Chapter 9

92 8 1
                                    

Vote dulu yaa

Udah?

***

Rolls-Royce sweptail berwarna hitam mencoloknya itu menghentikan laju di halaman luas Delano's Corporation, tepatnya di pintu masuk perusahaan.

Dengan setelan jas rapih yang membungkus tubuh tegapnya, Jerome menurunkan si bungsu kesayangan keluarga Delano itu dengan terkekeh. Tak ia pedulikan meski bibir sang adik mengerucut seperti bebek.

"Awas pegang-pegang tangannya Tata nggak usah. Jauh jauh, Tata lagi kesel nggak mau deket-deket Bang Lome."

Kosa kata yang berantakan itu membuat Jerome berfikir sesaat untuk bisa memahami, kemudian tersenyum kala ia sudah mengerti.

Kebiasaan Papanya yang bolak balik tinggal di Jerman, menjadikan Metta kesulitan berbahasa Indonesia dengan baik dan benar. Akibatnya penyampaian kata yang di ucapkan Metta menjadi tak tertata dan akan sangat sulit dipahami bagi mereka yang baru bertemu adiknya ini.

"Bicara yang bener dong, del. Abang nggak ngerti." Pura puranya dan membuat Metta semakin kesal. Apalagi saat memanggil 'Del' yang berarti cadel. Metta sangat benci itu.

"BANG LOME JAHAT!"

Perlu menutup telinga agar suara jeritan itu tidak membuatnya tuli diusia dini.

Jerome pun menikmati rajukan Metta yang kini menghentakkan kakinya sebelum berlarian memasuki kantor. Jerome membiarkan itu, ia hanya menyusul dibelakangnya untuk mengawasi.

"Om Alex!"

Sesaat setelah meninggalkan sekolah Metta, Jerome sempat mengabari Yoga jika mereka akan mampir karena Metta merengek merindukan abang kesayangannya. Karena itu mereka bisa berada disini, selain itu Jerome juga mau bertemu Jovanka. Khusus untuk gadis itu Jerome sudah membelikannya 2 cup es cream rasa coklat yang kini dipegangnya. Sedang Metta hanya Jerome belikan satu, itupun dengan ukuran kecil. Karenanya Metta sekarang merajuk pada pria itu.

"Ayo Om, anterin Tata nya ke Bang Yoga. Nggak usah nunggu-nunggu Bang Lome. Bang Lome itu pelit, mau Tata aduin biar diomelin."

Terlihat Metta sedang mengadu pada Alex, dan Alex yang kaku dan tidak tahu caranya menenangkan anak kecil itu justru diam karena bingung pada ucapan Metta. "Om Alex kok diem?"

Mata si manja itu sudah berkaca kaca. Alex kelagapan seketika dan menatap Jerome meminta bantuan. Namun tidak ada pergerakan sama sekali dari Jerome, pria itu malah hanya mengangkat bahunya acuh.

"Bagaimana jika nona ke atas saja bertemu dengan tuan Al."

"Kan Tata emang ngomong itu. Ihh Om Alex nggak ngerti-ngerti."

Jerome menahan diri untuk tidak menyemburkan tawa. Kedua orang beda usia itu membuat perutnya geli seperti diaduk. Yang satunya minim ekspresi, hampir sama seperti beruang kutub. Yang satunya seperti bayi rewel. Paket komplit bukan untuk membuatnya terhibur?

Lalu Alex menggapai tangan Metta, menuntun bocah perempuan itu masuk kedalam lift. Dan saat Jerome ikut masuk, Metta mencebik dan memalingkan muka.

"Nggak kenal, nggak kenal. Bukan Abang Tata. Abang Tata nggak pelit, nggak marah marah terus."

"Nyinyir nih?"

Metta menggerakkan lengan Alex yang bisa digapainya, pria itu mengerti dan sedikit merendahkan tubuh ketika nona kecilnya berbisik pelan. "Om Alex, nyinyir itu apa?"

Tunggu, Alex juga kurang paham. Samakah dengan 'menyindir?'

"Nanti saya cari di google, Nona."

"Kok Om Alex nggak pinter? Mama sama Papa bilang nggak boleh loh kita nyari contekan di google. Harus smart, dan banyak banyak baca buku biar berpengetahuan yang luas. Dengan Om Alex yang nyontek di google, itu artinya Om Alex nggak jujur."

Belenggu ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang