Gavin terbangun bertepatan dengan maid yang mengantar seragamnya. Gavin melirik ponselnya yang menyala, pukul 6 kurang 15 menit.
Gavin memutuskan untuk mandi.
Selesai mandi, Gavin keluar dengan handuk terlilit di pinggang, sengaja ia tinggalkan seragam di atas kasur.
Suara siulan mengejek membuat Gavin terkejut. Ternyata Jordan sudah duduk manis di sofa dan mengerling jahil menatapnya.
"So sexy"
Gavin menatap horor Jordan yang kini berjalan kearahnya dan menatapnya seperti om-om pedo.
"Fuck u, Jo!" umpat Gavin sambil lari menuju kamar mandi. Jordan tertawa puas. Ternyata sangat lucu menjahili bocah SMA itu. Eh?
,-
Jordan menyeret paksa Gavin menuju lantai 1. Lebih tepatnya ruang makan. Gavin berkali-kali menolak untuk sarapan bersama, tapi Jordan tidak menerima bantahan.
Gavin hanya merasa tidak nyaman. Sebab dirinya merasa sulit untuk berinteraksi dengan orang baru dan dapat di pastikan meja makan akan penuh oleh keluarga penghuni mansion ini.
Tapi mau bagaimana lagi. Jordan memang ngeyel sekali dan Gavin tidak mungkin menolak terus. Gavin hanya menumpang disini.
Memasuki dapur, Gavin melihat para maid sibuk mondar-mandir memasak dan menghidangkan masakan ke meja makan yang sudah berisikan 5 orang. Sekarang 7, termasuk dirinya dan Jordan.
Gavin menganggukkan kepalanya dan tersenyum kikuk saat ditatap secara bersamaan oleh mereka semua. Entahlah. Gavin tidak punya nyali. Berada di antara mereka membuat Gavin merasa kecil.
Di ujung meja sana, ada pria paruh baya dengan badan kekar, jelas lebih besar daripada Gavin. Gavin yakini itu adalah sang kepala keluarga.
Di deretan kanan meja makan, ada satu-satunya wanita dengan tinggi kurang lebih seperti Gavin.
Di deretan kiri ada 2 pria yang sedikit mirip dan kurang lebih seperti Jordan, salah satunya sudah pernah Gavin temui di ruang tamu kemarin, Ed dan 1 pria lagi dengan badan ramping tapi bisa dipastikan lebih tinggi dari Gavin, duduk di tengah mereka berdua.
Sementara Jordan mengambil tempat di sebelah sang nyonya, Gavin tentu mengikuti dan duduk di sebelah Jordan.
"Gavin ya?" ucap satu-satunya wanita di meja makan itu dengan tersenyum ramah.
Gavin mengangguk dan balas tersenyum lebih lebar.
"Maafkan kecerobohan Jordan. Tapi saya pastikan dia bertanggung jawab atas kamu, nak Gavin" Sang kepala keluarga menatapnya dengan wajah datar membuatnya kikuk.
"Sounds like Jordan got him pregnant." Celetuk pria di seberang Gavin membuat pria ramping di sebelah pria itu terbatuk.
"Dave..." nada peringatan sang kepala keluarga hanya di balas cengiran.
Gavin speechless melihat wajah lelah kepala keluarga itu.
"Even if that's the case, that's okay. Saya juga bisa pastikan Jordan bisa bertanggung jawab. Kalau tidak, ya mati saja kamu Jord" nyonya rumah terkekeh sendiri atas perkataannya sementara sang kepala keluarga menggelengkan kepala.
"Gausah di dengerin, mereka ngawur semua" ucap Jordan dengan wajah masamnya membuat pria ramping di seberang terkekeh sambil memegangi perutnya yang buncit. Eh? Buncit?
"Bercanda ya Gavin. don't be too serious~ Oh iya, saya Clarissa Martha Richardson, ibunya Jordan dan kakak-kakaknya. Kamu bisa panggil saya mom seperti yang lain.-
-ini, Ayah mereka, Andrew Richardson, panggil aja Dad.-"
Clarissa menunjuk pria di seberangnya,
"-Dia putra pertama saya, Eadrick Van Richardson or Ed dan suaminya Ethaniel Richardson or Ethan dan terakhir anak kedua saya Davendra Kei Richardson. You already know Jordan, right?" Gavin hanya mengangguk dan masih dengan senyum kikuknya."Oke now, lets eat first. Nanti Gavin telat"
,-
Pukul tujuh kurang lima belas menit, mereka sudah selesai menyantap sarapan dan kini Gavin juga Jordan tengah berada di garasi.
Jordan menyuruhnya untuk memilih kendaraan mana yang akan ia gunakan untuk berangkat sekolah. Karena tidak mungkin Gavin memakai motor miliknya sendiri.
"Ini gue milih sambil salto belakang juga ga bakal nyesel" celetuk Gavin membuat Jordan terpingkal, Gavin tersenyum lima jari.
"Jadi mau pake yang mana? Keburu lo telat, Vin"
Gavin tanpa sadar menatap Jordan berbinar seperti anak kucing. Jordan rasanya ingin mengantongi cowok itu.
"Lo pilihin aja deh, Jo. Keburu tua nanti kalo gue yang pilih"
Jordan mengacak rambut Gavin gemas.
,-
Gavin antara menyesal dan tidak meminta Jordan untuk memilihkannya kendaraan.
Tidak menyesal karena pilihan Jordan membuat Gavin bisa menumpangi mobil Ferrari SF90 Stradale. Tapi Jordan sendiri yang menyetir.
Alias, Gavin di antar cowok itu ke sekolah pakai mobil Ferrari SF90 Stradale.
"Nanti pulangnya call aja ya, sayang. Nanti gue jemput" Gavin mendelik mendengar panggilan Jordan. Jordan hanya tertawa lalu melambaikan tangan.
Jordan semakin tertawa ketika Gavin membalasnya dengan jari tengah.
Jordan mengawasi Gavin, memastikan siswa itu masuk area sekolah dengan aman. Alisnya mengernyit ketika lengan Gavin tiba-tiba dirangkul oleh siswa yang lebih mungil.
Kegiatan mengamati Gavin terhenti karena ketukan di jendela mobilnya.
"Ngapain lo disini, anjir? Pedo ya lo?"
so sorry udah ngilang beberapa hari...
gue gaada paket data dan kebetulan sibuk renov toko, so yeah..
KAMU SEDANG MEMBACA
top position
AcakKata orang, masa SMA itu masa terindah. Menurut Gavin Junior Ainsley, biasa saja. Tapi untungnya, ada orang-orang spesial seperti ketiga sahabatnya atau teman-teman club basket. Setidaknya, cukup berwarna. Sampai ketika rasanya hidupnya perlahan ber...