Bab 23
Happy Reading!!
***
“Hubungan lo sama Bisma gimana sekarang?” Renata bertanya ketika mereka baru saja mendudukan diri di pinggir kolam renang. Setelah mengobrol banyak hal di dalam kamar, Milla kemudian meminta untuk di ajak keliling rumah Bisma. Dan di sinilah mereka berakhir sekarang, merendamkan kaki masing-masing di dalam kolam renang.
Belum ada satu pun dari mereka yang berniat pulang. Lagi pula Xena juga belum merasa rela. Xena masih ingin bersama mereka, mengobrol dan becanda seperti yang sering mereka lakukan ketika masih berada di sekolah yang sama. Sekarang, karena jarak yang tak dekat membuat pertemuan mereka jadi sedikit terhambat. Meksipun masih berada di satu kota yang sama, tak lantas membuat mereka bisa bertemu setiap saat. Mumpung sekarang sedang main, segala hal mereka ceritakan. Dan tentang Bisma menjadi hal yang ingin Renata dengar.
“Iya Xen, kalian beneran balikan lagi?” nyatanya Milla juga penasaran. Dan Xena memutar bola mata untuk merespons kekepoan sahabat-sahabatnya itu.
"Ya mau gimana, gue sama Bisma sama-sama punya perasaan.”
“Terus kenapa waktu itu kalian putus?”
“Karena baik gue mau pun Bisma baru sadar ketika udah sama-sama gak bersama,” jawab Xena apa adanya.
“Tapi orang tua kalian …?
Mendesah pelan. Itu yang Xena juga pikirkan dan sempat membuatnya ragu untuk menerima Bisma.
“Mereka bukan saudara kandung,” Renata membuka suaranya setelah beberapa saat terjadi keheningan. “Sekalipun orang tua mereka menikah, gak ada larangan untuk anak-anaknya juga menjalin hubungan. Toh, gak ada ikatan darah diantara mereka berdua.”
“Itu kalau orang tua mereka sama-sama berpikir terbuka. Gimana kalau Tante Greta atau Om Krisna mau mereka cukup menjadi saudara?” Milla menimpali.
“Ya berarti anak-anaknya harus ngalah. Tapi untuk sekarang jalani aja sih menurut gue. Selagi Tante Greta dan Om Krisna gak tahu, kayaknya gak apa-apa,” mengedikkan bahu, Renata melirik Xena yang melamun dengan menundukkan kepalanya. “Lagi pula gak ada yang tahu bagaimana masa depan. Mungkin aja nanti Xena sama Bisma sama-sama sadar, atau ada orang baru yang bisa menarik hati mereka. Gak ada yang gak mungkin ‘kan?”
Dan Xena membenarkan itu.“Gak perlu merasa terbebani, Xen. gak ada perasaan yang salah, hanya waktunya aja yang tidak tepat. Percaya aja, semua akan indah pada waktunya,” senyum Renata terukir bijak. Bikin Xena menghambur memeluk sahabat satunya itu.
“Gue gak nyangka kalau ternyata lo bisa sepintar ini, Re,” ucapnya sambil menarik diri, menatap Renata dengan raut tak percaya. Yang sialnya terlihat menghina di mata gadis itu. membuat Renata mendengus seraya mendelik sebal. Namun Xena malah justru tertawa.
“Gak sia-sia lo pacaran sama ketos kita, Re. Otak lo ada kemajuan,” Milla menambah ejekan. Dan setelahnya mereka tertawa bersama. Sampai akhirnya suara Bisma terdengar memanggil Xena.
“Xen, gue bawa mie ayam nih buat lo sama teman-teman lo,”
Tentu saja itu membuat Milla dan Renata segera berlari masuk ke dalam rumah Bisma. Xena sampai geleng-geleng kepala, lalu menyusul kedua sahabatnya yang entah memburu mie ayam, atau justru Bisma. Xena tak lupa mengenai keduanya yang juga mengidolakan Bisma sebagai cowok tampan yang menggetarkan jiwa wanita.
Tapi tenang saja, Xena tidak takut di khianati sahabatnya. Selain karena percaya mereka tidak mungkin menusuknya dari belakang, Xena juga tidak ingin menggenggam Bisma terlalu erat.
Seperti yang tadi Renata katakan, jalani saja dulu. Toh masa depan tidak ada yang tahu. Dan Xena tidak ingin menggadaikan perasaan pada hal yang belum pasti.
Sekarang dirinya dan Bisma memang sepasang kekasih, siapa tahu nanti berakhir hanya menjadi saudara tiri sebagaimana seharusnya, atau berjodoh atas takdir Tuhan yang jalannya pasti tidak akan mudah. Apa pun itu, Xena percaya Tuhan tahu apa yang terbaik untuk mereka nanti.
“Teman-teman lo gak ikut ke sini, Bis?” Milla duduk di kursi meja makan, tanpa di persilahkan si tuan rumah. Matanya melirik ruang tamu, memastikan bahwa cowok itu memang datang seorang diri.
“Kenapa emang? Lo mau ketemu mereka?”
“Gak sih, cuma nanya aja,”“Tapi kok, keliatannya kayak kecewa, ya?” Bisma memicingkan mata menatap sahabat Xena satu itu. dan Bisma tertawa ketika lemparan sendok nyaris menghantamnya, jika saja ia tidak cepat-cepat menghindar. Dan wajah kesal Milla berhasil menghiburnya.
“Sialan lo, Bis!”
“Hahaha, wajah lo merah, Mill,” Bisma semakin terbahak. “Cari teman gue yang mana lo? Nanti gue bilangin.”
“Gak ada! Sialan. Gue cuma nanya aja, monyet!” murka Milla sekaligus salah tingkah.
“Gak usah malu, Mil. Gue gak akan cepuin lo kok,” mengedipkan sebelah matanya, Bisma semakin gencar menggoda sahabat kekasihnya itu. “Siapa-siapa, Mil? Si Ethan atau Si Bara?” tanya Bisma semangat, lalu mengambil duduk di depan Milla. “Atau Tian?” lanjutnya menyeringai.
“Si Tama gak lo sebut, Bis?” Xena mengerutkan keningnya heran.
“Oh iya. Lupa gue kalau punya teman laknat,” kekehnya kecil, tidak sama sekali merasa bersalah. Untung saja yang di maksud tidak ada di sana, jika ada, Xena yakin baku hantam segera berlangsung di rumah ini.
“Mereka jomlo, Bis?” bukan Milla melainkan Renata yang bertanya. Membuat Bisma mengalihkan atensi pada satu lagi sahabat Xena.
“Si Bara lebih tertarik sama makanan dan baku hantam dibandingkan perempuan. Jadi udah pasti jomlo,” katanya menjabarkan. “Si Ethan banyak yang ngejar, tapi saingan lo bukan mereka, melainkan ibunya. Si Ethan cinta banget sama mamanya. Si Tian bisa tuh, dia belum pernah pacaran, tapi lo harus siap dicuekin. Bagi dia game adalah separuh hidupnya. Kalau Tama …” Bisma tidak langsung menjabarkannya, ia melirik Milla dengan dalam dan sungguh-sungguh lalu berkata, “Jangan sama dia deh, dia terlalu berengsek,” Bisma menggeleng tidak setuju. Sahabat satunya itu tipe laki-laki yang setia, maksudnya setiap tikungan ada. Lebih berengseknya lagi Tama itu penjahat kelamin. Jangan percaya kalau dia bilang masih perjakan. Itu bohong.
Bisma memang tidak begitu mengenal Milla atau pun Renata, tapi Bisma yakin kedua perempuan itu tidak senakal yang ditampilkan. Baik Xena mau pun kedua temannya adalah perempuan baik-baik. Bisma hanya tidak ingin Tama merusaknya. Ya kecuali memang atas sama-sama mau. Bisma tidak akan mencampuri.
“Kalau lo, Bis?” Xena ingin mendengar menilaian Bisma atas dirinya sendiri. “Cewek lo juga banyak. Sering ganti-ganti. Kelab malam bahkan gak asing buat lo,”
“Kalau gue beda, Xen. Gue gak seberengsek Tama. Buktinya lo masih perawan sampai sekarang,” ujarnya ringan, seakan yang dikatakan bukanlah apa-apa.
“Sialan! Lo memang minta di kebiri kayaknya ya, Bis?!” geram Xena seraya menendang kaki Bisma yang ada di bawah meja.
“Duh, mana ada! Gak usah macam-macam lah, Xen. Nanti lo gak bisa bunting kalau aset gue lo hilangin,” ringis Bisma merinding sendiri.
“Goblok!” Renata terpikal mendengar jawaban Bisma. Benar-benar tidak menyangka bahwa cowok sekeren Bisma bisa sekoyol, serandom, dan setolol ini. Tidak salah ia mengidolakan hubungan Xena dan Bisma sejak pertama kali keduanya berpacaran. Menurutnya dua orang itu benar-benar cocok.
“Gue bisa cari cowok lain yang lebih waras dari pada lo,” Xena menanggapi dengan santai. Namun Bisma lantas melototkan matanya, lalu menarik mie ayam yang sedang dinikmati kekasih, hingga Xena mengangkat kepala, menatap Bisma sesuai yang diharapkan laki-laki itu.
“Beneran gue perawanin lo, kalau sekali lagi ngomong kayak gitu!” peringatnya tak main-main.
Milla dan Renata geli sendiri menyaksikan berdebatan sepasang kekasih di depannya. Bahkan perdebatan itu tidak berakhir di sana karena nyatanya baik Bisma mau pun Xena sama-sama keras kepala. Keduanya tidak ada yang mau mengalah, bikin Renata geleng-geleng kepala.
“Lama-lama perlu di kasih golok satu-satu mereka berdua,” ucap Milla yang langsung diisetujui semangat oleh Renata. setelahnya mereka hanya menjadi penonton setia drama rumah tangga antara Bisma dan Xena sambil menikmati mie ayamnya yang masih tersisa.
****
See you next part !!!
KAMU SEDANG MEMBACA
Step Brother
Teen FictionSebelum menjadi saudara, mereka adalah sepasang kekasih yang kemudian berpisah karena alasan bosan. Namun seiringnya waktu berjalan, Bisma malah justru menyadari bahwa perasaannya terhadap Xena kembali tumbuh. Bukan lagi sekadar suka, melainkan tela...