Hubungan itu terbentuk bukan dari sebuah kata 'pacaran'.
Tapi dari saling sayang.***
Sasha benar benar tak datang hingga di hari ketiga. Itu membuat Jovanka harus mengeluarkan uang lebih ketika harus berangkat bekerja. Sebenarnya jarak apartemen dan kantor cukup dekat, tapi mengingat sang Bos yang disiplin akan waktu membuat Jovanka juga tidak mau datang terlambat.
Ketidak beradaan Sasha membuat Jovanka senang. Ia senang jika seandainya temannya tersebut lebih memiliki banyak waktu untuk dirinya sendiri. Dan Jovanka tidak perlu merasa terbebani setiap saat dengan seluruh perkataan keluarganya. Sampai saat ini saja Jovanka masih mencari cara bagaimana ia tidak harus merepotkan Sasha. Karena cukup sulit jika dirinya harus berbohong. Jovanka tidak mau kalau Sasha harus bertengkar dengan keluarganya karena dirinya.
Sepulang dari kantor malam ini Jovanka diantar oleh supir perusahaan. Bukan mengantarnya pulang, melainkan mengunjungi rumah adik atasannya.
Sehubungan karena ini sebuah tugas yang dititahkan langsung oleh sang Bos, jadi Jovanka tidak memiliki kewajiban untuk menolak. Meski itu berupa gelengan sekalipun.
Ini adalah tugas lembur diluar urusan kantor, sang Bos yang pemarah namun tidak pelit itupun akan menambahkan bonus akhir bulan nanti. Itu yang dikatakan Nathan tadi pada Jovanka saat menjelaskan ini dan itu.
Mobil berhenti di carport, Jovanka turun kemudian setelah sang supir membukakan pintu. Tak membiarkan sebentar saja untuk Jovanka menikmati bangunan indah dikawasan elit ini.
"Anda sudah tau apa yang harus dilakukan 'kan, nona?"
"Iya, Pak. Melihat adik kembarnya tuan Yoga 'kan? Memastikan Pak Rome baik baik saja di dalam dan menghabiskan makan malamnya." Jovanka mengangkat kantong di tangannya yang berisi makanan mewah yang diambilnya di restoran siap saji sebelum tiba disini.
"Dan juga membereskan kekacauan apapun di dalam," lanjutnya dengan nada ceria seperti biasa.Pak supir itupun justru hanya membalasnya dengan anggukan tanpa senyum. Hal biasa yang sering Jovanka temui sekaligus membuatnya heran kenapa semua orang yang bekerja pada tuannya bisa sekaku ini.
Kemudian Jovanka menerima kunci rumah, dan supir itu menyuruhnya segera masuk.
Jovanka sudah terbiasa menerima tugas ini. Jadi ketika dirinya membuka pintu dengan kunci ditangannya, Jovanka sudah tahu apa yang harus dilakukan.
"Pak Rome, ini saya Jovanka. Permisi ya Pak, saya bawa makanan dari tuan Yoga."
Keadaan rumah gelap total, hati hati Jovanka melangkah berusaha sekeras mungkin agar tongkatnya tidak mengenai apapun.
"Maaf Pak, saya masuk. Saya akan meletakkan makanannya di meja makan."
Letak sakelar sudah berhasil Jovanka jangkau, dalam sekejap ruangan menjadi terang. Pun dengan lampu depan. Bersyukur ketika Jovanka masuk ke dapur untuk meletakkan makanan diatas pantry keadaan masih aman.
Tidak ada ceceran beling di lantai, tidak ada barang pecah belah apapun yang akan mengingatkan Jovanka pada hari dimana ia menemukan Jerome pertama kali sakau. Dapur justru tampak rapi dan bersih.
Meletakkan makanan diatas meja pantry, Jovanka bergerak kembali menuju ruang tamu. Tapi anehnya Jerome ditemukan tengah duduk dengan tangan terlipat didada di atas sofa.
"Bapak udah lama duduk disana? Maaf saya tidak lihat Bapak pas masuk tadi."
Jovanka menunggu respon dari Jerome, namun pria itu hanya diam. Matanya menatap pada Jovanka, tidak setajam milik Yoga namun juga tidak kalah menakutkannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Belenggu ✔️
General Fiction18+ "Jadilah pelacurku!" Mungkin Jovanka tuli, sebab ia menangkap kata asing dari suara berat Jerome. Juga bagaimana tatapan pria itu yang semakin mendingin. "Ya? M-maksud, Ba-," "Jadilah pelacurku apa kamu tuli!" Kini Jerome membentak nyaring. Jova...