"Aku membenci mereka yang kusebut orang tua, namun aku lebih membenci perasaan sayangku pada mereka!"
--Fania Syafira••••••
"Anjirr, gue tadi nyari kagak ada." Zean berjalan dengan sesekali menunduk untuk memasang kan kaos kaki nya dengan sesekali melangkah.
"Bang, mau kemana?" Zean menoleh pada Ziro yang kini tengah berdiri di bawah tangga.
"Kepo banget deh, Lo!" ucap Zean. Berjalan meninggalkan adiknya ke ruang tamu untuk berpamitan kepada Mira dan juga Randi.
"Banggg, ikut dong!" Ziro mengintili Zean yang kini tengah berjalan keluar dari rumah seusai berpamitan.
"Apaan sih, Lo! Gue mau ketemu sama temen-temen gue." Zean mengepalkan kedua tangannya lalu meremasnya di depan wajah Ziro, melampiaskan kekesalannya.
"Ya ikut, emang gak boleh apa." Ziro mendelik.
"Heh, kunti bogel! Lo bisa gak, sehari aja gak usah gangguin kehidupan gue yang tenang?" Tanya Zean dengan jengah.
"Heh bangke, kapan gue gangguin Lo!" Mencoba mengelak dengan mengecilkan volume suaranya ketika mengumpat.
"Gue bilangin mama loh, ya." Zean berancang-ancang untuk pergi melaporkan Ziro pada Mira. Namun, sebelum itu terjadi, Ziro dengan cepat menarik baju Zean dengan keras.
"Cepu Lo, bang. Gue tandain muka Lo!" Ucap Ziro. Meninggalkan Zean yang tersenyum kemenangan sambil bergumam kata-kata kasar.
Berjalan dengan tangan yang memutar-mutar kunci mobilnya di jari telunjuk, Zean bersiul menuju bagasi rumahnya. Malam ini ia berencana untuk jalan-jalan seorang diri.
"Eh-anjing!" Sepertinya ketenangan Zean tidak ada untuk malam ini.
Zio tersenyum ketika melihat Zean yang kini menatap dirinya kesal setengah mati."Lo, ngapain bangke?" Sekali lagi Zean mengumpat mengutuk kedua adiknya itu.
"Gue bosen Lo, tau? Makanya gue ikut," ucap Zio lempeng. Menyandarkan tubuhnya dengan nyaman dan memejamkan matanya. Tak perduli dengan Zean yang menatap dirinya tajam dan memaki kesal.
"Ayo akh, cepet jalan!" Zio memerintah dengan mengibaskan tangannya seolah ialah majikan.
"Enak banget ya Lo ngomong, Lo yang nyetir!" Ucap Zean. Dan turun kembali bersedia berganti posisi dengan Zio.
"Gak mau, akh!" Zio menolak keras, membuat kemarahan Zean semakin bertambah.
"Sialan!" Tak ayal, ia pun memasuki mobil dan menjalankan mobilnya, membuat Zio yang berada di sebelahnya, tersenyum kemenangan.
•••••
Mauren adalah se sosok manusia yang selalu menemani dirinya di saat ia merasa sunyi dengan tak beradanya kedua orang tua di sisinya. Selalu bersama nya dalam senang maupun susah, menghibur dirinya jika dalam suasana hati tak baik. Selalu bersikap baik padanya, mengkhawatirkan dirinya walau hanya mendapat sesuatu yang kecil saja. Terkadang sifat Mauren selalu mengingat kan dirinya dengan ibunya.
Namun, walaupun Mauren sebaik yang tadi di deskripsikan, tak menjamin jika ia tak pernah membuat Fania kesal. Seperti malam ini, ia datang di rumah Fania dengan penampilan yang sangat nyetrik, mengajak Fania jalan-jalan, sekalian mengunjungi Mall. Namun, bukannya pergi ketempat yang sudah ia janjikan kepada Fania, kini mereka malah terdampar ke pedagang bakso, pinggir jalan.
"Astaga, Lo dari tadi gak kenyang-kenyang?" Fania menggelang tak habis pikir dengan kelakuan Muaren.
Mereka sudah hampir 1 jam berada disini. Fania hanya menghabiskan satu mangkuk, itupun di bantu oleh Mauren Sementara Mauren sudah terhitung 3 mangkuk dengan yang sekarang tengah ia santap.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Life!
General Fiction"Kapan ayah pulang, Ibu?" "Kamu gak pernah nyusahin kakak, Famia!" "Kita gak butuh peran kalian! Aku benci kalian" "Lo sahabat terbaik gue, Mauren. Persahabatan kita lebih berharga dari apapun." "Jangan tinggalin kakak, Dek! "Gue takut kehilangan Lo...