Hari Senin, Gavin kembali ke rutinitasnya seperti biasa. Berangkat sekolah dan mengikuti upacara.
Kemarin, Gavin juga bolos bekerja padahal demamnya sudah sembuh. Mengharuskan Leo kembali menggantikannya.
Gavin juga masih tetap tinggal di mansion Jordan atas perintah Clarissa. Oliv juga memintanya untuk mengiyakan itu, jadi Gavin tidak bisa menolak.
Awalnya, Oliv ingin meminta ijin untuk membawa Gavin ke mansionnya. Namun mendengar perkataan Dave saat itu membuat Oliv mengurungkan niat dan ikut menyetujui perintah Clarissa.
Oliv tau sesulit apa Gavin untuk tidur. Melihat Gavin terlelap dengan tenang di kamar Jordan tentu saja membuat Oliv senang.
"Jiakh Gavin sekarang punya sugar daddy" Leo merangkul (re: mengapit) leher Gavin dengan lengannya.
Gavin meringis dan memukul lengan Leo yang tengah tertawa menjengkelkan.
"Asbun banget, anjing!"
Gavin memukul wajah Leo dengan topinya setelah rangkulan cowok itu terlepas.
Ezra dan Leo juga sudah mengetahui bahwa Gavin tinggal di mansion Jordan sekarang. Kemarin mereka memaksa ingin mendatangi Gavin, namun Gavin selalu menolak dan berakhir Oliv yang menceritakan semuanya.
Ezra yang berjalan beriringan dengan Oliv di belakang mereka hanya menggelengkan kepala sementara Oliv berdecak malas.
Bisik-bisik kini memenuhi sepanjang lorong setelah Leo berkata demikian.
"Anjir kak Gavin boti?!"
Leo terpingkal sementara Ezra dan Oliv menahan tawa. Gavin menghela napas menahan hasrat ingin menendang Leo hingga ke merauke.
"Belum tentu anyink!"
"Tapi cocok-cocok aja deh"
"yaiya sih. Diantara mereka berempat emang yang paling dominan tuh—"
Leo tersenyum bangga dan menepuk dadanya percaya diri bahwa dirinya yang akan disebut sebagai yang paling dominan.
"Kak Oliv kan!!"
Senyum Leo luntur seketika lalu disusul tawa kencang milik Gavin.
"Iya njir. Coba lo perhatiin deh, kak Gavin sama kak Oliv klo seandainya pacaran pasti kak Gavin tipe submissive"
Wajah Gavin kembali datar dan membuat Leo kembali terpingkal. Oliv memijat pangkal hidungnya dan berdehem nyaring membuat dua adik kelas yang membicarakan mereka menoleh dan tersenyum canggung lalu berlari menjauh.
"Gavin boti, pffftt" Leo merangkul pinggang Gavin dari samping dengan kedua tangannya dengan erat membuat langkah mereka berhenti karena Gavin tidak bisa berjalan dengan benar.
Gavin menjauhkan kepalanya karena Leo meletakkan dagunya di pundaknya, membuat wajah mereka sangat dekat kalau Gavin menoleh.
Gavin mencubit lengan Leo dengan keras dan memukul wajah menjengkelkan Leo.
"Jangan jail terus nanti kena karma" Ezra menjewer telinga Leo dan menariknya menjauh dari Gavin.
Leo menggeliat karena merinding dengan ucapan Ezra sepersekian detik sebelum meringis dan memegangi telinganya. Tapi Ezra tidak melepaskan tangannya hingga mereka sampai di lapangan.
,—
"Dikasih uang jajan sama mom Clar nggak, Vin?"
Gavin menoleh pada Oliv yang mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru kantin, mengerjap dua kali lalu merogoh kantong celananya.
"Tadi di kasih Jordan ini" Gavin mengangkat sebuah kartu berwarna hitam. Ketiga temannya ternganga walau dengan raut yang berbeda.
"ANJING BENERAN PUNYA SUGAR DADDY" Leo berteriak heboh mengejutkan semua orang. Gavin tersentak lalu tanpa menunda-nunda segera menghampiri Leo dan menjambak rambut cowok rese itu.
Gavin bahkan sampai tidak sadar bahwa kartunya sudah berpindah tangan. Oliv yang mengambil alih kartu dari tangan Gavin segera menuntun Ezra menjauh. Menghampiri Noel, kemudian mulai memesan makanan semau mereka dan membayar menggunakan kartu itu.
Leo merintih sakit dan berusaha melepas tangan Gavin dari kepalanya. Walaupun tidak di tarik, cengkeraman Gavin cukup kuat.
Mereka berdua masih berada di dekat pintu masuk, omong-omong.
Gavin masih terus menjambak rambut Leo dan tidak berniat melepaskan cengkeramannya jika saja seseorang tidak menabrak punggungnya.
"Eh, sorry~"
Kening Gavin mengkerut mendengar suara cewek centil yang familiar. Berbalik, Gavin melihat tiga orang yang paling Gavin hindari. Bukannya apa, hanya malas saja berurusan dengan orang-orang ini.
Gavin menarik Leo dengan kencang untuk menyingkir memberi jalan. Leo tidak protes dan menutup mulutnya rapat-rapat.
Cewek yang menabrak Gavin tadi bukannya pergi justru merapat pada Leo dan bergelayut di lengan. Leo tentu saja risih dan menggoyangkan lengannya dengan kencang. Leo bahkan memeluk lengan Gavin dengan erat dan tidak mau menoleh, seolah sedang ketempelan cicak. Leo benci cicak.
Gavin ingin sekali mengejek Leo, menertawakan dan menggoda cowok itu. Tapi kedua cowok yang selalu mengikuti cewek gila ini menatap mereka remeh.
"Hadeh, muncul lagi trio itu. Minggu kemaren tenang banget padahal"
"semoga ga buat masalah lagi deh, capek gue liatnya"
Gavin balik menatap datar mereka berdua, walau dalam hati menyetujui bisik-bisik itu. Minggu kemarin adalah minggu yang tenang karena tidak ada tiga perusuh ini.
Jika Gavin dan ketiga temannya masuk dalam jajaran murid famous dan mendapat julukan empat serangkai angkatan 22, maka tiga orang ini adalah trouble-makernya.
Mereka bertiga akan mencari masalah dengan siapa saja. Tempramen mereka buruk dan pantas mendapat julukan berandal. Berkali-kali mendapat hukuman pun tidak pernah kapok.
Gavin dan Leo adalah korban samsak.
Gavin juga tidak mengerti apa yang ada di otak mereka saat tiba-tiba memukul orang lain dengan dalih bersenang-senang atau melampiaskan amarah pada orang yang tidak bersalah.
Sejujurnya mereka hanyalah pengecut yang menindas orang lebih lemah. Namun entah kenapa menyerang Gavin yang notabenenya anggota inti basket. Gavin jelas bisa melawan dan tidak bisa di taklukkan. Mungkin hal itu sedikit melukai harga diri mereka, makanya berkali-kali mencoba menargetkan Gavin tapi gagal.
Anggota basket adalah orang-orang yang solid sehingga tidak membiarkan Gavin di serang tanpa alasan.
Hal itu membuat mereka semakin gerah dan terus menerus mencari masalah dengan Gavin.
KAMU SEDANG MEMBACA
top position
Ngẫu nhiênKata orang, masa SMA itu masa terindah. Menurut Gavin Junior Ainsley, biasa saja. Tapi untungnya, ada orang-orang spesial seperti ketiga sahabatnya atau teman-teman club basket. Setidaknya, cukup berwarna. Sampai ketika rasanya hidupnya perlahan ber...