"Jadilah pelacurku!"
Mungkin Jovanka tuli, sebab ia menangkap kata asing dari suara berat Jerome. Juga bagaimana tatapan pria itu yang semakin mendingin. "Ya? M-maksud, Ba-,"
"Jadilah pelacurku apa kamu tuli!" Kini Jerome membentak nyaring. Jovanka terperanjat, suara jantungnya sampai terdengar jelas di telinganya. "Saya tidak butuh uang kamu, juga rumah sialan itu, saya tidak peduli! Proyek itu akan tetap berjalan, Royal Plaza akan tetap berdiri megah, kecuali. Kecuali kamu mau menjadi pelacur saya, memberi saya kepuasan maka kamu akan mendapatkan rumah itu kembali."
Bagaimana kalimat perkalimat itu diucapkan dengan begitu lancar. Dan apa Jerome tidak bisa melihat bagaimana air mata gadis yang baru saja ditawarinya menjadi pelacur itu kini meluruh jatuh membasahi bola matanya lalu turun dikedua pipinya. Bukankah itu sangat menjelaskan bahwa setiap perkataannya telah berhasil melukai kehormatannya sebagai seorang perempuan.
"Kamu hanya punya waktu sampai besok. Keputusan kamu yang akan menjadi penentu bagaimana nasib rumah itu. Dan jangan anggap diri kamu special, karena semenjak kamu memutuskan pergi dengan pria lain, bagiku kamu tidak lebih dari wanita murahan diluar sana."
Kalimat kejamnya kembali menampar Jovanka, berusaha untuk tidak menangis karena diperlakukan hina, gadis itupun berujar. "Kecelakaan itu, tigabelas tahun silam. Tentu Bapak tidak akan melupakannya bukan? Hari itu saya kehilangan Ayah saya."
"Kalau begitu akan semakin menarik. Kamu akan menjadi pemuas nafsu pria yang membunuh ayah kamu. Bukan begitu?" Kalimat Jovanka belum selesai, Jerome memotongnya dengan ucapan yang semakin kejam. Juga bagaimana pria itu lalu mengabaikan Jovanka yang sudah bergetar hebat karena menahan tangisan. Jerome benar benar terlihat tidak peduli. Dan yang paling menyakitkan adalah bagaimana saat pria itu mengakui dirinya sebagai pembunuh dengan begitu lantangnya.
"B-bagaimana bisa Bapak sekejam ini mengakui perbuatan Bapak di depan anaknya langsung? Anda sangat jahat."
"Tidak ada orang yang ingin terlahir sebagai pembunuh. Tapi kamu bisa melebeli saya seperti itu. Dan yah si pembunuh ini memang jahat, dia bisa bertindak lebih dari ini. Lebih dari yang pernah kamu bayangkan." Jerome bergerak kearah kursi tunggal, ia terlihat mengutak atik ponselnya, dan beberapa saat kemudian ada seorang wanita masuk ke kamar itu.
Wanita itu terlihat melebarkan mata tak percaya, pun Jovanka yang menatap bingung pada kehadiran Almira dengan gaun sexy yang hampir memperlihatkan seluruh lekukan tubuhnya. Tapi Almira hanya memberinya senyuman tipis, karena wanita itu sudah harus melewati Jovanka untuk kemudian menghampiri Jerome.
"Rome, kamu butuh sesuatu?"
Almira bertanya manis, dan Jerome membalasnya dengan tarikan dipinggang wanita itu untuk di dudukkan diatas pangkuannya.
Jerome adalah pembunuh, pembunuh yang tak seharusnya mendapatkan air mata Jovanka dengan mudah. Tapi bagaimanapun ditutupi tetap saja air matanya berkhianat. Dan Jovanka benci pada hatinya yang merasa sakit saat pria itu dengan tanpa beban mencumbu leher Almira di depan kedua matanya.
Jovanka tak memalingkan wajah, dan harus siap dengan kehancurannya yang lain akibat dari perbuatan pria itu. Kenapa harus Jerome? Kenapa harus pria itu yang terlibat dan menjadi penyebab utama kecelakaan tragis itu terjadi?
Juga kenapa harus dia yang menjadi seseorang yang angkuh, yang tidak peduli dengan nasib seorang anak yang ingin membabat habis peninggalan satu satunya milik orangtuanya. Jovanka kira ia akan baik baik saja, mengingat belum ada cinta yang tumbuh saat memulai kebersamaan mereka yang kemudian memutuskan untuk menjadi sepasang kekasih.
Tapi apa ini? Jovanka tidak bisa menjelaskan kerusakan parah dalam hatinya. Juga apa yang ia rasakan melihat kebrengsekan Jerome sekarang.
***
Ini series kedua setelah Human Addiction. Novelnya bisa dibaca terpisah.
Rate- 18+
Meskipun cerita ini hanya repost, tolong tetep di vote yaa❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
Belenggu ✔️
Художественная проза18+ "Jadilah pelacurku!" Mungkin Jovanka tuli, sebab ia menangkap kata asing dari suara berat Jerome. Juga bagaimana tatapan pria itu yang semakin mendingin. "Ya? M-maksud, Ba-," "Jadilah pelacurku apa kamu tuli!" Kini Jerome membentak nyaring. Jova...