Chapter 10

81 10 0
                                    

"Ini buat kalian jajan, terimakasih sudah jagain kak Vankanya ya."

Ratih yang paling cepat mengambil ketika lembaran uang berwarna merah disodorkan dihadapan mereka. Tak tanggung tanggung, ada 10 lembar ketika Ratih menghitung.

"Ini kalo beli cilok di sekolah dapet bonus sama penjualnya. Makasih ya Bang."

Jerome mengangguk, Mia yang juga berbinar binar melihat uang langsung bersekutu dengan Ratih menyeret Ratu agar gadis itu berhenti sok kecentilan dan pergi dari sana.

Meninggalkan dua sejoli yang kini sudah saling pandang. Yang gadis dengan tatapan bingungnya. Sedang yang pria dengan tangan terlipat di dada.

"Kamu nggak lupa kalau kita pacaran 'kan Vanka?" tanya Jerome penuh selidik. Yang ditanya mengerut bingung. "Astaga! Jangan bilang kalau kamu nggak menganggap serius ucapan saya semalam?"

"Ucapan. Ucapan Bapak yang mana?"

Untung ekspresi polos Jovanka ketika bertanya terlihat imut. Jadinya Jerome urung untuk mengomeli gadis itu.

Jerome hanya menangkup pipi Jovanka, mengusapnya gemas. "Ucapan saya yang meminta kamu jadi kekasih saya, Jovanka sayang."

"O-oh... saya pikir Bapak bercanda."

"Hanya oh? Apa kamu tidak bisa ngasih respon yang lain?"

Jerome dibuat tidak ada harga dirinya dengan respon Jovanka yang kelewat kalem dan biasa biasa saja tersebut. Apalagi saat gadis itu tersenyum dan menarik tangkupan tangannya di pipi Jovanka.

"Saya mau seneng, tapi pas inget dengan ucapan Bapak terhadap tuan Demian akhirnya buat saya sadar bahwa Bapak saat ini hanya bingung."

"Dengan Bapak sebaik ini sama saya, itu sudah lebih dari cukup."

"Kamu nolak saya? Kenapa, kamu masih suka sama bang Yoga? Ah wajar sih. Secara bang Yoga itu sempurna, nggak rusak kayak saya. Dan bukan pencandu narkoba seperti saya."

"Bapak ngomong apa sih?" Jovanka memeluk tubuh Jerome, menangis tanpa suara di dada pria itu.
"Saya nggak suka bapak bicara seperti itu. Pak Rome itu nggak rusak, bapak juga sangat sempurna."

Jovanka ada disana, ketika pria yang dipeluknya ini menghancurkan dirinya sendiri. Tak hanya hampir merenggang nyawa. Namun juga harus masuk penjara sebelum direhabilitasi berbulan bulan lamanya.

"Lagian kamu udah benar Jovanka, jangan mau menerima pria gila seperti saya."

"Bapak udah," Jovanka tutup mulut Jerome agar berhenti bicara. Gadis itu kini menangis sesenggukan.
"Bapak nggak gila, enggak! Saya nggak menganggap ucapan Pak Rome serius karena saya takut berharap sama pria yang masih punya peluang besar buat balikan sama Mbak Casandra. Itu aja. Soal tuan Yoga, saya suka sama beliau itu udah lama, karena saya kagum, karena tuan Yoga sudah banyak membantu saya."

Jerome membalas pelukan Jovanka, menciumi bahunya berkali kali. Jerome juga terkekeh mendengar gadis itu samakin menjadi tangisnya.

"Nggak mau berhenti nangisnya? Malu loh kalau ada yang liat."

Jovanka teringat akan dimana kini mereka berada, dengan cepat ia mengurai pelukannya dan mengusap mata dan pipinya.
"Kamu kalau nangis kayak Metta, sampe banyak gini air matanya." Jerome ikut menyeka sampai benar benar bersih.

"Bapak udah nggak marah?" Suara Jovanka kini serak. Membuat Jerome gemas dan mengecup bibirnya.

"Saya nggak marah asal kamu mau jadi kekasih saya."

"Mbak Casandra gimana?"

"Apa kamu pernah liat saya dekat lagi dengan dia selama 4 tahun ini? Enggak kan?"

Belenggu ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang