41. ORANG YANG SAMA

51 23 1
                                    

Rasa cintaku akan tetap abadi untukmu, gadis cantik bernetra hezel.
--Zeandra Vernando.

HAPPY READING GUYS.
BY THE WAY, JANGAN LUPA VOTE AND COMEN.
tandai typo!

Seminggu berlalu dengan kesedihan yang masih membekas di ingatan, tentang bagaimana kondisi yang terjadi beberapa hari lalu, menimpa sosok gadis cantik yang tengah merenung dengan handuk kecil yang tengah ia ramas di tangannya, pandangan nya kosong, mengingat sosok yang telah meninggalkan dunia seminggu lalu, meninggalkan banyak keinginan yang terkubur bersama harapan.

"Yang tenang, Dek. Kakak sayang banget sama kamu." Gumam Fania lalu setetes air mata jatuh dari pelupuk matanya.

Gerakan kepala yang menimpa pahanya membuat ia mengusap air matanya dengan kasar lalu dengan cepat menempelkan kompresan itu pada dahi Zean, ia melepaskan bajunya dan tersisa celana hitam selutut. Badannya demam, ia mengeluh kepanasan, sudah seminggu setelah mereka pulang dari pemakaman akibat kehujanan.

Zean terus bersin dan menghirup udara untuk mendorong sesuatu yang keluar dari hidungnya, ia terus merengek dan menempel pada Fania yang kadang mengumpat karena kelakuan nya.

"Zean, makan dulu, ya? Terus minum obat, gimana mau sembuh kalau kaya gini?" Ujar Fania, ia sudah sedari tadi membujuk Zean yang terus menolak memunium obatnya.

Zean menggelang, ia membenamkan wajahnya di perut Fania yang sesekali mengaduh kegelian. "Gak mau!" Kekeuhnya setelah menghempaskan handuk kecil itu kesembarang arah.

"Lo mau mati, ha? Mau ninggalin gue lagi, gitu?" Fania menutup mulutnya rapat, ia tak sadar dengan ucapannya sendiri.

"Lo sayang gak sama gue?" Tanya Zean dengan menatap Fania dari bawah.

"Sayang, lah! Gimana, sih, Lo?"

Zean tersenyum. "Gitu, ya? Suka, dong?" Zean menanti jawaban Fania dengan tangannya yang sibuk membuat bentuk abstrak di perut Fania yang merinding kegelian.

"A-apaan sih!"

Zean tersenyum geli dan kembali membenamkan wajahnya di perut Fania.  Senyumnya semakin merekah ketika terasa Fania mengusap rambutnya dengan lembut membuat ia nyaman dan memenjamkan matanya damai.

Seperti ada yang menggelitik perutnya, wajah Fania memerah, ia mengalihkan perhatian nya ke arah lain. Setelah mengakui perasaannya pada Fania di rumah sakit tempo hari, Zean semakin menjadi-jadi. Ia sering membuat gombalan receh untuk Fania, entah itu untuk menghibur dan menjahili Fania walupun kondisi tubuhnya yang tak memungkinkan.

"Fania?" Zean bangun dari tidurnya, lalu duduk dengan tegap dan menatap serius pada Fania yang menatap bertanya padanya.

"Hmm?" Fania hanya bergumam menanggapi, ia menjangkau rambut berantakan Zean dan menyunggar nya kebelakang.

"Lo cinta sama diri Lo sendiri, gak?" Ucap Zean.

"Ya, pasti!" Balas Fania dan kembali duduk, tangannya sibuk meletakkan handuk kompresan yang tadi di hempaskan Zean kesembarang arah ketika ia meletakkannya di dahi Zean.

"Berarti kita mencintai orang yang sama," ujarnya, lalu tersenyum.

Tangan Fania berhenti mendadak, ia membawa pandangan nya pada Zean yang merekahkan senyum manis pada dirinya. Ia terpaku di tempat, jantungnya berdebar kencang ketika melihat tatapan dari netra hitam Zean menatap teduh pada dirinya.

"Apaan sih!" Fania bergerak salah tingkah, menyelipkan anak rambutnya kebelakang telinga dan mengalihkan pandangannya ke sembarang arah.

"Cieee, salting. Tapi gue beneran, Nia!" Zean menjangkau kedua tangan Fania dan menggenggam nya erat.

"Udah, deh. Lo ada-ada aja kelakuannya," ujar Fania.

Zean mengerucutkan bibirnya, ia menghempas kedua tangan Fania dari genggaman nya, Fania menghembuskan nafasnya kasar, Zean kembali berulah. Ia menangkup sisi wajah Zean dengan kedua tangannya lalu membawanya menatap pada dirinya.

"Gue jujur, gue gak tau sama perasaan gue sendiri. Yang pasti, kalau gue di deket Lo, gue ngerasa nyaman banget. Gue kesel kalau liat Lo di deketin sama cewe, apalagi si Klara. Gue selalu khawatirin Lo tanpa Lo tau, dan gue sayang sama Lo," ujar Fania.

Ia menundukkan kepalanya, tak mau menatap pada Zean yang menatap dirinya dalam, kemudian ia mengangkat wajah Fania dengan jari telunjuknya.
"Itu berarti Lo cinta sama gue." Zean menatap teduh manik hazel Fania.

"Gue gak tau, gue gak bisa nyimpulin perasaan gue sendiri," ujarnya dan kembali menunduk.

"Dengan Lo ngaku sayang sama gue aja, gue udah seneng bukan kepalang. Nih, gue aja dah sembuh tiba-tiba," ucapnya.

Fania mengangkat wajahnya dan menatap kesal pada Zean. "Mata Lo, tuh, sehat! Bilang aja kali, kalo gak mau minum obat, pake segala ngegembel lagi." Decak Fania.

Zean cengengesan dan memeluk Fania erat, ia menggoyangkan pelukan mereka kekanan dan kekiri. "Tau aja, ah, sayangnya aku!" Ujarnya.

Fania bergindik, mendorong Zean dan menatap jijik padanya. "Alay tau, gak? Dasar, copri!" Deliknya.

"Copri? Copri, apaan?" Zean mengerucutkan dahinya bingung.

"Cowok prindapan!" Lalu, Fania tertawa terbahak-bahak ketika melihat Zean mendelik kesal pada dirinya.

Zean menggelitik perut Fania yang langsung jatuh terguling di atas kasur yang tengah mereka duduki sedari tadi, tertawa terbahak karena kegelian, Fania tak sengaja menempeleng kepala Zean membuat sang empu langsung berhenti dan memegang kepalnya.

"Akh, sakitt." Ia membenamkan kepalanya pada bantal dan merintih kecil.

Fania merotasikan matanya malas melihat kelakuan Zean, jangan pikir Fania akan membujuknya dengan kata-kata lembut. "Bangun sekarang, kalau, gak? Bakal gue tinggal!"Fania berancang-ancang berdiri dan pergi dari kamar Zean.

Zean yang mendengar perkataan Fania buru-buru bangun dan menatap sebal pada Fania yang tersenyum kemenangan. "Minum obat sekarang sebelum gue tebas kepala Lo!" Kembali, Zean membuka bungkus obatnya dan memasukkannya kedalam mulut, menelannya seusai ia meneguk airnya.

"Udah," ujarnya.

"Bagus." Fania mengusap kepala Zean membuat sang empu mendelik kesal.

"Lo pikir gue, anjing!" Kesalnya.

"Lo ngatain gue anjing?" Fania menatap tajam pada Zean yang kembali mendelik.

"Yang ngatain Lo anjing, siapa?"

"Lo, lah! Gak mungkin tetangga, kan?" Fania mengacungkan jarinya di depan wajah Zean.

Zean berdecak, lebih baik ia mengalah dari pada memancing emosi Fania. "Iya-iya, gue salah, deh. Gue minta maaf," ujarnya seakan sesal.

"Yang nyalahin Lo, siapa?" Tanya Fania lagi.

Zean mengangkat alisnya. "Ya, elo Faniaaa!" Ia mengacungkan jarinya.

"Bagus, karna emang cowok selalu salah!" Ucapnya.

Fania pun melenggang pergi meninggalkan Zean yang mengacungkan jari tengahnya, sangat kesal karena Fania meninggalkan dirinya seorang diri. Ia meremas kepalan tangannya melampiaskan kekesalannya pada kata-kata keramat para cewek itu, ingin memutilasi seseorang yang telah membuat opini seperti itu.

Zean menghempaskan dirinya, membungkus tubuhnya dan memenjamkan matanya damai, beberapa detik kemudian alam bawa sadar membawanya menyelami mimpi indah. Seseorang memasuki kamarnya, tersenyum ketika melihat hanya kepala Zean yang menyembul dari selimut tebal Zean yang membungkusnya. Kembali ia mengecek suhu tubuh Zean yang menurun dari sebelumnya, itu sebabnya Zean memakai selimut, padahal sebelumnya ia menghempaskan selimut tebalnya itu dengan brutal.

Ia mengecup kening Zean yang sedikit mengerucutkan dahinya ketika merasakan benda kenyal yang menyentuh kulitnya. "Gue cinta sama Lo." Setelahnya, ia kembali keluar dari kamar itu.

Kedua matanya yang tadinya tertutup, terbuka dengan lebar, ia tersenyum manis, ia telah terbangun ketika sesuatu menyentuh dahinya, jantungnya berdebar kencang ketika mendengar pengakuan sosok yang di cintainya.

"Gue lebih cinta sama Lo, .... Fania."

•••••
Menuju end.
Jangan lupa vote and komennya teman-teman.
See you next chap!

My Life! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang