Bab 30
Happy Reading !!!
***
Xena senyum-senyum sendiri melihat keberadaan teman-teman Bisma di parkiran, tempat biasa mereka menyimpan motor. “Kalian keliatan makin keren dengan wajah lebam-lebam itu,” pujinya setelah turun dari motor yang Bisma kendarai.
Iya, seperti biasa setelah pindah ke sekolah ini, Xena akan berangkat dan pulang dalam boncengan Bisma. Xena tidak lagi protes karena Bisma tidak mau mengalah untuk urusan satu itu. jadi, Xena pasrah saja.
“Sialan lo, Xen! Lo pasti senang ‘kan karena kemarin malam dapat tontonan menyenangkan?” tuduh Ethan mendelik kesal. Sementara Xena bertepuk tangan dengan riang. Percis seperti anak kecil yang baru saja mendapatkan kado istimewa di hari ulang tahunnya.
“Iya, iya. Gue ingat tuh waktu hidungnya Si Ryan kena pukul, dia langsung ngumpat dan murka mukulin lo,” Xena melirik ke arah Bisma yang berdiri di sampingnya, menunjukan siapa yang di maksud. “Wajah lo malam itu mau tau gak, Bis? Kayak orang nahan boker,” lanjutnya, kemudian tertawa dan kembali bertepuk tangan. Bikin Bisma mendengus.
“Terus lo,” tunjuk Xena pada Bara. “Anjing lo! Jangan tendang perut gue, sialan. Gue baru selesai makan daging. Kalau keluar lagi gimana, mahal itu!” ujarnya menirukan apa yang Bara katakan kemarin malam, ketika salah satu lawannya menendang perutnya cukup kencang. Dan Bara yang saat itu kesal langsung menumbangkan musuhnya. Keren. Tapi tetap saja Xena tak habis pikir pada teman Bisma yang satu itu.
“Monyet lo, Xen!” umpat Bara, namun lagi-lagi Xena hanya tertawa.
“Tapi ngomong-ngomong siapa yang bantuin lo kemarin malam?” Xena tidak mengenal mereka. Yang ia lihat mereka berada di kubu Bisma
“Teman-teman kita. Kebetulan sebelum gue sadar ada yang mau nyerang, gue lagi telponan sama salah satu dari mereka,” jawab Tama. “Mereka sadar kita lagi dalam bahaya makanya nyusul.”
Xena mengangguk-anggukkan kepala tanda paham, lalu setelahnya mereka berenam mulai meninggalkan parkiran, berjalan beriringan menuju kelas. Xena berada di tengah-tengah antara teman-teman Bisma, dan itu tentu saja bikin semua perempuan di sana iri. Tidak ada yang tidak mau berada di posisi Xena saat ini.
Beberapa dari mereka pernah ada yang nyoba, tapi tidak berhasil sekalipun mereka menjadi pacar salah satunya. Bisma dan Tama tentu saja. Karena tiga cowok lainnya menasbihkan diri menjadi jomlo hingga waktu yang tidak bisa di tentukan.
Wajar kalau Xena banyak di benci cewek-cewek di sekolah ini. Keberadaan Xena merebut tempat yang mereka incar.
Sayangnya Xena tidak memedulikan itu. Ia tetap berjalan santai, sesekali meladeni celotehan teman-teman Bisma, hingga akhirnya mereka tiba di kelas yang sontak semua mata tertuju ke arah mereka, sebelum menjadikan Xena target satu-satunya, dan tatapan penuh permusuhan Xena dapatkan.
“Kalau aja mata mereka punya laser, gue yakin sekarang badan gue udah meledak dan terbelah-belah,” gumam Xena bergidik.
Tian yang berada tepat di sisi kiri Xena dan mendengar gumaman itu tentu sana langsung tergelak, mengalihkan semua pasang mata yang ada di sana. Tak terkecuali Bisma. Pacar Xena itu mengerutkan kening, bingung.
“Lo kesurupan, Yan?” Tama bertanya memastikan. Namun Tian justru mengumpat dengan tawa yang semakin kencang terdengar.
“Benar-benar kesurupan nih bocah!” berdecak-decak kecil, Bara menggelengkan kepalanya prihatin. Begitu pula dangan Ethan yang lantas menarik temannya satu itu, membawanya ke tempat yang lebih luas di dekat meja guru, lalu meraup wajah Tian dengan tangannya, seakan tengah mengambil sesuatu yang merasuki Tian.
Yang dilakukan Ethan berhasil menghentikan tawa Tian, tapi diganti dengan umpatan juga makian serta tendangan yang bikin Ethan segera berlari menjauh.
“Setannya makin ngamuk, woy, menjauh-menjauh,” teriak Ethan pada semua orang yang ada di kelas. Tapi bukannya menurut, mereka yang ada di sana justru tertawa, merasa terhibur dengan tingkah konyol kedua teman sekelas mereka itu. Xena sendiri hanya geleng-geleng kepala.
“Gak waras emang!” lalu melanjutkan langkah menuju tepat duduknya. Menunggu bell upacara berbunyi.
****
Xena tidak tahu sampai kapan dirinya harus bersabar menghadapi Salsa dan ketiga dayangnya. Mereka sepertinya begitu senang mengusik Xena. Padahal Xena tidak melakukan apa-apa. Berjalan pun ia tidak sampai menghalangi mereka. Tapi mereka sepertinya gatal jika sehari saja tidak mengganggu Xena.
Lihat saja sekarang. Xena baru keluar dari kelas, berniat pergi ke perpustakaan untuk mengembalikan buku yang waktu itu pernah diri pinjam. Bisma dan teman-temannya sudah ke kantin. Xena yang meminta di tinggalkan karena harus menyelesaikan PR yang lupa dirinya kerjakan kemarin. Itu harus dikumpulkan nanti, tidak akan sempat kalau makan lebih dulu. Bagaimanapun Xena masih murid yang peduli pada nilai demi membuat ibunya tidak menyesal telah menyekolahkannya.
Tidak menyangka ketidak beradaan Bisma dan teman-teman pria itu di sampingnya dijadikan Salsa dan para dayangnya kesempatan untuk merundungnya.
Xena yakin, alasannya pasti masih sama.
“Lo emang gak ada kapoknya, ya? Berapa kali harus gue bilang untuk jauh-jauh dari Bisma? Lo gak ngerti Bahasa Indonesia apa gimana, sih?” ujarnya terdengar jengah. Dan seperti biasa, Xena hanya memutar bola mata malas. Itu tentu saja membuat salah satu teman Salsa menggeram, dan mendorong Xena hingga nyaris terjengkang, andai saja tak cepat berpegangan pada kusen pintu di sampingnya.
“Jangan mentang-mentang Bisma sama teman-temannya lindungi lo, lo bisa bertingkah sombong di depan kita,” perempuan yang mendorong Xena berucap tak senang. “Lo itu cuma cewek gak tau diri. Seorang jalang yang beruntung berada di sekitar Bisma. Sadar diri, please! Lo gak seberharga itu untuk mereka,” katanya terdengar merendahkan. Namun kata-kata seperti ini bukan untuk pertama kalinya Xena dengar. Ia sudah kebal. Itu tidak sama sekali berpengaruh untuknya.
“Jadi, selagi kita masih ngomong baik-baik, mending lo segera menjauh dari Bisma dan teman-temannya,” Salsa kembali angkat bicara. “Lo harus ingat, Bisma punya gue,” klaim-nya penuh penekanan.
“Dan lo jauh-jauh dari Tama, karena dia cowok gue,” salah satu dayang Salsa yang sejak tadi diam, maju perlahan dan berdiri tepat di depan Xena yang masih setia dalam keterdiamannya.
“Satu lagi, Ethan, Bara dan Tian, sama sekali gak pantas buat lo. Jadi, jauh-jauh dari mereka.”
“Kalau sampai kita lihat lo masih ada di tengah-tengah mereka, awas lo! Kita gak akan main lembut sama lo.”
“Ini peringatan terakhir!”
Mereka pergi setelah mengatakannya. Dan reaksi Xena hanya mengedikkan bahu saja, lalu kembali melanjutkan langkah menuju perpustakaan seperti niatnya di awal. Tidak sama sekali Xena hiraukan orang-orang yang ada di sana yang sempat menonton aksi Salsa dengan para dayangnya.
Iya, Xena lebih suka memanggil teman-teman Salsa dengan sebutan dayang. Karena jika dirinya lihat-lihat mereka tidak terlihat seperti berteman. Salsa terlalu menunjukan diri bahwa dia adalah putri, hingga ketiga sosok di sampingnya harus mematuhi apa pun perintahnya.
“Hai, ketemu lagi kita,”
Xena mengernyitkan dahinya menatap sosok tampan pria yang tiba-tiba saja menghadang jalannya.
“Lo Xena ‘kan? Anak baru kelas XI? Gue Dirga. Yang waktu itu ngajak lo kenalan,” katanya mengingatkan, seakan paham arti keterdiaman Xena. “Gue kakak kelas lo,” tambahnya diiringi senyum manis yang dapat membuat perempuan mana saja terpikat. Sayangnya itu tidak berlaku untuk Xena. Ah bukan tidak berlaku, hanya saja Xena selalu mendadak buta pada laki-laki lain jika sudah memiliki kekasih. Beda cerita kalau ia masih jomlo, mungkin Dirga akan sama menariknya di mata Xena.
“Oh, kelas dua belas,” Xena menanggapi singkat. “Kalau begitu gue permisi Kak. Gue mau ke perpustakaan.” Lalu melenggang begitu saja melewati Dirga yang menggaruk pelipisnya, merasa bingung. Tapi tak urung tersenyum seraya menatap kepergian Xena dengan tatapan tertarik.
***
See you next part!!!
![](https://img.wattpad.com/cover/344148677-288-k697644.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Step Brother
Teen FictionSebelum menjadi saudara, mereka adalah sepasang kekasih yang kemudian berpisah karena alasan bosan. Namun seiringnya waktu berjalan, Bisma malah justru menyadari bahwa perasaannya terhadap Xena kembali tumbuh. Bukan lagi sekadar suka, melainkan tela...