Sebelumnya~
Berlin, Germany.
Kedua kaki berbalut pantofel mahal itu menghentak lantai. Langkahnya begitu tegas, sorot matanya masih memancarkan api kemarahan. Seakan siap melalap siapa saja dengan kobarannya.
Datang ke Jerman sama halnya pulang ke rumah bagi Jerome. Dia lahir di negara ini, dia juga besar disini. Satu satunya yang membuatnya tak betah karena kembarannya justru tak pernah ingin menginjakkan kaki di Jerman. Yoga bahkan mengharamkan negara ini, dan Jerome tahu apa yang membuat saudaranya tersebut sampai begitu membenci Jerman. Karena dari sinilah rasa sakit itu muncul, rasa yang membuat Yoga seperti menjadi anak buangan karena dijauhkan dari orangtua. Ketidak adilan orangtuanya juga pria itu pertanyakan mengingat Yoga harus melalui segala kehidupnya di Indonesia dan tinggal bersama kakek neneknya.
Empat tahun lalu adalah perjuangan untuk keluarganya dalam memperbaiki keadaan, ah tidak sebenarnya perjuangan ayah ibunya sudah dimulai sejak bertahun tahun lalu. Namun hati batu saudaranya begitu kokoh hingga tak ada siapapun yang bisa mengetuknya. Yoga sangat jauh berbeda dengan Jerome, dia sangat tak taat pada peraturan. Tak takut pada siapapun, dan hal hal yang merugikan justru apa yang dicari Yoga.
Dan apa dengan perbedaan itu lantas membuat Jerome dan Yoga tak sama?
Sebenarnya tidak juga. Memang benar Jerome sangat humoris, dia ramah, dia pandai mengatur emosi hingga lawannya cukup kesulitan menebak susana hatinya. Tapi jauh dari semua itu, ada yang belum diketahui siapapun termasuk keluarganya bahwa Jerome sebenarnya tak sebaik itu. Jerome menyimpan jiwa jiwa pemberontak itu, menyegelnya dalam-dalam dan berterima kasihlah pada kerumitan yang tengah dialaminya kini hingga segel itu kini melonggar. Hanya tinggal menghitung waktu bagaimana jiwanya yang lain dapat memainkan perannya yang sesungguhnya.
Demian, Luna. Dua orang itu adalah keparat brengsek yang membuat Jerome terpaksa memperlihatkan sosoknya yang asli. Tidak ada ampun, tidak jika orang tersebut berani menyentuh orang tercintanya.
Maka disinilah Jerome, terserah bila Luna menganggap Jerman sebagai tempat pengasingan. Jerome sudah menjanjikan kebebasan untuk perempuan itu tapi Luna justru bertingkah seakan Jerome takluk dibawah kakinya perkara bayi.
Oh ayolah, Jerome belum pernah sekalipun menyentuh perempuan itu, dia tidak sudi menyentuh barang bekas. Sikap baik dan perhatiannya selama Luna menjadi istrinya hanyalah karena Jerome begitu menghormati ibunya. Maka tak ada alasan baginya untuk tidak berlaku sama pada seluruh perempuan, terlebih Luna posisinya memang sebagai wanita yang telah terikat pernikahan dengannya.
Jerome menempatkan Luna di Penthose nya, memberikan kemewahan dan segala fasilitasnya. Tapi jangan harap bila Jerome juga memberikan perempuan itu kebahagiaan disini. Karena setiap detiknya Jerome akan membuat Luna dikejar ketakutan, sampai perempuan itu akan memohon sendiri untuk kematiannya.
Saat memasuki ruang makan, Jerome disambut oleh Luna yang duduk di kursinya. Mata perempuan itu bengkak, kesombongannya luntur, menatap Jerome saja seakan Luna tak memiliki keberanian. Sebulan Jerome akan mengunjungi Jerman sebanyak dua kali, ia tidak pernah menginap, kunjungannya hanya untuk memastikan bahwa kandungan Luna harus baik-baik saja.
"Rencana berubah, Tuan Nicholas tidak akan mengetahui apapun dariku. Kejutan terbaiknya haruslah dari mulut putrinya sendiri."
Setiap berkunjung Luna tak pernah dibiarkan tenang. Jerome selalu berkata, entah disengaja atau tidak semua yang keluar dari mulutnya hanyalah berupa ancaman bagi Luna. Kali inipun sama, Luna perlu meremat roknya untuk menahan ketakutan ketakutan itu.
"Apa maksudmu?"
"Kamu akan membuat pengumuman Luna, di media. Katakan bahwa kamu merasa berdosa telah membohongi semua orang. Kamu akan bertingkah gila dengan membongkar aibmu sendiri bahwa kamu hamil jauh sebelum menikah denganku."
KAMU SEDANG MEMBACA
Belenggu ✔️
General Fiction18+ "Jadilah pelacurku!" Mungkin Jovanka tuli, sebab ia menangkap kata asing dari suara berat Jerome. Juga bagaimana tatapan pria itu yang semakin mendingin. "Ya? M-maksud, Ba-," "Jadilah pelacurku apa kamu tuli!" Kini Jerome membentak nyaring. Jova...