61. My Brothers

13 2 0
                                    

14 Mei 1922

Kematian John Smith, suami dari Princess Victoria, menjadi pukulan berat bagi King Keenan. Di tengah cobaan kesehatannya yang sendiri, King Keenan mencurahkan kekuatan yang tersisa untuk memberikan dukungan dan penghiburan kepada keluarga yang berduka.

King Keenan, meskipun harus menghadapi tantangan fisik dengan menggunakan tongkatnya, pergi langsung ke kediaman John Smith untuk memberikan penghormatan terakhir. Di sana, ia bertemu dengan anak-anak Princess Victoria dan John: Mary Louise Adelaide Smith, Alexander Marquess Smith, Lady Martha Louise Smith, dan Sarah Francis Smith.

Dalam pertemuan yang penuh emosi, King Keenan menyampaikan belasungkawa mendalam atas kepergian John Smith. Ia mencoba memberikan dukungan dan kekuatan kepada anak-anak Victoria dan John yang sedang berduka. Meskipun tengah menghadapi kesehatan yang rapuh, King Keenan tetap menunjukkan kepemimpinan dan empati dalam situasi sulit ini.

Kematian John Smith juga memberikan King Keenan kesempatan untuk merenung tentang kehidupan dan kehilangan yang telah dialaminya. Di samping makam John Smith, King Keenan mungkin merenungkan arti kehidupan, persahabatan, dan betapa rapuhnya kesehatan manusia.

Kepergian John Smith menjadi satu lagi pukulan bagi keluarga kerajaan Batavia, menambah beban emosional di tengah-tengah cobaan yang sedang dihadapi. King Keenan, dengan segala ketulusan, berusaha menjadi sumber kekuatan dan dukungan bagi keluarga dan rakyatnya, sambil menghadapi kenyataan pahit tentang kerentanannya sendiri.

Masa sulit semakin melanda keluarga kerajaan Batavia. Sementara King Keenan berjuang melawan kanker tulang belakang, Prince Charles harus menghadapi tantangan serius akibat gagal jantung. Saat pemakaman John Smith, kejutan tambahan datang saat Charles menemukan darah di tangannya, mengisyaratkan masalah kesehatan yang lebih serius.

Meskipun Charles berusaha tenang di hadapan peristiwa pemakaman dan darah yang muncul, keterkejutan dan kekhawatiran pasti mencemari pikirannya. Ia, yang sebelumnya telah menjalani hari-hari dengan batuk, kini harus berhadapan dengan kemungkinan penyakit yang lebih serius.

Pada tanggal 29 Juni 1922, ketidakpastian dan kekhawatiran semakin meluas di istana kerajaan Batavia. Prince Charles, Prince William, dan Prince Edward, saudara-saudara King Keenan, terkejut mendengar perkembangan penyakit yang menimpa sang penguasa dan kakak mereka.

Perasaan kejutan dan kekhawatiran memenuhi hati para pangeran, menyadarkan mereka akan kenyataan bahwa penyakit yang menyerang King Keenan memiliki dampak yang meluas pada seluruh keluarga kerajaan. Mereka, yang mungkin telah mencurahkan dukungan dan perhatian untuk saudara mereka, kini terpanggil untuk bersatu lebih kuat dalam menghadapi cobaan ini.

Di tengah kebingungan dan ketidakpastian, Prince Charles, Prince William, dan Prince Edward mungkin mencoba mencari cara untuk memberikan dukungan dan kenyamanan kepada King Keenan. Mereka, bersama dengan Queen Ellena, mungkin membentuk satu keluarga yang semakin erat bersatu di hadapan perjuangan yang semakin sulit ini.

Pada saat yang sama, rakyat Batavia juga merasakan getaran ketidakpastian. Doa dan dukungan terus mengalir untuk King Keenan dan keluarganya, menciptakan ikatan emosional yang menghubungkan penguasa dan rakyatnya dalam menghadapi masa-masa sulit. Di istana dan di seluruh kerajaan, semangat solidaritas dan keberanian mungkin menjadi pemicu untuk bersama-sama menghadapi cobaan yang tidak terduga ini.

Pada tanggal 15 Februari 1923, ketegangan dan kekhawatiran mencapai puncaknya ketika Prince Charles harus masuk rumah sakit dan bahkan tak sadarkan diri akibat penyakit yang dideritanya. Suasana istana kerajaan dan seluruh kerajaan Batavia terpenuhi dengan kecemasan.

Prince William dan Prince Edward, mungkin merasa terpukul dan terus menerus menyampaikan dukungan moral kepada saudara mereka yang sedang berjuang. Di tengah ketidakpastian, solidaritas keluarga kerajaan dan dukungan rakyat Batavia tetap menjadi pilar kekuatan.

Hingga pada tangga 19 Februari 1923 Berita tentang meninggalnya Prince Charles menjadi pukulan berat bagi seluruh keluarga kerajaan Batavia, terutama King Keenan yang mendengarnya dengan kejutan dan kesedihan mendalam. Kehilangan Charles, saudara yang sangat dicintai, memperdalam kesedihan yang sudah ada akibat perjuangan kesehatan keluarga kerajaan.

King Keenan, yang tengah berjuang melawan penyakitnya sendiri, sekarang dihadapkan pada kenyataan kehilangan saudara kandung. Kejutan dan kesedihan yang dirasakannya mungkin menciptakan beban emosional tambahan dalam perjuangan kesehariannya. Queen Ellena, yang telah menjadi pendamping setia, kemungkinan besar juga merasakan dampak emosional yang besar.

Di istana kerajaan, suasana duka meliputi seluruh ruang. Masyarakat Batavia, yang selalu merasa dekat dengan keluarga kerajaan, juga ikut merasakan kehilangan tersebut. Doa dan dukungan mungkin mengalir dari seluruh penjuru kerajaan, menciptakan ikatan kebersamaan dalam menghadapi cobaan yang semakin kompleks.

Pemakaman Prince Charles kemungkinan menjadi acara yang sarat emosi, dihadiri oleh keluarga kerajaan dan rakyat Batavia yang berduka. Kesedihan dan kekuatan untuk bersatu mungkin menjadi pendorong utama dalam mengatasi masa-masa sulit ini.

Queen Charlotte, yang telah kehilangan tiga anaknya, Prince Charles, Prince Albert, dan Princess Victoria, merasakan kesedihan yang mendalam. Kehilangan anggota keluarga yang dicintai adalah ujian berat bagi siapa pun, termasuk seorang ratu.

Queen Charlotte mencoba menahan air matanya di depan publik, namun kepedihan hatinya tidak dapat disembunyikan. Kedukaan mendalam ini menciptakan aura duka di istana, dan rakyat Batavia juga turut merasakan kehilangan tersebut.

Kepergian tiga anaknya menjadi capaian yang tak terlupakan dalam sejarah kerajaan dan meninggalkan jejak kesedihan yang dalam di hati Queen Charlotte dan seluruh kerajaan.

King keenan yang seharusnya membacakan pidato untuk charles namun ia tidak bisa Karena penyakit kanker tulang belakangnya dan ia digantikan oleh anaknya yaitu George. Prince George membacakan pidato dipemakaman pamannya, Prince Charles.

Dalam suasana haru, Prince George mengambil tanggung jawab untuk membacakan pidato di pemakaman pamannya, Prince Charles. Meskipun terbebani oleh kehilangan yang dirasakan oleh seluruh kerajaan, George dengan gagah berani berdiri di depan kerumunan yang berkumpul untuk memberikan penghormatan terakhir.

"Dalam kepergian Prince Charles, kita kehilangan seorang saudara, seorang paman, seorang ayah, seorang anak dan sosok yang memberikan banyak inspirasi dalam kehidupan kita. Meskipun saya berbicara di sini sebagai penggantinya, tak seorang pun dapat menggantikan kehadirannya yang unik."

George melanjutkan pidatonya dengan menggambarkan warisan Prince Charles dan jasa-jasanya bagi kerajaan. Ia menyoroti kualitas kepemimpinan dan dedikasi yang telah membantu membentuk masa depan kerajaan.

"Dalam setiap langkahnya, Prince Charles telah menunjukkan teladan kepemimpinan yang luar biasa. Kita berhutang budi kepadanya untuk keteguhan hati, kebijaksanaan, dan cinta yang tak terbatas kepada keluarga dan kerajaan."

Seiring kata-kata George memenuhi udara, suasana berkabung semakin terasa. Pidato itu mencerminkan rasa hormat dan kehormatan terhadap sosok yang telah pergi, serta menyampaikan dukungan dan kekuatan untuk keluarga yang ditinggalkan.

"Kami akan merindukan kehadiran Prince Charles, namun semangatnya akan terus hidup dalam setiap tindakan baik yang kita lakukan. Mari kita bersama-sama membangun masa depan yang sesuai dengan warisan dan cita-cita yang telah ditinggalkannya."

Pidato George menciptakan momen yang penuh makna, mengingatkan semua yang hadir akan keberartian dan warisan Prince Charles dalam perjalanan kerajaan.

Sekali lagi, King Keenan harus Merasakan Kehilangan adiknya.

Prince Charles, Duke Of Kent
1963 - 1923 (60 Tahun) 🥀🥀🥀🥀

Keenan : The Golden EraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang