Yoga rasa adiknya sudah gila. Gila dalam artian yang sebenarnya. Dia bukanlah lagi bocah yang suka mengusilinya dengan mengikutinya kesana kemari, karena Jerome yang sekarang sungguh sangat tak terduga.
Lagi pula orang waras mana yang sanggup menyembunyikan seorang ibu dari anak berusia hampir 5 tahun. Jejaknya tak tertutupi, tapi setiap kali di datangi hanyalah ruang kosong tanpa kejelasan.
Yoga yang sangat pintar memecahkan misteri itupun dibuat frustasi karena mengalami jalan buntu. Sejujurnya Yoga tidak peduli dengan apa yang Jerome perbuat, tapi mengabaikan tangisan Rena di rumah sakit yang tubuh kecilnya tergolek lemah Yoga tidak bisa. Sejak dalam kandungan ibunya, Yoga sudah menyanyangi Rena, sampai mengorbankan istrinya sendiri demi anak itupun pernah Yoga lakukan. Sekarang, setelah Rena lahir kebahagiaan rupanya juga belum bisa gadis kecil itu dapatkan.
Yoga sengaja membawa Jerome pulang bersamanya dengan membawa bawa mimpi sebagai iming-iming agar kembarannya itu mau. Itu bertujuan agar kiranya Jerome bisa membuka mulut dan mengatakan soal keberadaan Casandra sekarang. Tapi rupanya membawa pria itu pulang bukanlah hal tepat, sebab selama diperjalanan Jerome sama sekali tidak bicara. Jerome mungkin tidak akan memperlihatkan ekspresi kemarahan di wajahnya, tapi Yoga yakin sesuatu sudah terjadi. Dan inilah yang ia takuti. Memisahkan Jerome dan Jovanka sedari awal seharusnya memang ia lakukan. Mungkin jika begitu, keduanya tak perlu saling menyakiti satu sama lain.
"Aku tunggu janji, Abang."
Mobil telah berhenti tepat di halaman, Jerome melompat keluar usai menagih janji pada Yoga. Dan Yoga hanya menatap datar dari balik kemudi, membiarkan adik kembarnya memasuki pintu rumah lebih dulu sebelum dirinya menyusul kemudian.
Sepasang kembar itupun disambut Rachel dengan gembira. Apalagi Jerome yang sampai mengangkat tubuh ibunya dan membawanya berputar. Sedang Yoga hanya membalas pelukan sang ibu dengan usapan lembut di punggung.
"Papa masih ada di ruang kerjanya berbincang dengan tamunya. Kalian ingin makan sesuatu? Apa saja akan Mama buatkan." Rachel menatap berharap kedua putranya. Terutama Yoga, karena kalau Jerome sudah bergelanjutan dipunggungnya. Memeluknya dari belakang seakan tubuhnya seringan sewaktu anak anak.
"Abang, Abang mau makan apa?"
"Sup daging."
"Ok, akan Mama buatkan yang paling enak."
Rachel melepaskan pelukan Jerome, bermaksud pergi ke dapur dan mulai memasak. Tapi putranya yang satu itu justru merengek seperti bayi. "Kok Rome nggak ditanya mau apa?"
"Mama udah tau kamu mau apa."
"Yah setidaknya Mama basa basi dulu dong. Sama anak sendiri nggak adil." Jerome menangkup wajah Rachel yang tampak cantik meski tak lagi muda. Isengnya kambuh, pria itu mengecupi pipi dan kening ibunya sampai Rachel dibuatnya jengah.
"Udah malu dong, Kak. Iya, iya kamu mau Mama buatkan apa?"
"Ayam goreng." Sudah Rachel duga putranya yang mirip bayi itu akan mengatakan demikian. Jerome pun melepaskan tubuhnya setelah tersenyum lebar karena berhasil mengganggunya.
Selepas kepergian Rachel ke dapur, Jerome duduk disamping Yoga yang sudah terlebih dulu menempati sofa di ruang tengah. Dibawah tatapan intimidasi seorang Al Delano, Jerome membalasnya santai.
"Apa, Bang?"
"Casandra. Aku mau kamu bilang dimana dia sekarang."
"Seluruh detektif handal Abang memang tidak bisa menemukannya sampai nanyak langsung ke aku?"
Suatu kemajuan yang pantas diacungi jempol, sekaligus membuat Yoga kesal. Saat Jerome bodoh itu menjengkelkan, bertambah pintar pun kembarannya itu semakin menjengkelkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Belenggu ✔️
General Fiction18+ "Jadilah pelacurku!" Mungkin Jovanka tuli, sebab ia menangkap kata asing dari suara berat Jerome. Juga bagaimana tatapan pria itu yang semakin mendingin. "Ya? M-maksud, Ba-," "Jadilah pelacurku apa kamu tuli!" Kini Jerome membentak nyaring. Jova...