Intinya lo lemah.Sebuah perkataan nyatanya dapat mencambuk seseorang. Jerome memperhatikan bagaimana kedua tangannya yang ditempatkan diatas pangkuan bergetar hebat, padahal ia yakin tubuhnya baik-baik saja.
Sejak kecil ia sudah diajari ilmu bela diri yang bertujuan untuk dapat melindungi dirinya sendiri. Jerome tak pernah berfikir untuk menggunakan keahliannya tersebut untuk pamer dan menjadi unggul dibandingkan yang lain. Bahkan latihan yang cukup rutin dipelajarinya tersebut tak pernah terpakai olehnya.
Ia selalu menjadi si Jerome yang lemah yang tidak bisa apa-apa. Bahkan disaat apa yang menimpa pada hubungannya Jerome masih belum memiliki keberanian untuk menghajar seseorang.
Sampai ketika, ia sadar telah hidup sebagai pecundang. Karena itu Jerome bangkit secara perlahan dan menjadi dirinya yang sekarang. Ia mengontrol dirinya dengan sangat baik, tapi lepas kendali saat Jovanka pergi. Seakan ditinggalkan seperti halnya mendorongnya untuk mati di dasar jurang.
Dan Alan benar, ia ketakutan.
"Romeo, apa kamu yakin bisa menemukan pelakunya tanpa harus bertanya?" Jerome bertanya pada Romeo yang menyetir untuknya. Mereka tengah mengikuti mobil Alan yang berada di depan sana, pria itu mengatakan akan mengantar Jerome bertemu Yoga dan hari ini dapat dipastikan ia akan menemukan jawaban dari segala kebingungannya.
Tapi Jerome tidak mau itu, ia ingin mengetahui segalanya dengan usahanya sendiri. Karena itulah ia bertanya pada Romeo sekarang.
"Tentu saja saya yakin, Tuan. Kita pasti akan berhasil mengungkap segalanya."
"Kalau begitu apalagi yang di tunggu? Putar balik mobilnya, tidak seharusnya kita melakukan hal bodoh seperti ini."
"Pak Rome ihh, nggak bisa. Nggak bisa gitu." Jerome lupa pada satu makhluk lagi di dalam mobilnya. Gadis yang memaksa ikut tersebut kini memukul lengannya.
"Kita tuh harus tetap ngikutin mobilnya bos Alan. Kan lagi mau cari kebenaran.""Kamu dengar apa yang disampaikan Romeo tadi 'kan? Tanpa bantuan siapapun, kami pasti juga akan mengetahuinya."
"Tapi..."
"Putar balik Romeo."
"Pak Rome nyebelin." Jovanka meremas remas lengan Jerome dengan bibir cemberut. "Padahal saya penasaran banget. Nanti kalo ketahuan siapa pelakunya kan enak, saya mau sama Pak Rome terus."
"Oh jadi kalau terbukti saya pelakunya kamu mau pergi, begitu maksudnya?"
Jovanka menyengir lebar, yang Jerome balas dengan mengusap bawah hidungnya kesal. "Karena percuma bersama, sampai kapanpun hanya akan menjadi dosa. Ayah nggak akan setuju, dan Bunda pasti nggak akan ngasih restu. Saya pernah bersumpah sama Ayah untuk ngelupain pemuda dimasa lalu saya karena Bunda yang minta, dan pemuda itu ternyata Pak Rome. Jadi saya juga nggak bisa bersama Pak Rome."
"Meskipun kamu mencintai saya?"
"Hm."
"Meskipun saya yang mencintai kamu?"
Kedua mata Jovanka membola, lalu dengan wajah bingungnya gadis itu menjawab. "Pak Rome cintanya kan sama Mbak Casandra."
"Iya?"
"Iya. Kan Pak Rome nggak pernah tuh bilang cinta ke saya. Pak Rome cuma bilang suka terus ngajak pacaran."
"Kamu keberatan dengan itu?"
"Enggak. Suka kan berarti sayang. Pak Rome baik sama saya, em... kecuali kemarin kemarin karena saya salah. Terus Pak Rome juga serius, eh tapi jahat juga sih. Padahal udah pacaran tapi," Jovanka meremas remas rok dipangkuannya, lalu mencicit pelan. "Tapi selingkuh sama Almira, cium cium juga."
KAMU SEDANG MEMBACA
Belenggu ✔️
General Fiction18+ "Jadilah pelacurku!" Mungkin Jovanka tuli, sebab ia menangkap kata asing dari suara berat Jerome. Juga bagaimana tatapan pria itu yang semakin mendingin. "Ya? M-maksud, Ba-," "Jadilah pelacurku apa kamu tuli!" Kini Jerome membentak nyaring. Jova...