"Kamu hanya tidak tahu, seberapa gigih aku membangun pondasi. Agar akal dan hatiku tetap selaras."
***
Bahkan orang yang dikatakan mendekati sempurna pun tidak luput dari permasalahan hidup. Jovanka sadari itu malam ini.
Tubuhnya mematung di sudut ruang tak jauh dari dimana Jerome dan tuan Demian tengah bertengkar jika boleh Jovanka mengatakan demikian. Sesuatu yang seharusnya tak didengar sontak saja membuat Jovanka tak nyaman berdiri ditempatnya.
Ia ingin kabur saja sebelum kedua pria itu melihatnya, namun bayangan akan amukan Yoga esok hari jauh lebih menakutkan dari apapun. Jadi Jovanka memilih membisu, menunggu apa yang harus ia hadapi selanjutnya.
Bosnya itu selalu saja membuat Jovanka merasa akan mati muda. Seperti halnya malam ini, ketika Yoga menelponnya dan menyuruhnya kembali ke kantor dengan segera. Sesampainya disana Yoga memberi tugas mencari gantungan boneka ikan milik Metta, adiknya yang hilang. Bersusah payah Jovanka harus mencari, dan begitu ditemukan ia jugalah yang harus mengantarkan langsung ke kediaman Demian.
Sungguh, Jovanka ingin lebih lama berada di Rumah Sakit bersama keluarganya. Lalu pulang ke apartemen sederhananya dan berbaring dikasur empuk miliknya guna memberi bonus pada punggungnya yang seharian penuh sudah menemaninya bekerja keras. Bukan malah disini mendengar masalah orang lain dan terjebak tanpa tahu harus berbuat apa.
Ditengah kebingungannya yang serba salah, Jovanka mencoba menoleh ke sekitarnya mencari siapapun pelayan yang bisa ia mintai tolong agar gantungan ini bisa dititipkan dan Jovanka bisa segera pergi.
Namun sayangnya, tak satupun dari banyaknya para pelayan dirumah ini berkeliaran. Mungkin merasa tak nyaman pada majikan mereka yang kini masih bersitegang.
"Pandang Casandra sebagai manusia, Pa."
Kegigihan Jerome dalam membela Casandra kembali terdengar lantang di telinga Jovanka. Sedikit banyak Jovanka tahu permasalahan apa yang pernah menimpa kedua manusia yang saling mencintai tersebut. Meski tahu dan telah menyaksikan segalanya, sebagai seseorang yang sangat bertanggungjawab akan pekerjaannya Jovanka memilih menutup mulut. Mengunci rapat agar rahasia keluarga CEO nya tetap aman.
Jovanka begitu kagum pada Jerome dan Casandra. Kedua pasangan yang serasi dan romantis itu selayaknya dua magnet yang melekat kuat tak dapat dipisahkan. Namun pada akhirnya, satu kesalahan yang ia yakin tak disengaja itu nyatanya mampu membuat mereka menjauh dengan sama sama membawa luka.
Jovanka juga menyadari, sosok Jerome yang tengil dan kekanakan itupun telah hilang dari dirinya. Dia seperti membuat jati diri baru, dan ironisnya terlihat lebih berbahaya dari Yoga. Sikapnya memang terkontrol baik, namun itulah sulitnya. Mereka yang di dekatnya tak mampu menebak suasana hatinya.
Ponselnya kemudian berbunyi, tak hanya membuat Jerome dan ayahnya menoleh. Namun juga mengagetkan Jovanka sendiri, gadis itu kelimpungan mengobrak abrik isi tasnya. Kondisi tangannya yang juga harus memegang tongkat, menjadi sulit untuk Jovanka. Alhasil keributan kecil berhasil ia timbulkan oleh sikapnya yang grasa grusu tersebut.
Ponsel berhasil Jovanka dapatkan, dan ia meringis kala didapatinya Jerome dan Demian telah menoleh kearahnya.
Jovanka langsung membungkuk, dan tak mau lagi untuk menegakkan tubuh. Posisi tersebut tetap ia pertahankan karena takut.
"Panka?"
Tunggu. Mendengar dari suaranya, Jovanka menebak bahwa Jerome datang mendekat.
"Pan?"
Duh, panggilan itu hanya Jerome seorang yang menyematkan. Bukan bermaksud untuk memberinya nama kesayangan, tapi justru untuk mengejeknya agar ia jengkel.
KAMU SEDANG MEMBACA
Belenggu ✔️
General Fiction18+ "Jadilah pelacurku!" Mungkin Jovanka tuli, sebab ia menangkap kata asing dari suara berat Jerome. Juga bagaimana tatapan pria itu yang semakin mendingin. "Ya? M-maksud, Ba-," "Jadilah pelacurku apa kamu tuli!" Kini Jerome membentak nyaring. Jova...