37

976 306 71
                                    

Holaaa! Ketemu lagi 😁

❤️❤️

Omar memarkir mobilnya di depan pintu gerbang rumah Ammar. Sore tadi abangnya itu mengirim pesan untuk datang ke rumahnya, ada hal penting yang perlu mereka bicarakan.  Ia turun membawa biskuit kesukaan Al Kautsar.

"Aduh ponakan Om makin besar." Omar mengangkat Al Kautsar begitu masuk ke rumah Ammar—setelah dibukakan pintu oleh pembantu Ammar. "Al sudah makan?" Omar menciumi pipi Al Kautsar yang tembam.

"Dah mam."

"Pinter." Omar membawa Al Kautsar ke bagian tengah rumah. Terlihat Ammar duduk di sofa depan televisi sedangkan Ilmira membantu menyiapkan makan malam. Omar kemudian menurunkan bocah kecil itu di karpet permadani. "Masak apa, Mir?" Omar menyadarkan punggungnya di kaki sofa dekat kaki Ammar.

"Cah kangkung, tempe sama gurami goreng, udang asam manis. Makan di sini sekalian, Mas. Nanti bawakan buat yang di rumah juga," jawab Ilmira.

"Oke." Omar menatap abangnya yang anteng didekat Al Kautsar —ikut duduk di bawah. "Ada masalah apa, Bang?"

"Masalahmu." Ammar membuka biskuit dari Omar lalu memberikan satu buah pada putranya. "Kamu beneran nggak ada hubungan apa-apa sama Risma?"

"Beneran, Bang. Aku nggak ada hubungan apa-apa sama dia. Ya kami sempat deket tapi nggak ada sampai beneran jalan. Kenapa sih?"

"Mira itu yang tahu kenapa soalnya dia yang ngomong sama Khai." Ammar memanggil Ilmira agar menghampirinya.

Ilmira duduk di samping Ammar. Meskipun Omar sudah menikah, suaminya ini masih kerap cemburu pada Omar kalau mereka berdekatan. "Tadi pagi habis Ibuk telepon tanya obat demam buat Khai, dia wa. Dia juga bilang perutnya nggak enak."

Khaira demam? Kenapa wanita itu tidak bilang Omar? "Dia nggak ada bilang apa-apa."

"Nggak bakal bilang wong dia lagi nangis gitu," sahut Ammar.

Otak Omar loading. Ia perlu detail cerita dan itu hanya Ilmira yang bisa jawab. "Sek. Sek. Tolong cerita yang lengkap."

"Intinya ya Mas, istrimu itu ngerasa bersalah sama Risma pas nggak sengaja denger obrolan Mbak Irna sama Risma. Dia nggak cerita jelas apa yang didenger cuma dia ngambil kesimpulan, gara-gara ada dia, kalian nggak jadi. Nah dia juga cemburu lihat interaksi kalian beberapa hari lalu di sebelah. Dia mau tanya hubungan kalian takut. Dia malu kalau ketahuan cemburu soalnya kamu ke dia saja nggak jelas gimana."

Pria berusia tiga puluhan itu berdecak keras mendengar cerita Ilmira. "Mikir apa sih. Sudah dibilang juga nggak ada apa-apa," gerutu Omar.

"Ya namanya juga perempuan. Kami ini butuh pengakuan Mas, apalagi kalo dari awal nggak jelas. Bagusnya Mas Omar ajakin dia ngomong, jelasin semua. Tanya apa yang dia dengar. Mungkin juga Mas Omar kudu jaga jarak dulu sama Risma biar Khai nggak mikir macam-macam. Ya aku bukannya ngajarin jelek ya tapi Khaira pun perlu dijaga juga perasaannya. Lagian nggak bagus juga bumil banyak pikiran. Tadi saja dia ngeluh perutnya nggak enak. Itu kan bahaya kalau ada apa-apa."

Omar langsung berdiri. Ia tidak lagi minat makan walaupun perutnya meronta minta diisi. "Ok. Makasih, Mir. Bang pulang dulu."

"Nggak jadi makan di sini?" tanya Ammar.

Tidak perlu waktu lama untuk sampai di rumah yang memang hanya berjarak beberapa blok saja. Omar menutup pintu dengan kencang. Ia geram tapi juga gemas menyadarkan Khaira kalau Omar mencintainya.

"Khai mana, Bu?" Omar menghampiri Cindy. Mencium tangan ibu dan ayahnya.

"Di kamar. Mungkin sek tidur soale sore tadi habis minum obat pamit istirahat," jawab Cindy. "Kamu wes makan? Ayok barengan."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 4 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Stole Your Heart Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang