#Seratusdua

171 27 1
                                    

Si anak perempuan pertama

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Si anak perempuan pertama

-Dewanjaya Esa Sanskara-

Acara makan siang Eca dan keluarganya sudah selesai. Tidak ada kegiatan yang mereka setelahnya karena Eca dan Lily masih cukup lelah.

Di saat Eca dan Lily bersantai, hal ini berbeda dengan Edrea dan Elesh yang sibuk bekerja.

Demi menunjang hidup di perantauan, selain mengandalkan uang yang diberi sang ayah, Edrea dan Elesh juga melakukan beberapa pekerjaan sebagai penambah sumber pemasukan.

Mulai dari bekerja paruh waktu sampai melakukan pekerjaan lepas dilakukan kedua kakak beradik ini, salah satu pekerjaan lepas yang mereka lakukan adalah Art Commission.

Kegiatan menggambar Edrea sempat terhenti saat melihat Elesh yang duduk di depannya beberapa kali menyingkirkan poninya yang menghalangi pandangannya dan berusaha menyelipkannya di balik daun telinganya. Sayangnya poninya tidak cukup panjang untuk bisa diselipkan, pada akhirnya poni itu akan jatuh lagi menutupi mata Elesh.

Padahal poni Elesh tidak menghalangi pandangannya, namun Edrea tetap risih melihatnya.

Edrea pun berdiri dari kursinya dan berjalan ke ruang tengah.

Edrea berjongkok di depan meja televisi, lalu membuka salah satu laci. Dari dalam laci tersebut, Edrea mengambil dua jepit rambut miliknya.

"Udah aku bilang dijepit rambutnya"

"Kamu gak risih apa? Aku yang liatnya aja risih" Omel Edrea sambil memasangkan dua jepit rambut tersebut ke rambut Elesh.

Eca dan Lily memperhatikan anak perempuan mereka itu dalam diam.

***

"Gak boleh Esh, ini pedes kamu gak tahan"

Edrea menolak saat Elesh meminta makan malam miliknya.

Sama seperti makan siang sebelumnya, makan malam pertama Eca dan Lily di Korea Selatan dilewati masih di apartemen anak-anak mereka.

"Gak, aku tahan kok. Mau Re"

Sekali lagi Elesh mencoba membujuk Edrea agar mau membagi Tteokbokki miliknya.

Pusing terus mendengar sang adik merengek, Edrea mengambil satu potong dan menyuapkannya ke mulut Elesh.

Begitu Tteokbokki tersebut masuk ke dalam mulutnya, Elesh langsung terdiam, karena rasa pedas yang menjalar memenuhi isi mulutnya.

"Kan—"

Seperti sudah tahu, Edrea mengambil beberapa lembar tisu dan menampungkan tangan kirinya ke mulut Elesh, sedangkan tangan kanannya menyodorkan air yang langsung disambar Elesh.

My DearTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang