XXXV

4.2K 169 0
                                    

Seharian aku terus memikirkan soal Prisil. Setiap satu  pekerjaanku selesai, aku langsung mencoba menghubungi Prisil. Namun, berkali-kali yang kudengar hanyalah suara operator.

"Apa gue telepon Gina ya? Mungkin dia tahu soal Prisil ...." gumamku. Dengan cepat aku mengusap ponsel hendak menekan panggil pada nomor Gina, tapi kuurungkan niatku di detik terakhir.

Aku  teringat perkataan Prisil, soal Gina yang "berubah"

"Mereka gak dekat lagi ... jadi mustahil Gina tahu Prisil kemana."  Yang bisa kulakukan hanya menghela napas panjang.

Bagaimana caranya aku mencari tahu tentang Prisil ? Apa yang terjadi pada Prisil? Dan kenapa dia tiba-tiba menghilang? Aku tidak tahu harus apa.

Semua ini menyita banyak pikiranku, aku jadi kurang fokus saat mengerjakan pekerjaanku, dipikiranku hanya tentang Prisil.

Tapi ... aku bahkan tidak tahu nomor telepon rumahnya. Kami sering mengobrol dari telepon rumah, tapi selalu Prisil yang menghubungi pertama.

Prisil pernah bilang kalo dia punya dua nomor, tapi dia tidak pernah memberikannya padaku. Tidak ada teman Prisil yang aku kenal ? Bahkan keluarga Prisil hanya aku tahu sebatas nama dan wajah mereka dari foto yang pernah sekali Prisil tunjukkan. Selebihnya seperti nomor kontak dan apa pun itu, aku tidak tahu.

Aku baru sadar ada banyak hal tentang Prisil yang tidak aku ketahui. Aku seperti buku terbuka pada Prisil sedangkan  Prisil seperti buku filsafat yang meski terbuka, belum tentu aku memahaminya.

"Ternyata bener kata Tuan ... Kak Khayla sering banget melamun," ujar Fizi membuatku tersadar dari lamunan. Fizi menatapku kesal saat aku tersenyum minta maaf.

"Emang Tuan bilang apa aja ke Fizi ?"

"Rahasia antar pria," sahut Fizi yang membuatku entah kenapa terkekeh.

"Jadi mau ngajarin aku gak nih?"

Aku sampai lupa kalo sekarang aku ke taman belakang untuk mengajari  Fizi  mengaji iqro.

"Oke, kita mulai dari halaman pertamanya ya ..." Meski kesal karena  Fizi tetap bersemangat membuka iqro baru miliknya. Aku jadi merasa bersalah dan berjanji kali ini akan lebih fokus.

Setengah jam berlalu dengan baik. Aku cukup berhasil untuk mengalihkan fokusku tentang pertanyaan seputar Prisil. Namun, saat aku tidak sengaja melihat notifikasi pesan dari Prisil, aku kembali gagal fokus.

"Gue lagi sibuk. Tolong jangan hubungin gue ...."  isi pesannya.

Aku nyaris terperanjat dari dudukku, tidak percaya dengan apa yang aku baca.

Berkali-kali aku membacanya, yang kutemui hanya kata-kata tersirat kalo Prisil tidak ingin aku ganggu. Ada apa dengan Prisil, kenapa dia tiba-tiba seperti ini?

"Tuhkan benar .... lagi-lagi di cuekin ...." protes Fizi lagi.

Fizi mendengus, sepertinya tadi aku mendengar Fizi berbicara. Namun, aku tidak tahu dia mengatakan apa dan itu sukses membuat bocah kecil itu kembali kesal.

"Tuan benar ... Kak Khayla emang gitu orangnya."

"Emang Tuan ngomong apa?" tanyaku lagi.

Fizi memutar bola matanya malas. "Tuan bilang kalo Kak Khayla terlalu banyak mikir. Terlalu keras ke diri sendiri. Apa-apa dipikir, jadinya pusing sendiri."

"Tuan bilang gitu ?" tanyaku memastikan. Fizi mengangguk.

"Makanya tuan minta aku buat bantuin Kak Khayla biar gak mikirin itu terus sampai tuan balik."

Nikah Atau Potong Gaji ?!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang