Aku sakit, tetapi bukan hanya fisikku. Melainkan hatiku.
-Famia SyaziraSelamat membaca....
•••••Pagi ini, warna biru cerah mendominasi di atas sana, di temani dengan awan-awan putih dengan bentuk berbeda-beda menjadi hiasan yang indah, tak lengkap jika tak di temani oleh mentari yang seperti tengah tersenyum diatas sana, terlihat dari teriknya matahari seakan menyuruhnya untuk menyambut hari dengan gembira.
Namun, itu semua tak membuat suasana hatinya baik menyambut hari. Ia sedih melihat tak ada lagi senyum seperti biasa di pagi hari ketika ia keluar dari kamarnya. Tak ada lagi sapaan antusias dari adiknya. Adiknya hanya duduk diam di kursi meja makan dengan tangan yang mengaduk-ngaduk makanannya tak nafsu.
Wajahnya teramat pucat, tatapannya sendu. Ia seperti tak mempunyai gairah hidup. Fania berusaha tersenyum melihat keadaan adiknya. Ia tak boleh meneteskan air matanya di hadapan adiknya.
"Dek."Fania memanggil adiknya itu dengan nada sangat lembut, tetapi sang empu hanya bergumam kecil tak mendongak sedikitpun.
Fania tersenyum melihat adiknya, mendudukan dirinya di samping adiknya, lantas mengambil piring adiknya lalu bersiap menyuapkan nya.
"Kak, ibu udah gak perduli ya sama aku."Famia mendongak menatap kakaknya dengan wajah sendu. Fania menegang mendengar pertanyaan adiknya. Ia menggeleng lalu tersenyum simpul kemudian.
"Kok ngomong gitu sih dek, ibu itu mungkin sibuk aja kali, makanya-"ucapan Fania tak terlanjut karena di sele cepat oleh Famia.
"Kalau memang ibu masih perduli sama aku, kenapa pas aku nelfon dia semalam ibu ngomong kaya gitu kak."Famia terisak dan menggeleng pedih. Ia kecewa dengan pernyataan ibunya ketika ia memberitahukan ibunya, jika ia sedang sakit. Ia menyuruh ibunya mengunjungi dirinya pagi ini. Namun, jawaban ibunya sungguh melukai hatinya.
"Ibu bilang apa?."Famia bertanya dengan memeluk kepala adiknya tak lupa mengelus rambut sepunggungnya.
•••••••
"Buu, ibu bisa nggak kesini besok, aku mau kedokter, aku sakit ibu. Ibu bisa kan temenin aku?," pinta Famia.
"Gak bisa! Ibu banyak kerjaan, belum lagi anak ibu mau ulang tahun jadinya ibu sibuk buat ngerayain nya. Sakit kamu gak parah kan. Gak usah manja deh, pergi aja sendiri. Atau kalau gak, suruh temenin kakak kamu aja sana!" Sari berucap panjang lebar dengan nada ketus yang teramat kentara, membuat Famia yang mendengar nya mencoles sakit.
"Ibu ..., berubah,"ucap Famia, lalu mematikan sambungan telepon nya sepihak tanpa salam penutup.
••••••
Fania terdiam dengan apa yang di sampaikan oleh adiknya. Apakah ulang tahun anak nya lebih penting di banding sakit adiknya? Ibunya berubah sangat drastis dan Fania marah akan hal itu.
"Udah dek, mungkin ibu beneran sibuk,"ucap Fania. Mencoba menenangkan adiknya, dengan memberikan kata-kata yang sangat bullshit di dengar oleh Famia.
Ia sudah cukup besar dengan mengertikan jawaban Sari, ibunya. Ia mungkin terlihat Masi kecil. Namun, ia tak akan sebodoh itu untuk bisa menanggapi.
"Ulang tahun lebih penting ya kak, dari penyakit aku?," lirih Famia. membuat Fania lantas melepaskan pelukannya dan menatap adiknya tajam.
"Jangan ngomong gitu, Mia!" Fania memandang adiknya marah.
"Maaf."Famia bergumam kata maaf dengan menghapus air matanya kasar lalu mendongak menatap kakaknya.
~~~~~~~
Berisik, Itulah gambaran keadaan saat ini. Siswa siswi tepatnya anak kelas XI IPA 2, sangat-sangat berisik mengalahi pasar malam atau pameran. Semuanya sibuk dengan urusan masing-masing, yang membuat kepala Mauren seakan ingin pecah. Belum lagi, Zio. Yang terus-menerus mengintilinya seperti anak bebek yang kurang belaian induknya. Tak henti-hentinya ia mendengus kesal dengan kelakuan Zio yang selalu membuatnya menambah dosa.
"Anjing ya Lo, bisa gak berhenti ngikutin gue,"Mauren kesal setengah mati. Ia menempeleng kepala Zio dengan buku tulis yang di gulung membuat sang empu tersenyum bodoh.
"Awss sakit, sayang."Zio menggerling menggoda sambil menaik turunkan alisnya.
"Sayang pala Lo botak." Mauren menghempaskan pantatnya di bangku sebelah Zio duduk, ia sudah sangat lelah menghadapi Zio sebleng di sampingnya ini.
"Kenapa sih Lo sensi banget?"Zio bertanya dengan memainkan helaian rambut Mauren dengan mengulung-gulungnya pada jari telunjuk nya.
"Ini semua gara-gara Lo, pake nanya!"Mauren menyentil kepala Zio, membuat sang empu mengaduh kecil. Namun, tak menghentikan kegiatannya. Mauren pun tak berusaha mengelak, ia sudah cukup lelah. Biarkan saja Zio berbuat sesukanya. Hanya sekali ini sja, camkan itu.
"Yaudah deh maap, mau makan gak Lo,"Zio berusaha membuat mood Mauren kembali lagi dengan mengajaknya makan. Namun, bukannya menanggapi tawaran Zio, ia malah meletakkan kepalanya pada sebelah lengan Zio yang terletak di atas meja.
"Ck, gue kesel banget Fania gak sekolah hari ini," ucapnya dengan nada merajuk. Fania sempat menelfonnya untuk memberitahu kan kalau ia tak akan bisa masuk sekolah hari ini. Di saat Mauren menanyakan alasannya ia malah menjawab dengan nyeleneh membuat Mauren kesal.
"Emang Lo mau kemana sampe gak sekolah, Lo sakit? Kedokter aja yuk."Mauren sangat mengkhawatirkan Fania membuat Fania di seberang sana mendengus.
"Gue gak papa, cuman ini, anu, apa, namanya pokonya itu deh. Lo izinin gue aja, bilang gue punya urusan," dengan cepat Fania memutuskan sambungan teleponnya.
Mauren lagi-lagi mendengus mengingat itu. Zio yang senantiasa dengan kegiatan nya hanya terkekeh geli melihat raut merajuk Muaren yang seperti anak kecil saja.
Sementara Fania yang menjadi bahan merajukan Mauren, kini tengah menunggu adiknya selesai kemoterapi. Berdoa kepada sang pencipta untuk memberi sebuah mukjizat dengan mengangkat penyakit adiknya.
Ini adalah kali pertama adiknya untuk melakukan kemoterapi. Agar penyakit nya tak semakin menjalar dan akan bertambah parah.
Fania masih sangat bersyukur mengetahui penyakit adiknya baru memulai stadium awal, itu berarti masi ada 90% untuk ia sembuh.
"Gimana dok?," ucap Fania. ketika dokter tersebut sudah selesai menginfus adiknya dan memasukkan obat-obatan tersebut ke selang infus nya yang langsung akan bercampur dalam darah adiknya.
"Penyakitnya baru awal, akan cepat sembuh jika adikmu selalu datang untuk kemoterapi sesuai jadwal yang sudah saya tetapkan."dokter tersebut menjelaskan dengan tangannya sibuk membenarkan selang infusnya.
"Kira-kira berapa lama dok untuk kemoterapi?" Tanya Fania ketika mereka terdiam sesaat.
"1 Minggu pengobatan dan 4 Minggu istirahat," balas dokter perempuan tersebut.
••••
Terimakasih sudah membaca.
Jnlup votmen.Tertanda
gril_04
Call me, dila
KAMU SEDANG MEMBACA
My Life!
General Fiction"Kapan ayah pulang, Ibu?" "Kamu gak pernah nyusahin kakak, Famia!" "Kita gak butuh peran kalian! Aku benci kalian" "Lo sahabat terbaik gue, Mauren. Persahabatan kita lebih berharga dari apapun." "Jangan tinggalin kakak, Dek! "Gue takut kehilangan Lo...