30. Sementara

1.3K 269 222
                                    

"Kenapa Anda bisa bilang Gavin dan Kiran tidak saling cinta?" Richard menyatukan alis rapinya, apakah selama ini Kiran sering mencurahkan isi hati pada ayahnya?

"Apa itu perlu ditanya, Pak?" cibir ayah Kiran sembari tersenyum geli, melipat kedua lengannya di depan dada.

Richard mengepakkan bulu mata, tidak menangkap maksud dari ekspresi sarkas dari besannya itu.

"Sampai sekarang apa saya sudah mendapat kabar akan menjadi kakek?" sindir Eric.

Atmosfir ruangan mewah yang bernuansa minimalis itu lengang.

"Enggak, kan?" tuding sang menteri.

Mertua Kiran seketika bungkam. Ia juga sudah mengetahui bahwa menantunya ternyata tidak hamil kala itu.

"Kiran cuma anak gadis yang pengen berbakti sama keluarga Bapak..." Eric belum menyelesaikan ocehannya.

"Tapi Gavin? Dia malah nyakitin anak perempuan saya satu-satunya..." pria itu menghembuskan nafas panjang, lalu meraup wajah, sendu.

"Saya.. mohon maaf atas kelakuan Gavin.." Richard merapatkan bibir. Nyeri hebat menjalar di dada pria iti ketika ia merasa gagal mendidik putra semata wayangnya.

"Tapi..." ayah Gavin menggantung kata.

"Menurut saya, perceraian bukan jalan terakhirnya, Pak.." imbuhnya dengan intonasi setenang air di pegunungan.

"Mereka masih muda, emosinya sama sekali belum stabil.." jelas Richard.

"Jadi, maksudnya Anda menormalkan perselingkuhan?" Eric menyela, kedua matanya menatap nyalang.

"Bukan. Saya juga kecewa kepada anak itu dan sudah mengusirnya. Namun, mengambil langkah tergesa-gesa hanya memperparah keadaan di masyarakat, Pak." terang pria berjas itu, bijak.

Eric tertegun, ia cukup terkejut mendengar ketegasan besannya itu kepada anaknya.

Jika saja Eric berada di posisi Richard, dia tentu saja tidak akan berpikir dua kali, alias akan memilih membela anaknya daripada menantunya.

Tiba-tiba, ponsel sang menteri bergetar,  memutus hubungan netra keduanya.

Eric mengusap tombol hijau sembari memberikan gestur izin pada sosok di depannya untuk mengangkat telfon.

"Ya. Kami sudah selesai." sahut ayah Kiran sembari melirik singkat pada Richard.

"Pak, ratusan wartawan semakin ricuh di luar rumah ini. Sementara ini saya akan memikirkan kembali tentang perceraian anak saya." ujar Eric setelah mematikan panggilan.

Dada Richard mengembang, nafasnya terasa plong ketika mendengar penundaan keputusan besar ini.

"Terima kasih, Pak." sensasi panas yang menyiksa mata Richard mereda.

"Tunda bukan berarti tidak jadi. Menenangkan publik adalah prioritas saya, Pak." sisip Eric, memberikan senyum kecut kepada pria itu.

Richard menarik oksigen untuk mengumpulkan semua afirmasi positif di kepalanya.

"Baik, Pak. Namun, saya akan berjuang sekuat tenaga untuk mendapatkan kepercayaan Bapak dan Kiran kembali. Dia putri yang baik dan sangat berbakti, saya akan selalu menjaganya." ungkap Richard percaya diri.

Sedangkan, Eric hanya memutar bola mata samar-samar sembari membalas uluran tangan dari besannya itu.

°•~◇◇◇~•°

Dua gelas kaca yang terisi anggur merah berdenting. Tawa mengisi ruangan luas yang didominasi oleh warna gelap.

Sepasang wanita yang umutnya terpaut jauh sedang asik menonton semua stasiun televisi yang membicarakan keruntuhan keluarga Sagara.

Married With BenefitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang