Tak tahu kenapa aku mengkhawatirkan kan mu. Maybe, aku menyukaimu?
-ZeandraSelamat membaca....
•••••••Setelah memulai harinya dengan adu mekanik dengan adik bungsu nya. Kini ia sedang dalam perjalanan untuk pergi membelikan bubur ayam untuk mamah tercinta nya walaupun sedikit terpaksa. Tapi tak apa, ia akan membelikannya asal tidak memakai uangnya. Bukannya ia pelit, hanya saja ia belum mendapat kan gaji dari sang ayahanda.
Mengendarai mobil dengan kecepatan sedang dan sesekali bernyanyi tak tentu lirik, begitulah Zean kadang waras dan kadang kumat. Ia sedikit berjoget ketika menyanyikan salah satu sound yang tengah viral.
"Asikkk." Gila memang, tapi biarlah ia berbuat sesukanya. Masi pagi saja ia sudah berjoget tak menentu.
Sedang asik dengan dunia nya sendiri, dari seberang jalan terlihat seorang wanita yang mengendarai sepedanya ugal-ugalan. Tak apa jikalau ia ingin mengakhiri hidupnya. Namun, jangan menyangkut pautkan Zean dalam aksi nya itu.
Karena terkejut, ia mengerem mobilnya mendadak, membuat kepalanya terhantam oleh setir mobil. Mengaduh kesakitan dan mengelap dahinya yang sedikit nyeri, ia memandang tajam pada gadis di depan mobilnya yang kini meniup lututnya.
Keluar dengan tergesa, ia membanting pintu mobilnya dan berjalan ke arah gadis SMA itu.
"Woi, gila! Lo kalau mau mati, gak usah ngajak-ngajak gue!," ucap Zean emosi. Ia berkacak pinggang menatap gadis yang sedang menunduk itu.
Mendengar suara yang sangat familiar masuk ke indra pendengaran nya, ia mendongak dan di suguhkan dengan wajah tampan Zean yang di saat melihatnya langsung cepat-cepat berjongkok dan memegang lututnya.
"Lo kenapa main di jalan, bangke!" Zean memegang lutut Fania yang mengeluarkan darah karena bergesekan dengan aspal yang sedikit basah karena air hujan.
"Ya, menurut Lo gimana, ha? Gue harus terbang gitu," Fania kesal. Merotasikan matanya malas melihat Zean yang kini meniup-niup lututnya membuat Fania tertegun.
Zean senantiasa pada kegiatan nya, mengusap-usap sebagian lutut Fania yang tak terluka seolah mengalihkan rasa perihnya. Mendongak, mereka beradu tatap seperti menyelami pandangan masing-masing.
Fania gelagapan dan menolehkan kepalanya ke arah lain, membuat Zean geli sendiri di buatnya, ketika melihat ada sedikit rona merah di pipi berisi Fania.
"Bisa-bisanya Lo, salting." Zean menggerling kan matanya menggoda.
"Bacot!" Fania menatap dirinya kesal.
"Makanya kalau mau sepedaan itu hati-hati, Lo pikir maut ngomong kalau dia mau datang?." Zean mengomeli dirinya seperti seorang ibu, membantu dirinya berdiri setelah membersihkan beberapa bagian baju nya yang terkena kelikir jalan. Fania hanya bergumam malas menanggapi Zean yang menatap dirinya kesal.
"Kalau orang ngomong itu, dengerin! Jangan cuman iya-iya aja," omel Zean.
"Iya-iyaaa. Lo kek ibu-ibu aja deh," ucap Fania.
"Lo mau sekolah, kan. Sini, gue anterin. Tas nya juga siniin," ujar Zean. Setelah memakai sebelah tali tas Fania di punggungnya. Kini ia membantu mendirikan sepeda pink Fania yang kini sudah tak tahu bentuknya. Roda depannya sudah lepas membuat Fania menatap nanar sepeda nya.
"Gue bakal taruh situ dulu sepedanya, biar nanti setelah nganterin Lo, gue bakal nyuruh orang buat benerin," ucap Zean. Ia berjalan ke depan salah satu rumah yang ada di sana, dan memarkirkan sepeda pink itu disana, tak lupa Fania yang membawa ban sepedanya sambil terseok-seok.
"Lo, ngapain masih ikut!" Zean memandang nya tajam, Fania menyengrit, memangnya kenapa? Ia, kan hanya ingin membantu.
"Gue cuman mau bantuin," ucap Fania.
"Gak perlu, bego. Lutut Lo lagi sakit," Fania memandang Zean aneh, ketika melihat Zean merampas ban yang ada di genggaman nya setelah memaki dirinya.
"Aneh," gumam nya memandang Zean yang sedang berjalan menuju dirinya.
Setelah berhadapan dengan Fania, ia menyengrit ketika melihat Fania menatapnya lekat.
"Lo lagi ngebatinin gue, ya?," ujar Zean. Ia memincingkan matanya membuat Fania seketika tersadar.
"Pede lo gak ilang-ilang, ya," Fania mendengus memandangi Zean. Ia sedikit terpesona ketika melihat Zean menyunggar rambutnya kebelakang sebelum memasangkan tudung hoodie nya.
"Ayo, gue anterin." Zean menuntun Fania memasuki mobil membuat Fania sedikit risih di buatnya. Ia masih bisa berjalan, tak perlu untuk di tuntun.
"Gue bisa jalan sendiri, ih!" Fania berusaha melepaskan rangkulan Zean di pundaknya, sang empu menatap dirinya tajam.
"Gue gak suka penolakan. Mending Lo diem, atau gue hanyutin Lo ke sungai!" Ucap Zean penuh penekanan. Fania yang mendengar nya bergindik.
"Jahat banget sih, Lo!" Ucap Fania.
"Bodo amat."
••••••
Sepuluh menit lamanya mereka menempuh perjalanan, Fania sedikit bersyukur karena sebelum ia kecelakaan, ia sudah sempat mengantarkan neneknya sarapan, dan menjenguk Famia yang keadaan nya sudah jauh lebih baik.
"Malah bengong. Oi, udah sampai." Zean menoleh heran pada Fania yang sedari tadi membisu, tidak biasanya gadis itu kalem, biasanya kan berkoar-koar tak jelas.
"E-eh udah sampe, ya?." Fania tersadar dari lamunannya, lalu buru-buru keluar dari mobil sebelum lengannya di cekal oleh Zean. Menoleh, lalu memandang Zean bertanya.
"Apa lagi?," tanya Fania.
"Lo, kenapa?," ucap Zean. Fania tertegun dengan pertanyaan Zean.
"Gak papa, emang nya kenapa?." Fania balik bertanya dengan menolehkan kepalanya ke depan enggan menatap Zean.
"Kantung mata Lo hitam, kenapa Lo gak tidur?," tanya Zean dengan ibu jarinya yang mengelus-elus punggung tangan Fania.
Fania terdiam dengan pertanyaan Zean, apa yang ia katakan benar. Semalam, ia tak bisa tidur karna memikirkan keadaan adiknya, ia ingin menyusul, tetapi sudah sangat larut malam. Beresiko jika ia pergi sendiri dengan sepedanya.
Takut jika terjadi apa-apa pada dirinya selama perjalanan. Meminta bantuan Mauren pun ia tidak ingin merepotkan kan sahabatnya itu. Lagipun pasti Mauren tengah berada dalam mimpinya.
"Ck, kepo banget deh Lo!" Balas Fania sedikit kesal dengan menghempaskan tanganya.
"Orang nanya doang juga, Lo kalau ada apa-apa kasih tau gue aja, siapa tau, kan gue bisa bantu." Fania memandang Zean lekat.
"Gak perlu." Balas Fania dan berusaha untuk keluar sebelum perkataan Zean menghentikan nya.
"Gue serius. Kalau Lo ada masalah atau butuh bantuan, Lo bisa kasih tau sama gue, biar gue bisa bantu," ucap Zean serius.
Fania hanya bergumam setelah mengucapkan terimakasih karena telah mengantarkannya dengan selamat. Hampir saja ia lupa kalau hari ini adalah ujian sekolah. Buru-buru ia berjalan sangat pelan karena lututnya masih sangat perih untuk di ajak berlari. Ini semua juga salah Zean.
•••••
Terimakasih sudah membaca.
Jnlup votmen, guys.
See you next chap.Tertanda
gril_04
Call me Dila
KAMU SEDANG MEMBACA
My Life!
Художественная проза"Kapan ayah pulang, Ibu?" "Kamu gak pernah nyusahin kakak, Famia!" "Kita gak butuh peran kalian! Aku benci kalian" "Lo sahabat terbaik gue, Mauren. Persahabatan kita lebih berharga dari apapun." "Jangan tinggalin kakak, Dek! "Gue takut kehilangan Lo...