LXI

3.4K 135 0
                                    

Begitu pagar terbuka, aku tertegun melihat orang yang ada di hadapanku. Sekali lagi, Arhan memberikan kejutan yang tidak aku duga ...

Orang itu ...

"Bunda !" Teriakku spontan. Pak Dadang dan Pak Rahmat yang tengah nyebat rokok sampai kaget dan cemas.

"Ada apa, Neng?" Mereka dengan sigap menghampiriku.

"Maaf, Pak .. saya gak sengaja teriak," sahutku. "Saya terlalu bahagia lihat bunda saya di sini ..."

"Bunda?" Keduanya baru sadar akan keberadaan bunda di sana.

Bunda tersenyum canggung ke arah keduanya. Namun, setelah melihat bunda pak Dadang dan Pak Rahmat malah saling lihat. Keduanya seperti bingung.

"Ada apa, Pak?" tanyaku.

"Oh, gak ...." sahut pak Dadang cepat. "Bunda Neng Khayla mirip teman kita yang dulu kerja di sini ...."

"Oh itu, Iya, Bi Iyem juga bilang gitu," sahutku, lalu menjelaskan pada Bunda. "Kayaknya bunda banyak kembaran deh, setiap orang lihat bunda pasti ada aja yang bilang gini ..."

Aku terkekeh, bermaksud mencairkan suasana, tapi sepertinya itu tidak lucu, Bunda dan yang lain masih nampak canggung.

"Saya pamit ajak bunda ke dalam ya, Pak ...." kataku akhirnya, ada banyak yang ingin aku tanyakan pada bunda.

"Bunda, Khayla masih satu pekan lagi di sini, kenapa bunda sudah jemput sekarang?" tanyaku.

"Bunda di suruh Arhan buat ke sini."

"Buat apa? Jangan bilang kalo Arhan minta Bunda jadi pembantu di sini?"

"Gak, sayang. Arhan bilang kalo bi Iyem pulang kampung dan dia gak mau kamu merasa gak nyaman di rumah. Makanya, Arhan minta bunda buat nemenin kamu di sini."

"Toh bunda sekalian juga mau jemput kamu pekan besok, makanya bunda setuju," tambah Bunda.

"Oh, jadi itu alasan dari semalam Khayla telepon Bunda gak angkat? Ceritanya mau kasih kejutan nih ..." Aku bersedikap dada, pura-pura ngambek.

"Padahal semalam banyak banget yang pengen Khayla ceritain ke Bunda. Tapi, Bunda malah gak aktif ...."

"Maaf, sayang ... ponsel bunda rusak kena air. Baru tadi pagi, sebelum berangkat ke sini bunda bawa ke servis ponsel."

"Memang kemarin ada apa sayang?" tanya bunda.

"Banyak hal terjadi Bunda. Ceritanya panjang, nanti saja Khayla ceritakan ..."

"Kenapa? Arhan buat kamu kesel lagi ?"

"Selalu!" seruku spontan. "Bunda tahu kalo—"

Mulutku seketika terkantup saat melihat subjek yang aku bicarakan berjalan menghampiri kami.

"Selamat datang, maaf tidak sempat menyambut di depan tadi ..." kata Arhan sopan.

Saat Arhan mengantupkan tangannya di depan dada, barulah aku bisa melihat ada perban yang sudah menutupi luka di telapak tangannya.

"Tidak masalah," sahut bunda, lalu menoleh ke arahku. "Saya akan ada di sini menjaga Khayla."

"Maaf jika sedikit merepotkan," sahut Arhan lagi.

Kenapa sekarang dia mendadak normal? Satu jam yang lalu, aku pikir Arhan sudah gila.

"Tuan, saya mau ajak bunda ke kamar. Kami permisi ya ..." kataku cepat, tanpa menunggu sahutan Arhan aku langsung membawa pergi bunda.

Aku malas melihat basa-basi Arhan. Jelas aku masih kesal dengan semua kelakuannya kemarin dan tadi.

"Saya ada apa, kenapa kamu kelihatan kesal gitu ?" tanya bunda. Yap, sangat sulit menyembunyikan emosi apa pun dari bunda.

Nikah Atau Potong Gaji ?!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang