Bisingnya kendaraan di luar sana membangunkan Jovanka dari tidur lelapnya. Kelopaknya membuka, membuat netranya langsung dihadapkan dengan gelapnya kamar.
Mengerang malas, ia jangkau ponsel di bawah bantal dan tak kaget saat menemukan waktu sudah menunjuk ke angka sepuluh. Terlalu terlambat mengatakan hari masih pagi, tapi tak masalah toh tidak ada kegiatan yang mengharuskannya bangun pagi semenjak dirinya resmi menjadi pengangguran tiga bulan ini. Ia bebas bermalas malasan dalam kamar sebanyak ia mau, dan tidak ada yang akan mengomelinya karena hal itu. Paling juga Raga yang akan dengan sinis memanggilnya Kakak kelelawar. Sebutan tak asing untuknya yang memang aktif di malam hari dan tidur disepanjang pagi sampai siang.
Kendaraan diluar bertambah bising, Jovanka menguap dan memeluk gulingnya semakin erat. Sampai ia merasa bosan, dan matanya tak lagi mau diajak terpejam barulah ia turun dari atas ranjang.
Jovanka sangat menyukai kamarnya yang selalu dingin, kamarnya juga tidak menghadap ke timur jadi terpaan panas matahari tidak akan sampai disini itulah yang membuat ruangan kamarnya menjadi gelap. Tapi saat dia bergerak kebingkai jendela dan duduk dibawahnya, Jovanka menyipitkan matanya begitu bias cahaya menerobos masuk melalui celah gorden yang sedikit disingkapnya. Membuat Jovanka dapat menangkap dengan jelas aktifitas sibuk dibawah sana.
Pemandangan dibawah sana adalah apa yang Jovanka lihat setiap harinya dalam tiga bulan ini karena rumah ibunya menghadap langsung pada jalan raya. Jadi bunyi kendaraan yang berlalu lalang selalu menjadi santapan telinganya. Belum lagi Marissa juga membangun rumah makan disamping rumah yang buka 24 jam nonstop. Alhasil pelanggan yang datang kebanyakan para supir truk muatan, atau para penumpang bus yang berhenti untuk beristirahat. Belum lagi rumah makan Marissa juga murah, ada makanan khas rumahan seperti nasi pecel yang ramah dikantong warga sekitar maupun dompet pelajar. Dengan begitu, dalam waktu singkat rumah makan Marissa menjadi maju. Dan tak asing bila Marissa kini sukses dengan mengelola rumah makannya tersebut.
Meski tidak menghasilkan uang miliaran setiap bulannya, tapi setidaknya mereka kini sudah lebih dari berkecukupan. Ayah tiri Jovanka juga tidak kalah giatnya dari sang istri, ditengah kesibukannya menjadi penyiar radio, Wira juga membuka usaha bengkel dan tempat foto copy disebrang jalan. Dengan begitu keduanya menjadi sombong, dan tak lagi membiarkan Jovanka bekerja.
Jovanka duduk berselonjor sambil menggerak gerakkan kakinya, ia melirik laptop diatas nakas dan mendesah, terlalu malas untuk bergerak kesana lagi sementara dirinya ingin memeriksa ulang hasil ketikannya tadi malam. Ngomong-ngomong Jovanka sekarang sudah menjadi penulis, hanya itu satu satunya kegiatan yang masih Marissa perbolehkan diantara banyaknya hal yang Ibunya larang.
Tidak ada kantor, kafe, atau teman dan para bosnya lagi. Semuanya serba dibatasi. Jovanka hanya punya keluarganya sekarang, dan meski Jovanka nekat bertemu itupun tak lama dan harus ada Raga yang menemani.
Terbelenggukah?
Oh tidak. Tidak sama sekali, mungkin saat di awal harus terbiasa tanpa mereka semua Jovanka merasa kehilangan. Tapi lambat laun Jovanka menemukan kenyamanan, dan ia rasa semua saran dari Marissa ada benarnya. Sebab...
Sampai hari itu Jovanka masih menjadi gadis yang naif. Seakan dikecewakan tak menjadi masalah, dan alasan Jerome menikahi perempuan lain masih bisa ia benarkan.
Bahkan saat tubuhnya dipeluk malam itu lagi-lagi Jovanka tak keberatan diberi harapan oleh pria itu. Suatu saat nanti yang dia katakan, Jovanka menginginkan hal tersebut benar benar menjadi kenyataan. Tapi... ia terusik oleh ucapan Raga, tentang ia yang hanya menjadi pilihan terakhir. Tentang Jerome yang belum tentu memilihnya seberapa pun ia berusaha.
Jovanka menatap Jerome pedih kala itu saat pelukan mereka terurai. Meski ia merindukan pelukan hangat Jerome, tapi Jovanka sadar dalam bersamaan ia juga disakitinya teramat dalam. Jadi Jovanka memilih untuk tidak egois dengan hanya mementingkan perasaannya saja. Karena bagaimana pun permasalahan dikeluarga Delano dan apapun yang melatarbelakangi pernikahan Jerome dan Luna itu tidak akan merubah kenyataan bahwa akan ada anak diantara mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Belenggu ✔️
General Fiction18+ "Jadilah pelacurku!" Mungkin Jovanka tuli, sebab ia menangkap kata asing dari suara berat Jerome. Juga bagaimana tatapan pria itu yang semakin mendingin. "Ya? M-maksud, Ba-," "Jadilah pelacurku apa kamu tuli!" Kini Jerome membentak nyaring. Jova...