Happy Reading!!!
***
Dan sampai bel pulang berbunyi, nyatanya Tian tidak ada datang ke sekolah. Bahkan chat yang sempat Bara dan yang lainnya kirim sejak pagi belum sama sekali mendapat tanggapan.
Ah, tanda di baca saja tidak ada. Bikin mereka bertanya-tanya mengenai ke mana Tian sebenarnya. Tidak biasanya Tian menghilang seperti ini.
“Sialan emang manusia satu itu! Gue jadi tiba-tiba khawatir gini,” ungkap Ethan tidak mengada-ngada.
“Kita cari ke rumahnya aja gimana?” usul Bara, menatap satu per satu temannya yang masih mengisi bangku masing-masing. Sama-sama sibuk memikirkan Tian yang tidak berada di antara mereka seharian ini.
“Tapi kita gak tahu dia tinggal di rumah ibunya atau ayahnya sekarang.”
Iya, orang tua Tian sudah berpisah, dan karena dia merupakan anak satu-satunya, Tian harus membagi waktu untuk kedua orang tuanya. Satu minggu-satu minggu biasanya. Tapi masalahnya tidak ada yang tahu minggu ini Tian tinggal dengan siapa.
“Kita mencar,” cetus Bisma. “Gue sama Xena ke rumah nyokapnya. Lo bertiga ke rumah bokapnya. Gimana? Tau alamatnya ‘kan?” lanjut Bisma melirik ketiga temannya bergantian.
Ethan menjawab lewat anggukan. Bisma menjentikan jarinya, lalu bengkit dari duduknya. “Kalau begitu kita pergi sekarang.”
Dan Bisma baru hendak menyampirkan tas ke pundaknya ketika suara heboh Tama terdengar menyebut-nyebut nama Tian dengan fokus tak lepas dari ponsel di tangan yang segera saja di dekatkan ke telinga. Namun Bisma dengan cepat meminta Tama agar menghidupkan speaker saja agar mereka semua pun dapat mendengar.
Tidak ada bantahan. Tama melakukannya, dan menyimpan ponsel di atas meja yang sudah di kelilingi oleh mereka berlima yang sama-sama penasaran.
“Lo di mana, tolol? Kenapa gak sekolah?” maki Tama sebagai sambutan. Dan tawa yang menjadi respons Tian di seberang sana. Itu bikin Tama menggeram, kesal, meski sejumput lega terpancar di matanya. “Diam lo bangsat! Jawab aja, lo di mana sekarang. Kita samperin.”
“Kalem dong, Bro. gak usah emosi itu. Gue tahu lo khawatir ‘kan?” kekehnya menebak.
“Ck, banyak bacot lo anjing! Bilang aja di mana. Buruan!” kali ini Bara bersuara, cowok itu mendesak tak sabar.
“Gue di kantor polisi,” jawab Tian setelah tawanya mereda.
“Ngapain?” serempak mereka berteriak, syok dengan apa yang didengar.
“Abis numpang tidur,” sekali lagi tawa Tian yang nampak santai terdengar. Membuat Bisma meloloskan dengusan, kemudian berkata ...
“Serius bangsat!"
“Ini juga gue serius, anjing! Gue di kantor polisi. Semalam gue di tangkap,”
“Kok bisa?” sela Bara cepat.
Tak lantas menjawab, Tian lebih dulu menghembuskan napasnya lalu mulai menceritakan awal mula bagaimana bisa tertangkap polisi. Ceritanya, semalam Tian sedang asyik bermain game, terus tiba-tiba ada pesan masuk dari nomor asing. Awalnya Tian enggan memedulikan, tapi karena penasaran, akhirnya Tian mengeceknya. Dengan sumpah, jika tidak penting Tian berniat akan menghajar siapa pun orang di balik itu. Namun ketika menemukan sebaris alamat yang tertulis, Tian mengernyitkan keningnya, tidak mengerti dengan maksud si pengirim. Sampai akhirnya pesan lain menyusul. ‘datang ke alamat itu kalau lo mau tau siapa yang bikin Aji hampir mati.’ Begitulah kiranya isi pesan itu.
“Nah karena gue penasaran, gue setujuin tuh. Gue senang karena akhirnya bakal tahu siapa sebenarnya si pecundang itu. Tapi dua menit gue sampai di sana polisi tiba-tiba datang. Grebek tempat itu yang ternyata lagi pesta narkoba. Anjing! Kaget banget gue waktu salah seorang polisi nangkap gue gitu aja. Mana gak mau dengerin penjelasan gue dulu lagi. Akhirnya lah gue semalam nginep di kantor polisi.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Step Brother
Teen FictionSebelum menjadi saudara, mereka adalah sepasang kekasih yang kemudian berpisah karena alasan bosan. Namun seiringnya waktu berjalan, Bisma malah justru menyadari bahwa perasaannya terhadap Xena kembali tumbuh. Bukan lagi sekadar suka, melainkan tela...