10. TAK ADA MANTAN ANAK

107 35 2
                                    

"Mereka memang tanggung jawabmu, tetapi jangan lupa darah dagingmu!"
--Fania Syafira

Selamat membaca....


Menghapus air matanya kasar. Fania berdiri dengan kaku. Menghalau air matanya dengan mendongak lalu mencoba menoleh ke arah lain agar tak melihat pada apa yang sedang ia perhatikan sedari tadi, yang membuat suasana hatinya lebih dari sekedar sesak.

Berjalan dengan mendorong sepedanya, tak sengaja pandangan mereka bertemu. Disana, Ayahnya terkejut mendapati dirinya. Fania yang menyadari itu, hanya memberikan senyum palsu yang senantiasa terpatri pada wajah cantiknya.

Sebelumnya:)

••••••

Restu berjalan menghampiri anak sulungnya. Meninggalkan anak dan istrinya yang kini menatap binggung pada dirinya.

"Nak," Restu memanggil Fania yang kini berjalan mendahului. Seakan menghindar dari diri nya.

Fania berusaha untuk tak menoleh kepada Ayahnya, bukan ia tak ingin. Hanya saja, jika ia melihat sosok itu, ia akan pastikan buliran air mata akan jatuh dengan deras tanpa ia minta.

"Fania!"sekali lagi Restu memanggil anaknya itu. Namun, Fania hanya berhenti dan enggan untuk menoleh kearah nya.

"Maaf ayah, bukannya Fania gak mau ketemu sama ayah, tapi Fania gak bisa, Fania gak kuat,"Fania bergumam kata maaf pada ayahnya. Sebelum melangkah kembali dengan tergesa. Namun, sebelum ia semakin jauh, restu dengan cepat menggapai tangan anaknya itu.

Fania tertegun sejenak, lalu menoleh dan mendapati ayahnya menatap dirinya hangat, membuat buliran air matanya terjatuh dengan sendirinya.

"Ayah,"ucap Fania tercekat.

"Kamu apa kabar, nak? Kenapa gak pernah ngunjungin ayah?." Restu memegang kedua pundak anaknya yang bergetar, menghantarkan rasa tak enak dalam dirinya. Melihat derasnya air mata yang terus berjatuhan dalam mata teduh anaknya.

"Aku baik. Aku gak ada waktu. Mungkin lain kali aku bakal ngunjungin ayah sama Famia" tutur Fania. Menghapus air matanya dengan punggung tangannya lalu menyingkirkan tangan ayahnya dari pundak mungilnya.

"Famia, gimana kabar nya?." Restu tersenyum diiringi dengan anggukan pelan. Fania tersenyum pedih mendengar pertanyaan ayahnya.

"Kenapa ayah nanya? Bukannya ayah udah gak perduli," Fania terkekeh dengan ucapannya sendiri.

Restu menggelang tak setuju dengan perkataan anaknya, berusaha untuk menjangkau wajah anaknya dan menghapus air matanya. Namun, sepertinya anaknya itu enggan untuk di sentuh oleh dirinya.

"Seminggu yang lalu Mia pingsan karena kecapekan bantuin Nenek jualan buat kita bisa makan. Aku coba hubungin ayah sama ibu, tapi gak pernah di respon sama kalian," ucap Fania memberitahu kan kondisi adiknya.

Flash back:)

"Gimana sama adek saya, dok?," Fania bertanya gusar. Ia takut terjadi apa-apa pada adiknya.

Sedari sore adiknya selalu bergumam sakit kepala kepadanya, akhir-akhir ini, ia sangat sering mengeluh kurang pendengaran dan lebih parahnya, ia sering mual dan muntah-muntah.

"Ini kabar buruk," Fania menegang mendengar penuturan dokter tersebut, ia meremas kedua tangannya gusar.

"B-buruk kenapa, dok?," Fania tergagap.

"Adikmu mengidap kanker otak stadium awal. Ini biasanya terjadi karena paparan radiasi di kepala, paparan zat kimia tertentu, adanya keluarga kandung yang pernah menderita kanker otak, atau kelainan genetik." Jelas dokter tersebut.

My Life! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang