Bab 29
Happy Reading!!!
***
“Xen, it—itu mereka ngejar kita bukan sih?” tunjuk Milla panik, matanya berkali-kali membagi fokus pada jalanan di depan dan kaca spion samping. Tangannya yang memegang stir jadi gemetar. Milla benar-benar takut.
Dan mendengar itu Xena yang duduk di kursi penumpang belakang lantas menoleh, pun dengan Renata yang ada di samping Milla. Renata tak kalah paniknya saat melihat ada segerombolan orang bermotor mengikuti mobilnya. Yang membuatnya lebih panik adalah sesuatu yang mereka bawa. Terlihat seperti tongkat baseball. Renata sadar bahwa sesuatu buruk akan terjadi.
“Tenang, mereka bukan ngikutin kita kok,” ucap Xena setelah kembali menatap ke depan. Raut wajahnya tidak sama sekali menunjukkan kepanikan, jauh berbeda dengan kedua temannya, yang lantas menoleh.
“Tapi i—itu?”
“Yang mereka kejar Si Bisma sama teman-temannya,” kemudian Xena menunjuk saat ada sekitar dua motor yang melaju kencang melewati mobil yang ditumpanginya. “Kalian gak lupa kan kalau kita di kawal mereka depan belakang?”
Iya. Karena ini sudah malam, Bisma merasa tidak aman jika Renata dan Milla hanya pulang berdua. Kemudian Tama menjadi si paling terdepan mengusulkan diri mengantar kedua sahabat Xena itu. Sayangnya teman-teman Bisma yang lain tidak bisa percaya pada buaya seperti Tama. Ethan bilang, ‘Gimana kalau ternyata lo ngajak mereka belok ke hotel?’ Otak lo kan udah pindah ke selangkangan.'
Begitulah, dan pada akhirnya mereka memutuskan untuk pergi sama-sama. Katanya sekalian jalan-jalan. Xena sih ikut-ikut saja. Tak mengira akan ada kejadian ini.“Lambatin mobilnya, Mil. Buat jarak agak jauh dari Si Bisma dan teman-temannya,” titah Xena, yang langsung di turuti Milla.
Dan apa yang Xena katakan benar, bukan mobilnya yang mereka kejar, melainkan Bisma dan teman-temannya. Terbukti dari belasan motor itu yang tetap melaju kencang walaupun mobilnya sudah melambat. Mereka justru melewatinya begitu saja.
“Mereka siapa, Xen? Lo kenal?” tanya Renata sambil melirik ke belakang.
“Geng-nya si Ryan,” Xena kenal motor mereka meskipun tidak semuanya.
“Kak Ryan? Mantan lo yang paling manis itu?” Milla memastikan dengan raut wajah syoknya.
“Hm,” Xena menanggapi singkat.
“Mereka punya masalah apa?”
Hanya kedikan bahu yang menjadi jawaban Xena. “Ikutin mereka, Mill,” suruhnya kemudian.
Milla tidak banyak membantah, ia melakukan apa yang Xena bilang. Termasuk ketika temannya itu meminta untuk menghentikan mobil di jalanan sepi, beberapa meter di belakangan keributan yang sedang terjadi di depan sana.
“Kalian berdua diam di sini sebentar, gue mau lihat ke depan.” Tanpa menunggu tanggapan, Xena keluar dari mobil, melangkah santai menuju keributan. Namun Xena tidak berniat memisahkan, ia hanya ingin menonton dan memastikan bahwa memang benar kawanan Ryan yang melakukan penyerangan terhadap Bisma dan teman-temannya.
Tepat ketika Xena mendudukan diri di salah satu motor yang terparkir di sana sebuah umpatan kencang telinganya dengar, membuatnya menoleh dan berdecak kasar. “Masih aja gak bisa ngendaliin emosi,” Xena geleng-geleng kepala melihat Ryan menyerang Bisma dengan tidak beraturan karena emosi yang menguasainya. Hal itu bikin Bisma kewalahan. Apalagi dengan jumlah mereka yang tidak sesuai. Bisma dan teman-temannya sudah pasti kalah telak.
Ada rasa tak tega menyinggahi hati Xena. Ia berniat menghentikan perkelahian itu, tapi tiba-tiba saja dari arah depan datang segerombolan orang-orang bermotor yang berhenti dan langsung membantu teman-teman Bisma. Bikin jalanan sepi itu semakin ramai oleh suara umpatan dan baku hantam.
Mata Xena mengedar. Mulutnya sesekali akan berkomentar, matanya akan merotasi, sampai akhirnya Xena merasa bosan dan melenggang pergi dari sana, kembali menghampiri teman-temannya yang beberapa kali menutup mata menggunakan tangannya dengan ringisan-ringisan kecil yang keluar dari mulutnya. Xena berdecak melihat itu.
“Pindah Mill, gue aja yang nyetir.” Namun sebelum benar-benar menghidupkan mesin dan melajukan mobil, Xena lebih dulu mengambil ponselnya, mengotak atiknya sebentar dan suara sirine polisi kemudian terdengar. Awalnya pelan, lama kelamaan volumenya meningkat dan keributan di depan sontak berhenti sebelum kemudian orang-orang di sana berhamburan pergi.
“Baru dengar sirine aja udah pada kabur lo pada,” decak Xena meremehkan, setelah itu baru lah Xena menghidupkan mobil dan melaju pergi dari sana. Tujuannya tentu saja mengantar Milla dan Renata pulang, sebagaimana niat awal. Sayang saja Bisma dan teman-temannya sepertinya tidak bisa lagi mengikuti mereka.
Tak apa, Xena tidak secupu itu untuk pulang sendiri nanti.
“Kenapa lo gak nyalain sirine itu dari tadi, sih, Xen?” gemas Renata masih dengan gemetar di tubuhnya yang belum sepenuhnya mereda. Posisinya cukup jauh dari keributan tadi, pencahayaan di sekitar pun lumayan minim. Tapi nyatanya itu tidak bisa sepenuhnya mengaburkan pandangannya dari keributan yang terjadi. Renata melihat orang-orang tadi saling pukul.
Benar-benar mengerikan.
“Tadi lagi seru, Re,” jawab Xena kalem.
“Apanya yang seru sih, Xen? Mereka pukul-pukulan loh? Mana ada yang pake tongkat baseball lagi! Pasti sakit di pukul pake itu,” Milla bergidik membayangkannya. Namun Xena malah justru terkekeh.
“Kalau jambak-jambakan bukan tawuran namanya, Mil!” ujar Xena sambil melirik Milla lewat spion dalam.
“Ck, gak lucu monyet!” Milla mendelik sebal.
“Siapa juga yang lagi ngelucu.”
Setelahnya suasana di dalam mobil sepi. Renata dan Mila merasa terlalu lemas setelah melihat keributan tadi, sementara Xena tidak ada yang tahu isi kepalanya. perempuan itu terlihat tenang, fokus pada jalanan di depan. Hingga akhirnya mobil yang dikendarainya tiba di depan rumah Milla yang besar dan mewah.
“Kalian yakin gak mau nginep?” tanya Milla sebelum benar-benar turun dari mobil milik Renata.
“Kapan-kapan aja, Mill. Gue harus jaga rumah selama nyokap sama bokapnya Bisma belum pulang. Belum lagi sekarang Si Bisma pasti lebam-lebam.”
“Gue juga kapan-kapan aja, Mill,” tidak ada alasan yang Renata berikan.
Milla mengangguk paham. “Kalau begitu hati-hati,” kemudian Milla turun dari mobil, dan melambaikan tangan ketika Xena kembali melaju meninggalkan kompleks perumahannya.
Rumah Renata berada di kompleks sebelah, tidak butuh waktu lama untuk mereka tiba. Dan Xena terkejut ketika mendapati keberadaan Bisma di sana. Duduk di atas motornya.
“Dia kok ada di sini?” heran Renata, sama halnya dengan Xena. Tapi demi memastikan, Xena memilih untuk turun dari mobil dan menghampiri kekasihnya itu.
“Lo ngapain di sini?” tanya Xena begitu berdiri di depan Bisma.
“Kalau gue gak ke sini lo mau pulang gimana? Jalan kaki?” ujarnya memutar bola mata, malas.
“Ada taksi, ojek. Bisa juga gue pake mobil si Rere,”
“Ck, udahlah gak usah banyak omong. Mending buruan naik. Kita pulang,” titahnya seraya memberikan helm yang memang sejak tadi dia bawa, mengingat Xena memang akan pulang bersamanya setelah mengantar teman-temannya.
“Oke, bentar. Gue pamit dulu sama Renata.” tak menunggu tanggapan, Xena kembali melangkah mengampiri Renata yang sudah berdiri di samping mobilnya. “Re, gue pulang, ya? Kapan-kapan main lagi.”
“Oke. Thank untuk hari ini ya,” tersenyum tulus, Renata kemudian memberikan acungan jempolnya dan membiarkan Xena pergi bersama Bisma. Ia sendiri masuk ke dalam rumah yang gerbangnya sudah terbuka. Renata tidak memedulikan mobilnya, terlalu malas sekaligus lelah. Jadi biarkan saja kendaraannya itu dibawa masukan oleh satpam rumahnya.
***
See you next part!!!

KAMU SEDANG MEMBACA
Step Brother
Fiksi RemajaSebelum menjadi saudara, mereka adalah sepasang kekasih yang kemudian berpisah karena alasan bosan. Namun seiringnya waktu berjalan, Bisma malah justru menyadari bahwa perasaannya terhadap Xena kembali tumbuh. Bukan lagi sekadar suka, melainkan tela...