09. Babak Baru

3.5K 454 133
                                    

Dio berputar di poros kakinya kemudian menendang kepala Gavin untuk melampiaskan amarahnya.

Putra Bu Diah itu tersungkur di lantai lagi untuk kesekian kalinya.

"Dio!" aku berseru tertahan, lalu menahan lengan pacarku itu.

Gavin terbatuk, ia menyeka pelipisnya yang mengeluarkan darah segar.

"Kenapa kasih cowo asing masuk kamar?" Dio membelalak kepadaku.

"Aku udah larang, tapi dia maksa!" ungkapku, tersendat.

"ORANG MESUM!" Dio mengayun lengan, ingin melempar pukulan lagi.

"KENAPA RIBUT-RIBUT?!"

Ayunan tangannya berhenti ketika suara baritone menyambut di mansion. Kami semua menoleh cepat. Papa, Jessica, Kak Tio, dan Kak Arjun pulang.

"Gavin?" papa mengerutkan kening.

Tak lama berlari menghampiri calon menantunya yang tergeletak di lantai.

"Om.." ringis laki-laki itu, menerima uluran tangan papa.

"KAMU PUNYA HAK APA MASUK KESINI LAGI?!" papa berjalan cepat menghampiri pacarku.

Teriakan papa menggaung di atmosfir rumah, tatapan matanya mengerikan, jemarinya kini meremat kaos Dio.

Laki-laki itu memutuskan diam, membalas tatapan papa tanpa tersirat rasa takut disana.

Aku yang menyaksikan itu sampai menahan nafas, berdoa semoga tidak sampai terjadi pertengkaran kembali.

"KELUAR DARI RUMAH SAYA!" teriak papa lagi, aku sampai mengernyit mendengar suaranya yang amat keras.

Dio melirikku sekilas dengan mata sayu, lalu menghela nafas pendek. Ia berjalan cepat, angkat kaki dari kediaman papa setelah melempar tatapan tajam pada Gavin. 

***

Kemarin malam, Gavin terpaksa pulang dari mansion Eric. Dirinya mengumpat selama perjalanan, menahan perihnya lebam dan luka yang dibuat Dio.

Pagi ini, anggota keluarga kecil Gavin duduk di meja makan panjang di kediaman mewahnya.

"Itu pipinya kenapa, sayang?" Diah menekuk alis, ia terkejut ketika memerhatikan lebih seksama kondisi wajah putranya.

"Jatuh dari kasur," jawab asal Gavin, tak tertarik berbicara.

"Oh, ya, don't invite any of your friends di acara besok. Pernikahan kalian, papa sudah buat seprivat mungkin." sisip Richard, menodong garpu.

Gavin menarik sudut kecil di bibirnya, tanpa membalas sorot papanya.

"Terserah. I never owned my life." gerutu laki-laki itu.

Diah sontak menghela nafas kasar.

"Maaf, honey. Kamu tau kan, calon mertua kamu itu Mendag. Kalo publik tahu kabar ini, mereka bisa buat kabar yang engga-engga." terang wanita itu.

Gavin tidak menjawab, ia menghempas garpunya, lalu menegakkan kaki.

"Siapa ngajarin gitu?!" laung Richard.

"Udah, biarin, dia pantes marah." bela Diah, menggeleng pada suaminya.

***

Gavin Aksagara berjalan dengan raut gusar masuk ke dalam kamarnya. Kepalanya melongok kesana kemari, mencari letak ponselnya.

Akhirnya ketemu, jari laki-laki itu bergerak lincah di layarnya. Mencari room chat grupnya.


Guys
08.20

Married With BenefitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang