Chapter 11

773 132 21
                                    

"Nyonya!" Seru Thoma kaget. Gadis itu duduk di depan meja dapur, sudah memakan setengah telur gulung berukuran besar dan tampak sangat nyaman duduk di bangku yang ada di sudut dapur. "Sedang apa Anda di sini?"

"Oh? Thoma!" Sapa [Name], dia mengangguk ke arahnya.

"Kenapa Anda makan di dapur!? Anda tidak boleh makan di dapur!" Thoma mengernyit ke arah [Name] lantaran melihatnya di tempat yang tidak bisa diperkirakan.

"Aku tahu." [Name] menelengkan matanya dan memasukan sepotong tamagoyaki¹ ke dalam mulutnya. "Perutku tiba-tiba sakit karena terlalu banyak makan semalam, jadi aku membuat bubur yang ringan untuk sarapan."

"Ke-kenapa Anda tidak memintanya pada saya saja?" Thoma terlihat hampir menangis.

"Bukankah kau sudah mengurus Ayato dan Ayaka? Jadi kau tidak harus mengurusku, 'kan?"

"Bukan seperti itu, Nyonya...."

"Selain itu, bukankah kediaman ini terasa sedikit ada... tekanan? Atau hanya aku saja yang merasa begitu?"

"Tidak. Saya juga merasakannya...."

Ya, itu sudah terasa sejak pagi ini.

[Name] dengar jadwal Ayato dimulai sejak pagi dengan latihan berpedang di dalam Dojo, tapi hari ini dia tidak hanya sendiri di sana. Diluc, yang mungkin mulai merasa bosan atau terbiasa dengan jadwalnya di Mondstadt, sudah bangun sejak pagi untuk latihan fisik rutinnya. Jadi tanpa direncanakan, kedua orang itu bertemu di tempat dan situasi yang—harus [Name] akui—tidak tepat.

"Bagaimana latihannya?" tanya [Name] hati-hati.

"Sebenarnya... ini sudah jadi pertarungan satu lawan satu."

"Ah...." [Name] membeku. Tiba-tiba dia merasakan angin dingin yang kencang menerpanya. Dia segera membungkuk pada Thoma. "Aku benar-benar minta maaf atas nama Kakakku."

"N-Nyonya!? Tolong angkat kepala Anda!" Thoma berseru panik. "Tolong jangan seperti ini pada saya!"

"Tapi aku benar-benar ingin minta maaf. Aku tidak tahu kalau Diluc akan menantangnya untuk berduel."

"Ti-tidak, itu bukan masalah!" Thoma menggerakan tangannya di depan dada. "Daripada itu, sebaiknya Nyonya melihatnya langsung. saya yakin, dia pasti ingin Nyonya melihatnya."

Bahkan sebelum menyadari bahwa dia tidak menyetujui rencana Thoma, [Name] mendapati dirinya sudah berada di dalam Dojo, berdiri di ambang pintu sambil menilik ke dalam dengan hati-hati. Tidak ia duga, kalau aura yang ia rasakan menguar dari dalam Dojo terasa begitu berat dengan Ayato dan Diluc yang saling berhadapan.

Ksatria melawan Samurai. Entah siapa yang akan menang dan [Name] tidak berniat untuk menebaknya sama sekali, sungguh. Dia mengetahui kemampuan Diluc, tapi tidak dengan Ayato.

"Oh? Bukankah ini Nyonya Muda?" Kaeya menyapa jenaka.

"Jangan mengejekku dan kenapa kau tidak menghentikan Diluc?"

Kaeya terkekeh. "Memangnya kau pikir aku bisa menghentikannya?"

Ah... benar. Jadi [Name] menoleh lagi ke dalam Dojo dan mendapati kedua orang itu kini melirik ke arahnya. Menghentikan pertarungan seperti ini sangatlah tidak baik, jadi [Name] tidak bisa ikut campur kecuali keduanya yang berhenti dengan sendirinya. [Name] pun menatap mereka, berharap mereka dapat memahami maksudnya untuk berhenti. Namun pesan yang ditangkap berbanding terbalik dengan harapannya. Lantas keduanya pun saling menyerang lebih gesit dan ganas.

Tapi harus [Name] akui kalau Ayato cukup bisa meminimalisir serangan yang dilancarkan Diluc. Sepertinya dia sudah mengukur kemampuan lawannya dan menunggu saat yang tepat untuk menyerang. Meskipun tampak kesulitan, pertahanan yang Ayato buat tidak runtuh sama sekali. Bagaimana pun lawannya adalah Diluc, kemampuannya bahkan dapat menghancurkan banyak benteng pertahanan Fatui hingga memaksa mereka untuk mengambil tindakan langsung. Ayato tidak bisa lengah sedikit pun dihadapannya, satu saja kesalahan yang dibuatnya, dia akan langsung kalah.

✅️ [21+] The Commissioner Who Loved Me | Ayato Kamisato x ReaderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang