trauma

4K 318 3
                                    

Makan siang sudah selesai beberapa saat lalu dan saat ini Gavin tengah dalam perjalanan menuju ruangan Jordan. Mengantar beberapa berkas dari Ed.

Walaupun Gavin mengajukan diri secara sukarela, jujur berkeliaran sendirian membuatnya sedikit tidak nyaman. Gavin tidak punya hak, bukankah begitu?

Kendatipun Ethan mengatakan kalau he can do whatever he wants. Asal Gavin nyaman dan tidak lagi bosan.

Gavin berjalan lurus tanpa menghiraukan lirikan para karyawan Jordan. Mereka penasaran tapi tidak ada yang menegurnya. Toh, Gavin sudah mengantongi ijin memasuki ruangan Jordan semaunya.

Hanya meletakkan berkas di meja Jordan lalu Gavin bergegas pergi. Gavin memilih nongkrong di cafe bawah saja. Setelah memastikan pintu sudah terkunci dengan benar dan kuncinya sudah aman di kantong.

Gavin mengernyit ketika berbalik mendapati seorang karyawan berdiri seperti tengah menunggunya.

"Boleh minta tolong nggak dek? Ini ada berkas lama, bisa tolong taruh di gudang? Gudangnya di ujung lantai 4 ya. Sama tolong bawakan berkas kuning di rak pojok gudang. Makasih ya dek"

Gavin mengerjap memandangi map di tangannya dan karyawan itu bergantian. Wanita itu bahkan tidak memberinya kesempatan untuk bernapas sekalipun.

Ya sudahlah. Setidaknya ada sesuatu untuk mengisi waktu luangnya.

,-

Gavin mendorong pintu bertuliskan gudang di lantai 4 itu. Gelap. Bau khas gudang, debu, kertas usang, dan besi berkarat dari rak tua atau peralatan terbengkalai segera menusuk hidung setelah Gavin melangkah masuk.

Ini begitu familiar. Seolah Gavin tumbuh bersama dengan ini.

Meraba dinding mencari saklar lampu, di tekan sekali, dua kali, dan lebih banyak lagi tapi ruangan tetap gelap. Lampunya rusak.

Tidak masalah. Gavin hanya harus ke rak pojok. Meletakkan berkas di tangannya dan mengambil berkas kuning. Tidak masalah jika dia bisa bergegas. Melakukannya dengan cepat.

Rak pojok. Rak pojok. Rak pojok. Rak pojok.

Rak pojok terasa begitu jauh. Seolah Gavin hanya berjalan di tempat. Tidak. Gavin tidak bisa seperti ini. Meskipun kakinya bergetar dan terasa berat seperti di tindih oleh sebuah batu besar. Gavin harus melakukannya.

Ini tidak seburuk itu. Ruangan ini sedikit lebih luas dan bersih hingga Gavin masih bisa mencium aroma pengharum lantai. Tapi mungkin karena ini adalah sebuah gudang.

Memori buruk yang tidak pernah dia lupakan tercipta dari gudang. Menatap bekas lukanya di lengan dengan gemetar. Itu luka dari gudang.

Sesuatu yang begitu berat terasa seakan menghantam dadanya. Sesak. Dan Gavin tidak lagi mencoba melangkah maju. Sebaliknya, dia harus bergegas keluar.

Gavin tersenyum getir. Gavin tidak tau bahwa dia selemah ini.

Gavin meraih handle pintu dengan bersusah payah. Badannya seolah melayang dan kakinya tidak menapak pada lantai. Gavin menumpu badannya pada pintu, berusaha mendorong pintu dengan sisa tenaganya. Tangannya tidak mungkin mampu melakukan itu sendirian.

Tapi pintu tidak terbuka. Apa dirinya begitu lemah? Tidak. Gavin mencoba lagi. Mendorong dan menarik pintu dengan cepat dan sekuat tenaga tapi tidak juga terbuka. Pintu terkunci.

Badannya merosot jatuh. Tidak ada pilihan lain selain menenggelamkan kepalanya pada lipatan tangan di atas kedua lutut yang menekuk dan menunggu.

,-





Jordan kembali ke kantor lebih awal. Bodo amat dengan penampilannya yang acak-acakan. Jas yang disampirkan di lengan, dasi longgar dan kancing atas yang di lepas. Jordan merasa pening.

Tujuannya saat ini adalah ruangan Dave. Ruangan Dave di lantai 4. Ruangan Dave kosong, tenang, dan dingin. Cocok untuk menghilangkan pening.

Lift berdenting. Jordan ingin sekali berlari menuju ruangan Dave dan segera merebahkan tubuh di sofa empuk, tapi kerumunan itu sedikit mengalihkan perhatiannya. Berdecak kesal sebelum kemudian melangkah mendekat dengan langkah berat.

"Ada apa?" Jordan menaikkan alis saat kerumunan terkesiap hampir bersamaan. Di tengah lingkaran ada seorang wanita yang tengah menangis. Noda lipstik mencoreng pipi dan kemeja atas kusut. Jordan mengerti arahnya kemana.

Tidak banyak yang dapat ia cerna dari banyaknya celetukan. Tapi Jordan menangkap beberapa kata kunci. Anak SMA dan gudang.

Mungkin karena lelah. Mungkin karena pening. Hingga yang ada di kepalanya hanya sosok Gavin. Persetan dengan wanita itu. Persetan dengan isu yang dia bawa. Persetan dengan kerumunan. Persetan dengan apa yang telah terjadi.

Jordan hanya memacu langkahnya secepat mungkin. Untuk Gavin. Entahlah. Jordan bahkan bingung dengan dirinya sendiri.

Terpaku beberapa detik saat tangannya memasukkan kunci. Darimana dia dapat kunci gudang ini? Ah, dia merebutnya dari wanita itu.

Kepala Jordan sangat penuh hingga terasa kosong. Entah apa yang terjadi dan apa yang kini Gavin lakukan. Bagaimana ekspresinya nanti dan bagaimana sikapnya menghadapi ini.

Tapi yang dia tau, tidak pernah terlintas satupun di kepalanya bahwa Gavin akan meringkuk bergetar di lantai. Badannya seolah kaca yang sudah retak dan akan hancur berantakan dengan satu sentuhan kecil.

Dan Jordan justru merengkuhnya.









Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
top position Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang