HAPPY READING
••••••••
Zean menelusuri jalanan yang renggang siang ini. Melewati beberapa pedagang kaki lima juga para pengendara lainnya yang saling menyelinap satu sama lain.
Siang ini lumayan panas membuatnya membuka satu kancing kemeja atasnya, ia mengenakan kacamata ketika keluar dari mobil dan masuk kedalam restoran yang tadi di perintahkan oleh papahnya untuk menemui klien dan membicarakan tentang kontrak mereka.
"Siang, pak. Maaf telat, soalnya tadi habis jerniin pikiran. Biasa pak, papah kalau ngomong suka nyelekit bikin sakit hati." Sebelum duduk, Zean sudah berceloteh tak jelas membuat pria paruh baya di hadapannya hanya bisa tersenyum paksa dengan mempersilahkan ia duduk.
"Kamu siapa ya?,"ujar paruh baya tersebut. Selama ini ia tak pernah bertemu dengan anak dari teman kerja samanya itu, makanya ia sedikit tak mengenali Zean.
"Bapak main di gua mana, pak? Kok gak tahu saya, wahh parah sih" balas Zean tak habis pikir. Ia menggeleng kan kepalanya membuat paruh baya itu menyengrit.
"Ha?." Paruh baya itu hanya bisa ngang-ngong sedari tadi, manusia seperti apa yang di tugaskan oleh Randi ini.
"Gak usah basa-basi deh pak, kita langsung aja ya mulai meeting-nya," usul Zean tak sadar diri. Padahal ia yang sedari tadi berbasa-basi yang sangatlah basi.
"O-okeh,"ucap paruh baya tersebut. Dan langsung menuju pada intinya, Zean pun langsung berubah serius.
1 jam lamanya kira-kira mereka habiskan untuk meeting dadakan ini, jangan mengira disaat Zean yang notabenenya sangat petakilan dan sedikit tak tahu sopan santun ini juga tak mengerti soal perusahaan, otak nya sebenarnya pintar, hanya saja terhalang oleh kelakuannya.
"Baik, terimakasih, pak,"ucap Zean. sebagai penutup dan di angguki oleh paruh baya itu, kemudian pamit untuk pulang.
"Akhirnya bisa nafas juga gue, tercekat weh." Ia seperti terlepas dari penjara ketika dengan rakus menghidup udara dengan lebay.
Zean memasuki mobilnya lalu menjalankannya dengan pelan, karena dari arah depan tepatnya SMA JAYA BAKTI, baru saja membunyikan lonceng untuk pulang membuat gerbangnya dan jalan di depannya di penuhi oleh siswa-siswi yang berbondong-bondong untuk pulang.
Zean menjalankan mobilnya sangat lambat, setelah menembus banyaknya siswa kini ia telah melewati sekitaran sekolah, dari arah depan ia seperti melihat cewek aneh yang tengah duduk di jalanan dengan memegangi perutnya, seperti sedang kesakitan.
Fania tersentak dengan klakson mobil yang tapat berada di sampingnya, ia menyapu dadanya dengan sebelah tangan, sementara tangannya yang lain sibuk memegangi perutnya.
"Kenapa Lo?,"ujar Zea. Ketika menurunkan jendela mobilnya yang tepat di samping Fania.
"Gak papa."Fania memegangi perutnya dan merintih kecil.
"Naik!"titah Zean dengan menggerakkan tangannya seolah menyuruh.
"Ha?."Fania menyengrit tak mengerti.
"Ha-ho-ha-ho aja Lo kek orang bego disitu, cepet masuk. Oh, Lo mau di gendong?,"ucap Zean. Fania yang mendengar langsung merotasikan matanya malas.
"Malah bengong ini anak, cepetan Weh gue ini orang sibuk," tutur Zean. Fania mendengus kesal dengan perkataan Zean tak ayal ia pun memutari mobil dan menaikinya.
Kalau saja perutnya tak sedang sakit, ia tak akan Sudi naik mobil pria yang ada di sebelahnya ini. Pria emosian dan jutek tingkat akut.
"Sabar ngapa."Fania menutup pintu mobilnya dengan keras tak peduli dengan decakan orang di sebelahnya menyayangkan pintu mobilnya.
"Gak tau diri Lo, anjing," Zean mengumpat kesal. Lantas ia menjalankan mobilnya dengan ugal-ugalan.
"Bacot!" Bukannya tersinggung, ia malah asik menikmati angin sepoi-sepoi yang masuk dari jendela.
"Perut Lo, kenapa?," tanya Zean. Fania menoleh kearahnya dengan memegangi perutnya.
"Gak tau, sakit aja," balas Fania. Zean menyengrit mendengar jawabannya.
"Aneh banget deh Lo, belum makan kali," Tutur Zean. Fania baru ingat jikalau ia tak sempat sarapan tadi sebelum kesekolah. Ia pun tak pergi ke kantin karena disaat jam istirahat ia lebih menghabiskan waktu nya di perpustakaan untuk belajar, karena Minggu depan akan ujian kelulusan.
"Iya yah, gue belum makan dari pagi." Fania terkekeh dengan kebodohan nya.
"Bisa-bisanya." Zean menggeleng tak habis pikir.
Tiba-tiba Zean memberhentikan mobilnya, Fania menengok kanan kiri.
"Kita makan dulu, kebetulan gue juga laper," tutur Zean. Fania terdiam mendengar ucapan Zean, pasalnya ia tak membawa uang saku sebanyak itu untuk membeli makanan di restoran mahal ini. Fania hanya terdiam di tempatnya.
"Woi, ayo turun." Zean menyengrit.
"Ck, gue gak punya uang sebanyak itu buat beli makanan disini, mending kita beli yang lain aja, bakso misalnya." Tak ada rasa malu sedikitpun saat Fania dengan jujur mengungkapkan isi hatinya membuat Zean tersenyum geli.
"Gak papa, biar gue beliin. Itung-itung buat nabung,"balas Zean. Fania mendelik mendengar perkataan nya.
"Kalau gak ikhlas gak usah deh kayanya," ujar Fania kesal. Ia pun menuruni mobil dan berjalan mendahului Zean yang mengikuti dirinya dari belakang.
"Dih, sok-sokan nolak tadi," gumam Zean. Perempuan di depannya ini sangat plin-plan.
"Ayo cepetan oi." Fania berteriak tak tahu malu, beberapa orang di dalam restoran tersebut meliriknya sinis.
"Malu anjing! Biasa aja ngapa sih." Zean mendengus lalu menarik tangan Fania dan menyeretnya masuk kedalam restoran dengan mengapit kepala Fania di ketiaknya.
"Emphh, bangke Lo!"Fania memukul tangan Zean dengan kesal.
"Gak usah bacot deh, cepet duduk biar cepet makan, Lo mau mati emang gara-gara sakit perut," tutur Zean jengah. Ia dengan cepat mengangkat tangannya untuk memanggil waiters.
Setelah selesai memesan makanan dan menunggunya untuk segera di antarkan, Zean dan Fania hanya saling melirik canggung satu sama lain.
"Apa Lo liat-liat? Gue ganteng, oh makasi." Zean mengusap rambutnya kebelakang dengan gaya sok, Fania yang melihatnya membuat gestur ingin muntah.
"Geli anj," ujar Fania.
•••••
Terimakasih sudah membaca.
Jnlup votmen, teman-teman.
See you next chap.Tertanda
gril_04
Call me, Dila
KAMU SEDANG MEMBACA
My Life!
General Fiction"Kapan ayah pulang, Ibu?" "Kamu gak pernah nyusahin kakak, Famia!" "Kita gak butuh peran kalian! Aku benci kalian" "Lo sahabat terbaik gue, Mauren. Persahabatan kita lebih berharga dari apapun." "Jangan tinggalin kakak, Dek! "Gue takut kehilangan Lo...