiskan 3 putung rokok dan sebelum Gavin semakin memaksa ingin ikut merokok, mereka memutuskan berpindah tempat ke kantin hingga sekarang saat jam istirahat tiba.
Gavin yang baru saja menyendok mie ayam, menggeleng. Lalu mengangguk dengan cepat melihat tatapan tajam dari Ezra dan Oliv.
"Maksudnya iya gue ga basket tp gue ga langsung pulang" jelasnya buru-buru. Barulah tatapan Ezra melembut. Kalau tatapan Oliv memang selalu tajam, makanya banyak yang segan mendekat.
"Kenapa?"
Gavin menggeleng lalu menelan makanannya, "Gapapa, males aja sendirian" Ezra mengangguk.
"Btw, Vin. Sabtu nanti kata kak Adnan ada acara di cafe jadi kita lembur dari pagi sampe malem"
"Oh iya? Kak Adnan belum bilang ke gue" Gavin menyeruput es teh nya sambil memerhatikan teman-temannya. Leo yang melamun, Ezra yang sibuk mengunyah lagi dan Oliv yang senyum-senyum sendiri.
Gavin mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru kantin lalu matanya berhenti pada Noel. Cowok lucu itu tengah makan dengan pipi menggembung dan antusias mendengarkan temannya bercerita.
"Kemaren aku ketemu di supermarket. Kak Adnan lagi grosir date sama pacarnya"
"Lah, punya pacar toh?" Leo masuk kedalam pembicaraan. Mereka berempat memang mengenal Adnan, manager cafe tempat Gavin dan Ezra bekerja dengan baik.
Ezra dan Gavin mengangguk bersamaan.
"Kirain naksir Ezra, njir"
Oliv menatap Leo jengah. Lalu menggusak rambut Ezra gemas.
"Siapa sih yang gak naksir Ezra coba"
Gavin tersenyum kecil melihat alis Ezra yang hampir menyatu. Mengalihkan pandangan ke arah lain, dimana Noel kini menatap kearah mereka dengan mata membulat. Lagi-lagi terlihat sangat lucu. Diliriknya Oliv yang tidak menyadari itu karena sibuk menjahili Ezra.
"Noel ngeliatin lo terus" bisiknya pada Oliv yang seketika melihat ke arah Noel. Sementara Noel mengalihkan pandangan dengan cepat. Oliv tersenyum miring.
"Yeh, beneran dimabuk asmara ya lo" Gavin mendapat toyoran dari Oliv.
"Gue doain lo biar cepet dapet gebetan, Vin. Tenang aja," Gavin mendelik pada Oliv yang mengelus pucuk kepalanya.
"Gak minat," ucapnya singkat.
KAMU SEDANG MEMBACA
top position
РазноеKata orang, masa SMA itu masa terindah. Menurut Gavin Junior Ainsley, biasa saja. Tapi untungnya, ada orang-orang spesial seperti ketiga sahabatnya atau teman-teman club basket. Setidaknya, cukup berwarna. Sampai ketika rasanya hidupnya perlahan ber...