13. Lego dan Masa Kecil

3K 447 239
                                    

Seorang gadis berlari menyusuri lorong mansion, tubuhnya dibalut piyama yang sudah tidak bisa lagi disebut rapi. Surai hitam panjangnya menutupi dahi, keringat menetes dari pelipisnya, urat terlihat pada lehernya, rautnya tampak sangat geram.

"PAPA GAK PUNYA HAK NGELARANG AKU!" raungnya setelah membanting pintu kerja papanya.

Pria jangkung dengan kacamata yang sedang duduk tenang langsung mengerutkan kening keriputnya ketika mendengar teriakan anaknya.

"Sudah papa sangka, ini dia hasil karena semua orang selalu nurutin keinginan kamu, Mila?"

"Kamu berakhir jadi cewe yang manja, tingkahnya kayak anak-anak.." imbuh David, menggeleng heran.

"Siapa bilang Mila mau dilahirin ke dunia, hah?!" debat gadis itu, sorot matanya membara.

"Semua anak punya yang namanya hak asasi manusia, pa." Mila berujar bak dosen yang mengajar mahasiswanya.

"Papa gak punya hak untuk nahan aku di rumah kaya gini! Mau Mila laporin ke polisi?!" ancam gadis itu lancang.

Pria yang duduk di meja kerjanya itu menarik senyum hambar.

"Mila, selama ini ternyata papa salah mendidik kamu..."

"Padahal kamu satu-satunya pewaris stasiun televisi papa!" intonasi pria itu meninggi di akhir.

Sorot matanya yang melebar menandakan bahwa kesabarannya telah habis melihat kelakuan putrinya.

"Papa juga belum lihat ada progres sama sekali! Mending mulai besok kamu ke kantor, urus acara ulang tahun stasiun TV kita!" titah pria itu.

Membuat bahu Mila naik turun dengan cepat karena menahan emosi, di sisi lain, dia juga tidak ingin kartu kreditnya sampai disita karena berdebat dengan papanya.

"ARGHH!! ANJING!!"

BRAKK!!

Gadis itu membanting pintu ruang kerja luas itu, menimbulkan gaung dan hembusan nafas berat dari sang ayah.

***

Di tempat yang jauh dari ibukota Indonesia, tepatnya di Bali, Gavin dan Kiran berada dalam suasana yang menegangkan.

Bagaimana tidak? Laki-laki yang sedang dalam pengaruh alkohol itu secara spontan membuka kemeja lalu membuangnya asal.

Kiran sampai memundurkan posisi duduk saking kagetnya.

"Gue mau mastiin kata-kata lo," dengan mata yang tersisa 5 watt, Gavin meraih lengan gadis lugu itu.

"Kemarin bunda juga bilang mau minta cucu.." tambah Gavin dengan suara rendah, lalu menggerakkan lembut ibu jarinya pada lengan Kiran.

Membuat kelopak mata gadis itu menjadi lebih banyak berkedip, bibirnya merapat ketika mendapat tatapan Gavin yang tidak pernah ia kenal sebelumnya.

Namun, Kiran merasa belum siap. Ia bergegas melepas genggaman Gavin lalu menegakkan kakinya.

"Gav, kamu lagi mabuk berat. Mending istirahat dulu, ya?" usul gadis itu dengan suara yang sedikit terbata.

Tak heran. Melihat Gavin tanpa pakaian saja sudah membuat ia syok, apalagi mendengar ajakan itu.

"Ra, panas–" Gavin mendadak batuk.

Batuknya terus berulang beberapa kali, bahkan lumayan keras sampai wajah Gavin memerah padam serta muncul banyak urat di lehernya.

Kiran mengayun kaki, ia bergegas menuju nakas, lalu segera menuangkan air pada gelas kaca disana dan memberikannya pada laki-laki itu.

Putra keluarga Aksagara itu meneguknya dengan sangat mudah.

Married With BenefitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang