09. SESAK

83 39 1
                                    

"Bukan kehilangan kedua nya, tetapi perannya."
--Fania Syafira

••••••


Dengan dramatis Zean menjatuhkan dirinya kelantai dan mengaduh kesakitan, kemudian menoleh pada Ziro yang kini tengah mengganti posisinya tadi sambil menyembunyikan wajahnya pada dada mamahnya.

Dari atas Zio mencak-mencak sambil bergumam kata-kata kasar yang sepertinya di tujukan pada Ziro, terlihat dari arah pandangnya yang menatap sengit adik nya itu.

••••••••

Zio menatap tajam pada adiknya, di kedua tangannya terdapat sebuah mainan pesawat yang sudah terpisah dengan sayapnya, sementara Ziro yang menyadari kedatangan Zio cepat-cepat masuk kedalam pelukan Mira membuat Mira yang sedang asik-asiknya tertawa karena Film yang di tonton-nya berdecak kesal dan menatap anak bungsu nya dengan menaikkan sebelah alisnya.

"Mah, bang Zio mau mukul aku." Sudah tak heran dengan kelakuan si bungsu yang selalu bersikap sok imut di depan mamahnya, sementara jika di hadapan kedua abangnya ia akan berubah menjadi monster kecil menyebalkan.

Zio mendelik dengan perkataan adiknya yang tak sepenuhnya salah, ia tak akan memarahi adiknya jika ia tak berbuat ulah. Namun bukan Ziro namanya jika tidak sehari saja mengganggu kehidupan nya, ia seakan merasa kurang.

"Kapan gue mukul Lo hah?" Zio terlihat menahan kesal. Jika saja tak ada mamahnya disini, sudah ia pastikan kepala Ziro sudah terpisah dengan badannya, sadis memang.

"Gak usah sok suci deh bang, Lo tadi nyentil pala gue, sakit banget." Ziro berekting dengan dramatis, memperlihatkan pada mamahnya jikalau Zio sudah menganiaya dirinya.

"Lo! Anj-" sebelum Zio menyelesaikan ucapannya, bantal sofa sudah mendarat sempurna pada wajah-nya.

"Apa? Mau ngomong apa kamu?" Mira berkacak pinggang sambil menatap garang pada Zio, membuat Zean yang sedang menonton drama mereka tertawa jahat dalam hati.

"Gak ngomong apa-apa kok. mamah nih, selalu aja belain Ziro. Dia udah matahin pesawat aku mah." mencoba mengelak, dengan menunjukkan hasil kerajinan Ziro pada mamahnya dengan wajah ngambeknya.

"Ziro, kamu apain pesawat Abang?"Mira berusaha menjauhkan kepala Ziro yang senantiasa namplok pada tubuhnya.

"Aku cuman mau minjem aja, Mah. Bang Zio tuh, pelit banget. Jadinya aku banting aja pesawat-nya." Zean geleng-geleng kepala dengan penuturan adiknya itu, sementara Zio serasa ingin menangis keras mendengarnya.

"Tuh kan, Mah." Zio merengek pada mamahnya, sambil tangannya berusaha menjangkau tubuh Ziro kemudian mencubitnya.

"Udah-udah, nanti mamah ganti, deh." Mira berusaha melerai dengan melakukan negosiasi pada anak tengahnya itu.

"Yang paling bagus, Mah, mahal juga," ucap Zio. Membuat Ziro langsung mengangkat wajahnya lalu menatap mamahnya berbinar.

"Aku juga kan mah?" Pinta Ziro dengan puppy eyes.

"Lo gak usah!" Bukan Mira yang menjawab, melainkan Zean. Yang kini tengah tiduran di atas sofa panjang, sambil bertumpu pada sebelah tangannya.

Ziro mendelik mendengar nya, lalu menoleh kembali pada mamahnya, yang kini sudah berjalan menuju lantai dua dengan tak memperdulikan permintaan Ziro. Membuat Zio yang melihatnya tersenyum kemenangan tak lupa meleletkan lidahnya mengejek.

"Mamaahhh!" Ziro merengek dengan menghentak-hentakkan pantatnya pada sofa yang ia duduki.

"Bakal mamah beliin kalo kamu minta maaf sama Abang kamu dan janji gak bakal ngulangin lagi," Celetuk Mira dari tempatnya berdiri.

My Life! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang