24. Kado Untukmu

3.5K 543 319
                                    

Kini Gavin merasa benar-benar putus asa. Ia tak kuat jika harus bersaing lagi. Fisik dan mentalnya lemah. Ia tak sebanding dengan Dio Pradikta yang telah mengenal Kiran sejak mereka masih SMA. Ia kalah. Ia menyerah.

Laki-laki malang itu mengambil satu langkah mundur, matanya memanas, lalu berjalan kembali keluar dari area yang menyesakkan itu.

Blar!

Gavin membanting pintu mobil. Kini ia terduduk lemas di kursi setir.

Gigi seri laki-laki itu menggigit bibir bawahnya untuk menahan air mata yang memberontak ingin keluar.

Tapi, seorang yang terkenal dengan julukan playboy itu tidak mampu.

Bahunya mulai terisak, kepalanya menunduk setunduk-tunduknya.

Air mata telah membanjiri wajahnya yang memerah karena sesal.

***

Setelah puas meluapkan semua kesedihannya, Gavin duduk termenung menunggu kedua sejoli itu keluar.

"Gue sebenernya kenapa?" racau Gavin.

Ia melihat jok sebelahnya dipenuhi tumpukan tisu yang menggumpal.

"Kenapa harus nangis cuma gara-gara cewe?" ringis laki-laki itu, mengerutkan alis bingung.

"Kiran bukan cewe pertama yang lo temuin, Gav.. Tapi kenapa gak gampang lo relain kayak yang lainnya?" ujarnya pada diri sendiri.

"Dia cuma cewe biasa yang suka sama anak-anak.. Tapi kenapa bisa bikin lo kesiksa gini?" Gavin mengoyak rambut gondrongnya, mendengus.

Laki-laki itu berhenti mengeluh ketika melihat Dio dan Kiran akhirnya keluar dari area pemakaman.

Netranya juga menangkap Dio yang memakaikan jaket denimnya pada gadis itu. Kiran juga mau masuk ke mobil mantan pacarnya. Membuat darah Gavin mendidih kembali.

Ketika dirinya ingin menyusul, tiba-tiba ponselnya berdering.

Gavin menunda niatnya, lalu mengangkat panggilan dari bundanya.

"Kamu lari dari rs, Gav?!" geram Diah di telfon. Suaranya terdengar khawatir.

"Luka Gavin udah gapapa, bun-"

"Gapapa.. gapapa.. BALIK KE RS!" sergas wanita itu, lalu memutus panggilan.

Gavin melepas nafas panjang, manik hitamnya hanya bisa menonton mobil Dio menghilang dari jangkauan netranya.

Akhirnya ia memutuskan untuk kembali ke rumah sakit.

***

"Kiran dimana?" itu pertanyaan yang pertama kali telinganya dengar dari orang yang melahirkannya.

"Bunda gak nanya kondisi Gavin?" ujar laki-laki itu sendu.

Diah membuang udara, "MAKANYA, JANGAN TAWURAN, GAVIN!!!" ia meraih telinga putra satu-satunya itu.

"T-tante, kasihan kak Gav.. Udah babak belur.. Kena jeweran maut tante.." ledek Clara, membuat Gavin memelotot.

Pemimpin Yayasan Harsa Sagara itu melepas tarikannya pada telinga Gavin, lalu mengatur nafas.

"Mana menantu bunda? Ra lagi hamil, Gav!" tanyanya untuk kedua kalinya.

Gavin menurunkan pandangannya, tak ada senyum yang menghiasi bibirnya.

"Bunda, maafin aku.." laki-laki itu menggantung kalimatnya.

Diah menekuk alis, matanya sampai tidak berkedip menunggu putranya.

Married With BenefitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang