Gavin berjalan tergesa dengan sekantong snack di tangan kirinya, memasuki ruangan Jordan lagi. Sebaiknya dia berdiam disini sampai Jordan membawanya pulang.
Memakan snack sembari mengelilingi ruangan, berhenti di dekat jendela melihat pemandangan di bawah, meneliti potret dalam pigura di rak pojok, berbaring di sofa, menduduki kursi Jordan. Segala hal Gavin lakukan untuk mengusir bosan.
Bungkus snack sudah berceceran di atas meja. Gavin berbaring di sofa memakan snack terakhir sambil melamun. Bahkan sampai tidak menyadari suara pintu terbuka.
Jordan menghela napas saat melihat pemandangan itu. Sekretaris di belakangnya juga sedikit tercengang heran.
Jordan tanpa sepatah kata segera mendekat dan meraih bungkus-bungkus snack, membuat Gavin terperanjat dan segera duduk, lalu tersedak.
Jordan dengan cepat membuang bungkus snack, mengambil air putih dan menyodorkannya ke Gavin.
Semua itu tidak luput dari sekretarisnya yang masih berdiri di tempat.
"Pelan-pelan makanya" ujar Jordan lembut sembari membantu Gavin minum.
Jarak wajah mereka dekat. Jelas dapat melihat pucuk hidung memerah dan air menggenang di sudut mata Gavin. Lucu.
"Kaget ih" Gavin mengusap sudut matanya.
Jordan terkekeh dan meletakkan gelas, "ngelamun aja sih"
"Taruh di meja aja, Cit"
Gavin yang sibuk mengusap lehernya menoleh, baru menyadari ada orang lain.
Citra, sekretaris Jordan tersentak kecil dan mendekat ke Jordan yang sudah duduk di kursinya. Meletakkan beberapa berkas di tangannya ke atas meja.
"Oke, thanks. Boleh siap-siap pulang"
"Baik, terima kasih pak" Citra menundukkan kepalanya sesaat lalu pergi meninggalkan ruangan.
Jordan sibuk melihat beberapa berkas itu dan membereskan mejanya. Membiarkan Gavin menghabiskan snack terakhir.
"Yuk, pulang"
"Okey" Gavin beranjak dan membuang bungkus snack pada tempat sampah lalu menghampiri Jordan.
Jordan sedikit membuka tangannya, bersiap meraih pinggang Gavin, tanpa sadar. Gavin menghindari itu. Membuat Jordan tertegun. Mengerutkan alis namun kemudian mengedikkan bahu.
Dengan ujung telinga memerah, Gavin merasa salah tingkah. Sejujurnya Gavin sudah biasa dengan kontak fisik mengingat dia dan ketiga temannya sering melakukannya. Apalagi hanya sekedar memeluk pinggang.
Tapi mengingat perkataan salah satu pegawai di minimarket membuat Gavin memandang kontak fisik dengan Jordan menjadi berbeda.
Tidak seperti tadi, kini Gavin berjalan mengekori Jordan dengan gelisah, menghindari setiap lirikan mata yang tertuju padanya.
,—
"Lo semua harus tau, tadi gue kan nganter berkas pak Jordan waktu dia udah selesai rapat, terus tuh bocah SMA leha leha di sofa, makan snack! Mana bungkusnya berantakan semua!" Citra meneguk air putih, merasa haus setelah berbicara menggebu-gebu di depan tiga karyawan yang lain.
"Dan yang lebih bikin kaget, pak Jordan yang beresin!" pekik Citra di sambut gebrakan meja.
Salah satu karyawan yang menyimak sambil sibuk di depan laptop jadi menoleh.
"Anjir! Serius?!"
"Duariuss!!"
"Siapa sih emangnya dia tuh? Lagian, dapat sugar baby begitu dimana deh? Pak Jordan ternyata doyannya cowok, ck!"
Citra menghela napas lelah, lalu menyangga kepalanya dengan satu tangan.
"Apa gue godain terang-terangan aja kali ya?"
"Ya kalo lo mau langsung di pecat aja sih"
Citra semakin cemberut.
"Gue dapat info nih" ketiganya menoleh pada pegawai yang memegang laptop.
"Namanya Gavin Junior Ainsley. Lo pada tau Ainsley kan? Bokapnya yg punya perusahaan menengah yang tahun-tahun terakhir ini bermasalah dan otw bangkrut"
Mereka bertiga mengerutkan alis dan mengangguk.
"Kok bisa deket sama pak Jordan? Di jual kali ya dia tuh?"
"Bisa jadi nggak sih? Kan biasanya gitu tuh. Bokapnya dah gapunya jaminan apa-apa"
Citra manggut-manggut. "Kok mau sih pak Jordan? Mana belagu banget anaknya sumpah dah, gatau diri kayanya"
"Pepet terus aja pak Jordannya, yakali doyan cowok SMA"
"Gue kira sugar baby-nya mungil bohay gitu anjir"
"Kalau dia dibawa kesini lagi kerjain aja lah, biar tau diri anaknya"
Mereka bertiga mengangguk-angguk setuju.
,—
"habis mandi langsung turun, makan malam" perintah Jordan sebelum dia dan Gavin berpisah di depan lift untuk menuju kamar masing-masing.
Gavin hanya mengangguk dan berlalu pergi menuju kamarnya. Kamar tamu, lebih tepatnya.
Gavin melemparkan tasnya ke meja belajar di sudut ruangan. Kemarin Gavin dan Jordan memang sempat mengambil barang-barang pentingnya ke rumah, dan saat kembali, meja belajar sudah terletak rapi atas perintah Clarissa.
Gavin melempar tubuhnya ke atas kasur dan membuka ponselnya yang dari tadi bergetar singkat namun beruntun, tanda pesan masuk.
Gavin membuka grup chat kelasnya, memutar bola mata malas dan menghembuskan napas lelah membaca banyaknya pesan yang memintanya untuk update.
Mereka masih mengkhawatirkan Gavin yang rumornya akan dihukum sugar daddy.
Meskipun jengkel, Gavin terkikik geli. Kemudian melangkah menuju kamar mandi.
KAMU SEDANG MEMBACA
top position
AléatoireKata orang, masa SMA itu masa terindah. Menurut Gavin Junior Ainsley, biasa saja. Tapi untungnya, ada orang-orang spesial seperti ketiga sahabatnya atau teman-teman club basket. Setidaknya, cukup berwarna. Sampai ketika rasanya hidupnya perlahan ber...