Epilogue : Chapter 2

936 123 71
                                    

Ayato sangat ahli dalam mempertahankan dirinya, tapi ia segera menyadari sesuatu, ia kesulitan jika itu berhubungan dengan [Name], istrinya yang amat ia cintai itu. Dia sungguh tidak bisa mengabaikan wanita itu sama sekali terlebih ketika ia baru pulang hari ini juga.

Karena itulah malam sebelumnya, setelah sambutan kecil atas kedatangan [Name] kembali ke kediaman Kamisato, Ayato izin untuk tidur lebih cepat daripada biasanya. Namun tentu [Name] langsung menangkap maksud Ayato dan menolaknya dengan alasan hari itu perutnya terasa mual karena mabuk laut. Walaupun sedikit kecewa, akhirnya Ayato melewatinya begitu saja dan diam-diam masuk ke kamarnya saat [Name] tidur lebih dulu dan tidur sambil merengkuhnya-atau sebetulnya, dia tidak tidur sama sekali.

Ayato terlalu takut untuk memejamkan matanya, takut kala begitu ia membuka matanya, [Name] sudah menghilang dari sisinya dan semuanya hanyalah mimpi belaka. Namun tidak, dia sudah berkali-kali mengeceknya, menatap wajahnya yang terlelap, sesekali memastikan napasnya berembus di wajahnya. [Name] benar-benar tidur di sampingnya.

Lalu tetiba mentari pagi sudah muncul di langit-langit Inazuma.

"[Name], kau sudah bangun?" ucap Ayato lembut saat menyadari [Name] menggeliat dengan tidak nyaman.

Perlahan maniknya sedikit membuka, menatapnya dengan sedikit menyipit tatkala wanita itu masih berusaha memfokuskan pandangannya. [Name] mengucek matanya sementara saat itu Ayato mengecup dahinya dan menariknya mendekat.

"Selamat pagi," sapa Ayato sekali lagi. "Bagaimana tidurmu?"

"Nyenyak," balasnya. [Name] menggeliat, balas memeluknya dan membenamkan wajahnya pada dada bidang Ayato. "Kau tidak latihan?"

Benar. Biasanya Ayato akan meninggalkan [Name] lebih dulu setelah dia bermalam dengannya untuk latihan pagi rutinnya di Dojo, tapi hari ini Ayato tidak melakukannya. "Sejak pagi ini, aku sudah menunggumu bangun," katanya.

Lalu [Name] mendongak, menatap kedua bola matanya lebih jelas. Dia menyipit curiga. "Kau pasti bohong. Tutupi dulu kantung matamu baru bicara seperti itu."

Ayato terkekeh dan mengecup bibir [Name]. Entah kenapa, dia sangat merindukan [Name] yang selalu menegurnya seperti ini. Mendengar ocehan dan perhatiannya itu tidak akan pernah membuatnya bosan.

"Kau tahu bukan kalau aku sangat senang mendengarmu berbicara?" Sambil berkata begitu, Ayato mencium bibir [Name] beberapa kali lagi. Lalu Ayato memindahkan tubuhnya dan kini [Name] berada di bawahnya, dia menatap [Name] pebuh hasrat. "Kau tahu kalau kau punya tugas, 'kan?"

"Hentikan," tukas [Name], wajahnya memerah karena panas.

Ayato menyusurkan bibirnya pada cekungan di leher [Name], mencumbunya, menggelitiknya. "Sayangnya, aku tidak bisa melakukannya."

"Ayato, ini bukan waktunya," ujar [Name], mendorong tubuh Ayato semampu yang ia bisa.

Ayato mendesah. "Apa aku harus menahan diri lagi?"

"Apa maksudnya itu?"

"Itu artinya aku mencintaimu," katanya. Ayato kembali melesatkan kecupan di bibir [Name] sebelum ia memelototinya dan bangun dari posisinya saat ini.

Saat Ayato menoleh untuk membantu [Name] bangkit dari posisinya, tiba-tiba [Name] menundukkan kepalanya hingga wajahnya tertutup rambutnya yang menjuntai dalam posisi terduduk.

Menyadari ada yang tidak beres dengannya, Ayato bersimpuh dan segera menyentuh bahu [Name] dengan cemas. "[Name], kau tidak apa-apa?"

"Maaf," katanya. Dia menyisirkan rambutnya dengan gerakan dari depan ke belakang. "Aku baik-baik saja, hanya tiba-tiba terasa sangat pusing dan berkunang-kunang."

✅️ [21+] The Commissioner Who Loved Me | Ayato Kamisato x ReaderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang