Jovanka tertidur lelap setelah tadi malam sempat terbangun usai mengetik beberapa halaman.Ia bangun pagi hanya untuk mandi dan sarapan sebelum kembali melanjutkan tidur hingga ketika netranya kembali terbuka hari sudah siang. Jovanka lupa mengeringkan rambut tak aneh bila rambutnya masih sedikit basah dan ia merasa pusing karenanya.
Mengambil kacamata diatas nakas sebelum memakainya, gadis itu kemudian turun dari ranjang. Dan seperti biasanya dengan malas-malasan ia kemudian duduk dengan kedua lutut ditekuk, bersandar pada bingkai jendela dan menyingkap sedikit gorden yang menutupinya. Aktifitas paginya yang Jovanka suka, apalagi melihat keramaian di bawah sana.
Menguap lagi, Jovanka memperhatikan tiga bus yang berhenti di pinggir jalan tepat di depan warung ibunya. Jovanka tak heran bila kemudian para penumpang dalam bus tersebut turun dan memasuki warung, jelas mereka mungkin berniat mengisi perut. Namun yang mencengangkan adalah, Jovanka seperti mengenal para penumpang tersebut. Jovanka memperhatikan lebih jelas, pada pria dan wanita yang turun berurutan. Mereka memakai pakaian rapi ala pekerja kantoran. Semakin dilihat, Jovanka semakin yakin bahwa dirinya memang mengenal mereka. Astaga! Mereka para karyawan Delano's Group. Jovanka mengenalnya karena ia sering bertemu mereka meskipun tidak mengenal dengan baik.
Tapi kenapa mereka semua ada disini? Di warung ibunya pula. Apakah ada liburan khusus karyawan?
Merasa penasaran, Jovanka menjauh dari jendela. Tak peduli pada rambutnya yang masih lembab, juga pada penampilannya yang hanya mengenakan daster Jovanka memutuskan untuk mencari tahu sendiri kebawah. Tapi sebelum itu Jovanka lebih dulu menyambar tongkatnya, ia perlu karena kakinya sering ngilu, mungkin karena Jovanka malas tak mau lagi kontrol.
Tiba di halaman para karyawan sudah tak terlihat satupun, tapi warung ibunya di dalam ramai. Jovanka berniat akan menyapa mereka dengan ramah, tapi langkahnya terhenti begitu sebuah mobil kemudian masuk ke halaman rumah, bukan tempat parkir biasanya. Jovanka diam, ia memperhatikan saat pintu depan terbuka. Kagetnya ia melihat Jerome dan Romeo lah dibalik pengemudi mobil tersebut.
"Selamat pagi, Pak?" Refleksnya bekerja dengan baik. Jovanka menyapa beserta tundukan kepala seperti biasa pada keduanya.
"Selamat pagi, Om." Jovanka juga melambai pada Romeo yang tersenyum kecil padanya.
"Saya baru tau jika jam dua belas berarti pagi, Van."
Jovanka membuka mulut, ia mendongak menatap langit dan benar saja matahari sudah diatas kepala. Ia cengengesan saja.
Romeo yang melihatnya menggeleng kepala, rambut kusut Jovanka sudah sangat menunjukkan bahwa gadis itu baru terbangun dari tidurnya."Oh iyah, saya melihat banyak karyawan kantor tadi. Ini saya turun mau nyapa, memang ada apa ya Om?"
"Romeo berulang tahun dan mentraktir mereka semua makan siang disini." Sedari tadi Jovanka menghindari kontak mata dengan Jerome, tapi kini ia terpaksa menoleh karena akan sangat tidak sopan bila tidak menatap lawan bicaranya.
"Loh bukannya Om Romeo ulangtahunnya dua minggu yang lalu?" Bingungnya. Karena Jovanka bahkan sudah mengucapkan selamat. Karena itu pulalah Romeo menyemburnya dengan kemarahan, menuduh Jovanka mendoakannya mati sebab diusianya yang semakin bertambah berkurang jugalah umurnya di dunia.
Dan Jovanka kapok, ia bahkan tidak jadi mengirimi Romeo hadiah. Takut salah lagi.
"Iya, tapi dua minggu yang lalu Romeo dan saya sibuk dengan kerjaan diluar. Karyawan sudah menagih traktiran begitu Romeo kembali ke kantor."
Jovanka kok tidak percaya? Ia tahu betul seperti apa perangai Romeo terhadap orang-orang. Pria itu tidak bersahabat baik dengan manusia lainnya, jika tidak marah-marah pasti pelototan mematikannya yang selalu dia perlihatkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Belenggu ✔️
General Fiction18+ "Jadilah pelacurku!" Mungkin Jovanka tuli, sebab ia menangkap kata asing dari suara berat Jerome. Juga bagaimana tatapan pria itu yang semakin mendingin. "Ya? M-maksud, Ba-," "Jadilah pelacurku apa kamu tuli!" Kini Jerome membentak nyaring. Jova...