Tanda ini 🔞 peringatan buat kamu yang dibawah umur. Ada adegan kekerasan yang sebaiknya tidak dicontoh
***
Pukul satu dinihari ketika Romeo menurunkan Jovanka di depan gedung bertingkat. Juga membawa gadis itu naik ke lantai 30 dimana Penthose Jerome berada.
Jovanka menahan diri untuk bertanya karena mereka tidak ke apartemen maupun ke rumah yang biasa Jerome tempati. Ia hanya menurut saja ketika Romeo menuntun langkahnya.
Langkah Jovanka terkesan tergesa gesa, beberapa kali terdengar decakan pelan dari mulut Romeo agar gadis itu berhati hati saja. Tapi Jovanka tidak bisa, ia sudah sangat ingin bertemu Jerome dan mengutarakan bahwa rumah itu adalah milik ayahnya yang sangat ingin Jovanka pertahankan. Kalau perlu ia akan memohon agar Jerome membatalkan niatnya yang akan meratakan rumah ayahnya.
Pintu terbuka untuk Jovanka, dan seperti biasa saat Jovanka masuk kedalamnya gadis itu disapa ramah oleh lima pelayan wanita yang memang bekerja disana.
"Masuk saja, kamu sudah tau kan harus kemana?" Ada yang berbeda dari cara bicara Romeo, dan ketika Jovanka membuka mulut ingin bertanya pria itu nyatanya lebih dulu membungkuk sopan padanya. Lalu berlalu begitu saja, tak lupa pula menutup pintu.
Begitupun para pelayan yang juga langsung membubarkan diri. Seakan memberikan kebebasan untuk Jovanka mengingat bukan pertama kali ini saja mereka melihat gadis itu kemari bersama tuannya.
Jovanka yang sudah kepalang tanggung berada disana, langsung menjejakkan tongkat, melangkah perlahan menuju sebuah lorong khusus disisi kanan dimana lorong itu akan membawanya menuju satu satunya kamar disana. Kamar Jerome yang disatukan dengan ruang kerja pria itu.
Jovanka mendorong dua daun pintu bercat putih ketika tiba diujung lorong. Hembusan napasnya terdengar jelas mengisi keheningan malam yang membabat habis kebisingan dari suara apapun. Dan Jovanka tak perlu bersuara untuk memanggil pria itu, karena Jerome sudah bisa ditemuinya dalam keadaan berdiri tegap menghadap jendela raksasa di kamar tersebut. Posisi Jerome saat ini membelakangi pintu masuk, tapi Jovanka tahu Jerome pasti mendengar ketika seseorang membuka pintu.
Mengenal pria itu selama empat tahun, Jovanka kira sudah sangat mengetahui bagaimana karakternya dan seharusnya tak perlu takut karena dia bukanlah sosok pemarah. Hampir tak pernah Jovanka menemukan Jerome dalam keadaan emosi, ia sangat ramah pada siapapun terlepas bagaimana kedudukannya.
Tapi punggung lebar yang Jovanka saksikan sekarang oleh kedua netranya, mampu membuat kakinya mundur satu langkah kebelakang. Jovanka menemukan tubuhnya menggigil, dan suasana yang didapatinya saat ini seperti membawa Jovanka terlempar ke masa lalu. Aura mencekam, suara peringatan yang mengancam dari suara bariton khas pemuda yang memasuki masa remaja menggaung dalam telinga Jovanka.
"P-pak Rome?"
Dan Jovanka seperti benar benar melihat pemuda itu kembali ketika Jerome membalik tubuhnya. Berdiri dengan satu tangan yang tersimpan dikantong celana, juga tatapan pria itu yang menghunus langsung ditempatnya berdiri. Tatapannya tajam, berhasil menembus kedalam rongga dada Jovanka. Karena setelahnya jantung gadis itu berdetak menggila, keringat dingin ditangan karena merasa sangat ketakutan saat ini.
Jerome yang berusia enam belas tahun bisa melukai lima kawanan penjahat, hampir menghabisi mereka ketika pemuda itu kalap saat Jovanka berusaha dibawa pergi. Ditengah kegelapan sebuah daerah entah di kota bagian mana, pria itu seperti menjelma menjadi sosok mengerikan yang tak kenal ampun. Tubuhnya yang walau belum seberapa mampu melindungi Jovanka dari rasa terancam.
Juga bagaimana pertemuan mereka selanjutnya ketika pemuda itu masuk dengan paksa kedalam rumahnya. Dan Jovanka tak pernah mengira bahwa nyatanya pemuda itu dan Jerome adalah orang yang sama. Orang yang tak ingin dirindukannya, orang yang tak pernah ia harapkan kedatangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Belenggu ✔️
Ficção Geral18+ "Jadilah pelacurku!" Mungkin Jovanka tuli, sebab ia menangkap kata asing dari suara berat Jerome. Juga bagaimana tatapan pria itu yang semakin mendingin. "Ya? M-maksud, Ba-," "Jadilah pelacurku apa kamu tuli!" Kini Jerome membentak nyaring. Jova...