Chapter 43

49 10 1
                                    


***

Mega melompat keatas punggung Raga setelah mereka turun dari mobil. Itu Mega lakukan karena Raga tidak berkata sepatah katapun sejak cowok itu menjemput mereka di club. Mega tahu apa yang membuatnya bungkam, tentu saja pada cara berpakaian mereka yang terlalu mengundang. Belum lagi Jovanka juga sempat mendapatkan perlakuan tak senonoh dari tamu undangan lain.

"Adek, maafin Kakak dong." Mega merengek, ia bahkan bergerak gerak dalam gendongan agar Raga marah atas kelakuannya. Tapi cowok itu tetap bungkam, sekarang saja tanpa kesulitan Raga membuka pintu untuk Jovanka, membantunya turun.

Raga sudah seperti seorang ayah yang baru saja menjemput kedua putrinya yang nakal. Yang satu di gendong, sedang yang satunya di tuntun.

Cowok itu baru menyentuh ke angka tujuh belas umurnya tahun ini. Tapi anehnya, Raga yang merupakan bungsu di keluarga justru yang paling bersikap dewasa. Untuk ukuran tinggi juga cowok itu jauh melampaui kedua kakaknya.

"Sayang, Kakak nangis nih kamu dingin kayak gini."

Tetap tak ada tanggapan padahal dari samping Mega sudah menciumi pipi Raga dengan kecupan-kecupan nyaring secara bertubi. Jovanka juga tak mau diam saja, ia memeluk lengan Raga yang masih menuntunnya agar cowok itu luluh hatinya.

"Ish, ngapain peluk-peluk!" Raga menyentak Jovanka yang menempeli tubuhnya hingga semakin berat saja bagi cowok itu melangkah. Tapi Jovanka tidak mau melepaskan, perut Raga sudah berganti di peluknya.

"Maafin kita ya?"

"Enggak!"

"Sayang."

"Rese lo berdua." Meski berucap ketus tapi keduanya tahu Raga sudah memaafkan mereka. Mega turun dari gendongan begitu mereka mencapai teras rumah. Mega dan Jovanka kemudian beralih menyerbu Raga dengan memeluk tubuh tingginya erat-erat.

"Sayang adek banget-banget."

Raga memutar bola matanya begitu ketiganya sekarang menempel erat layaknya teletubise yang berpelukan.

"Astagfirullah! Ini ada apa?" Marissa yang memang menunggu dengan cemas kepulangan putrinya terpengarah begitu melihat ketiga anaknya berpelukan.

"Aduh itu adek kalian sesek kalau di peluk kayak gitu. Udah, udah." Marissa menarik Jovanka dan Mega menjauh. Lalu menggandeng kedua putrinya tersebut masuk kedalam rumah.

Marissa mengarahkan ketiganya ke ruang tamu, dimana Marissa kemudian menunjukkan sesuatu.

"Wow!" Mega berseru kegirangan. Jovanka juga begitu melihat meja dan sofa-sofa yang ada di ruang tamu penuh dengan banyak kotak-kotak, baik dari ukuran yang terkecil hingga yang paling besar. Kotak-kotak itu juga dihiasi dengan pita-pita cantik.

Belum lagi keranjang-keranjang yang diisi dengan kue kue.

"Apa ini, Bun?" Tanya Jovanka penasaran, karena sebelum meninggalkan rumah barang-barang ini belum ada.

"Ini pemberian dari anggota keluarga yang datang melamar kamu. Semua hadiah ini mereka yang membawanya langsung."

Jovanka menunjuk dirinya sendiri, dan Marissa mengangguk sebagai jawaban. Sedang Mega sudah bertepuk tangan takjub. "OMG! Lagi Ma? Berarti ini pelamar yang kelima kalinya kan?!" Mega berseru dengan berisiknya, lalu duduk diatas sofa setelah menggeser barang agar ada tempat untuknya. Kemudian gadis itu membuka salah satu kotak dengan tutup bening diseluruh sisinya hingga dari luar sudah bisa ditebak apa isinya. Tapi apapun itu, benda yang memenuhi isi di dalamnya tak mampu membuat Mega untuk tidak berteriak heboh.

"Ya ampun, Mama! Emas, isinya emas.... eh ini mah berlian!" Mega meralat ucapannya saat satu set berlian ia keluarkan satu persatu. Ada kalung, anting, gelang, hingga cincin.

Belenggu ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang